Monday, July 2, 2007

Workshop dan Pelatihan Fisioterapi Pertama di Kalbar

Muhlis Suhaeri
Borneo Tribune, Pontianak


Pada 29 Juni-1 Juli 2007, Ikatan Fisioterpi Indonesia (IFI), mengadakan pelatihan fisioterapi di Hotel Merpati, Pontianak. Pelatihan bertema “Penatalaksanaan Fisioterapi pada Stroke”, rencananya diikuti peserta dari seluruh rumah sakit, yang ada pengobatan fisioterapi.

Fisioterapi merupakan bidang pengobatan tanpa obat, dan menggunakan khasiat alam. Termasuk dalam hal ini adalah, menggunakan kekuatan listrik, mekanik, air, atau terapi gerak. Fisioterapi ada beragam bentuk. Fisioterapi tumbuh kembang, stroke, ibu hamil dan melahirkan, olahraga, bedah dan lainnya.

Untuk mempelajari fisioterapi, setamat SMA, orang harus melakukan pendidikan khusus mengenai fisioterapi selama empat tahun.

Awalnya, tujuan dari pelatihan ini, melatih para fisioterapi di Kalbar. Peserta pelatihan diutamakan dari Kalbar. “Tapi, pada perkembangannya, juga akan diikuti peserta dari seluruh Indonesia,” kata A. Jauhari, fungsional fisioterapi di Rumah Sakit Sudarso, Pontianak.


Dalam pelatihan pertama mengenai fisioterapi di Kalbar ini, panitia menggunakan pelatihan metode Bobath. Metode ini khusus bagi penderita stroke. Metode ini ditemukan oleh Berta dan Karel Bobath. Metode ini untuk aplikasi assessment dan treatment terhadap pemulihan pada penderita stroke, dan kondisi neurologi lain. Khususnya gangguan sistem saraf pusat pada orang dewasa atau anak.

Metode Bobath tidak menggunakan alat. Semuanya pakai tangan. Metode Bobath bisa dibawa ke rumah, karena tidak membutuhkan peralatan. Karena membawa berbagai peralatan ke rumah pasien, tentu merepotkan. Metode Bobath tingkat sembuhannya lebih cepat.

Metode Bobath baru dekade 90-an di dunia. Di Indoensia pada tahun 2000-an. “Di Pontianak, pelatihan baru dilakukan kali ini. Tapi, ada orang perorang yang belajar di Jakarta,” kata Jauhari.

Salah satunya, Agustinus Hendro. Dia sudah belajar mengenai metode Bobath di Jakarta, pada 2005. Kebetulan, dia ikut wawancara siang itu.

Sebelum ditemukan metode Bobath, para fisioterapi menggunakan metode Proprioceptive Neuromuscular Facilitation (PNF). Semua metode ada plus minusnya. Lalu, apa perbedaannya?

Misalkan, ada orang kena stroke pada tangannya. Kalau metode PNF, tangan itu saja yang diobati. Kalau metode Bobath, bila tangannya sakit, akan dicari dulu, mana yang menjadi inti dari sakitnya. Misalnya di leher. Maka, leher itulah yang diobati dulu. Kemudian baru mengobati tangannya. Istilahnya, dimulai dari akar hingga ke ujung. Basis adalah awal dari gerakan. Kalau basisnya tidak kuat, gerakannya juga goyang. Jadi, mesti menentukan dulu basisnya, barulah turun pada organ yang sakit.

Metode PNF, hasil akhirnya pasien bisa saja tidak kembali normal atau kaku. Kalau metode Bobath, sebagian besar berhasil dalam pengobatannya. Itulah kelebihan dari metode Bobath.

Pada pelatihan ini, semua rumah sakit kabupaten di Kalbar, kecuali kabupaten Melawi dan Kapuas Hulu, mengirimkan peserta. Dua rumah sakit kabupaten itu, tidak ada bagian fisioterapi.

Rumah sakit yang mengirimkan peserta dalam pelatihan, Sambas, Pemangkat, Singkawang, Sanggau, Sintang, landak, Bengkayang, Ketapang, Kabupaten Pontianak dan Kota Pontianak. Kota Pontianak ada Rumah Sakit Sudarso, Rumah Sakit Jiwa, Bayangkara, Rumah sakit tingkat III, dan Yarsi.

