Thursday, July 19, 2007

Sejarah Kalbar, Tunjukan Penguasaan Bahari Yang Luar Biasa


Endang Kusmiyati
Borneo Tribune, Pontianak

Sekitar 100 mahasiswa dari berbagai perguruan tinggi di seluruh Indonesia senin (16/7) pagi kemarin mendatangi kantor Gubernur Kalimantan Barat. Kedatangan mereka ini bukan untuk menyampaikan aspirasi sebagaimana biasanya, namun mereka adalah peserta arung sejarah bahari (AJARI) II.

Sebuah kegiatan yang bertujuan untuk menumbuhkan sikap nasionalisme dan kecintaan terhadap potensi kelautan Nusantara. Ratusan mahasiswa ini telah berlayar dari Jakarta menuju Pontianak dan selanjutnya esok mereka akan kembali berlayar menuju Sukadana Kabupaten Ketapang.


Direktur jenderal sejarah dan purbakala Endjat Djaenuderadjat yang mendampingi ratusan mahasiswa tersebut mengatakan Kalimantan Barat mempunyai potensi bahari yang sangat luar biasa. Dan hal inilah yang menyebabkan Kalbar terpilih sebagai daerah penyelenggaran AJARI II.

”Zaman dulu, ketika jalan darat masih sangat susah ditempuh, air merupakan satu-satunya jalan. Dan untuk mengarungi lautan tentu saja diperlukan penguasaan kemaritiman yang bagus. Kalimantan Barat sudah membuktikan itu. Salah satunya kerajaan Tanjung Pura yang ada di Sukadana Ketapang sana. Kemudian kerajaan-kerajaan lain yang letaknya di tepi sungai. Hal ini menunjukan bahwa masyarakat Kalbar dulu telah memiliki kemampuan dan penguasaan dalam hal kelautan,” urainya.

Selain itu menurutnya pada abad XIV-XV wilayah perairan Kalbar menjadi jalur sutra perdagangan. Pedagang dari Asia dan Eropa yang melalui jalur ini pasti akan singgah di Kalimantan Barat. Ketika singgah, tentu ada aktivitas perdagangan yang mereka lakukan. Selain itu, berbagai kendala dilautan dapat juga menjadi pemicu terjadinya kecelakaan. Kapal para pedagang yang tenggelam di wilayah perairan Kalbar tentu saja menjadi sebuah potensi pariwisata yang layak dikembangkan.

Menurut Endjat, Belanda yang telah menjajah