Dalam pelatihan itu, ada beberapa materi akan diberikan. Seperti, patofisiologi stroke, penatalaksaan fisioterapi/assesment FT, sisi kognisi, dan sensomotorik.

Patofisiologi berasal dari dua kata. Patologi yang berarti penyakit, dan fisiologi. Stroke ditinjau dari fisiologinya, fungsi dari otak dan penyakitnya itu sendiri. Yang sangat penting, sebelum menangani stroke, harus mengerti fisiologinya. Fisiologi ini menyangkut, apakah strokenya mengalami perdarahan, penyumbatan, kecelakaan, atau abnormalitas dari otak. Jadi, patofisiologi merupakan kata kunci, dan untuk menentukan suatu penanganan lebih lanjut.

Pada pelatihan ini, yang menjadi narasumber dari patofisiologi stroke, Airiza Ahmad. Ia merupakan doktor, dokter spesialis, dan konsultan pada Stroke Center Suparjo Rustam, Jakarta.

Pada materi penatalaksanaan fisioterapi diisi oleh Herry Priatna. Dia Ketua Fisioterapi Indonesia. Materi ini adalah, bagaimana ketika orang menghadapi stroke. Sang fisioterapi harus sudah tahu dan membuat program, untuk menangani stroke. Sudah harus bisa menatalaksanakan program ketika menghadapi stroke. Teknik pengobatan apa yang paling tepat. Misalnya, ada kekakuan sendi. Maka, fungsi geraknya mesti dinormalkan kembali. Hingga tahap akhir, sang fisioterapi harus bisa beraktifitas seperti biasa lagi.

Pada materi mengenai kognisi, sebagai pembicara Wayan, dari Stroke Center Suparjo Rustam. Sisi kognisi melihat, apakah ada sisi gangguan luhur pada strokenya. Pasien stroke biasanya mengalami perubahan perilaku. Yang tadinya periang jadi pemurung. Tadinya, sabar jadi pemarah. Ada perubahan perilaku. Kemampuan daya ingat jadi menurun. Penampilannya juga menurun. Yang semula memperhatikan penampilan, begitu kena stroke, jadi tidak peduli dengan penampilan. Kemampuan bekerja atau memotifasi dirinya juga berkurang. Jadi, sisi kognisi luas sekali.

Pada materi mengenai sensomotorik, yang menjadi pembicara Seman. Dia lulusamfisioterapi Belanda. Sensomotorik berhubungan dengan suatu sensor. Misalnya, kalau orang kena stroke, ada perasaan tidak enak. Badan tebal sebelah. Motoris adalah gangguan kelumpuhan. Yang tadinya bisa bergerak menjadi lumpuh layu dan kaku.

Pada pembukaan acara, akan diikuti oleh berbagai lembaga profesi. Seperti, Ikatan Bidan Indonesia (IBI), Persatuan Perawat Indonesia (PPI), Persatuan Ahli Rontzen Indonesia (PARI), Persatuan Dokter Gigi Indonesia (PDGI), Ikatan Dokter Indonesia (IDI). Berbagai organisasi ini diundang pada saat pembukaan acara. Ketika acara pelatihan berlangsung, semua peserta adalah para fisioterapi.

Pemilihan fisioterapi stroke pada pelatihan ini, bukan tanpa alasan. Di Rumah Sakit Sudarso, rata-rata pasien stroke 10 orang perhari. Itu pasien rawat jalan. Pasien yang dirawat inap, sekitar 5 orang perhari. Itu baru satu rumah sakit.

Dalam melaksanakan pelatihan ini, karena panitia tidak mendapat subsidi dari pemerintah, pihak panitia menggandeng beberapa sponsor. Seperti, Kalbe Farma dan Dosni Roha.

Ada harapan kedepan terhadap pelatihan yang bakal dilakukan. “Bila pelatihan ini sukses, akan dilakukan pelatihan berikutnya dengan metode lainnya,” kata Jauhari.□

Edisi Cetak di Borneo Tribune 29 Juni 2007
foto by Lukas B. Wijanarko


No comments :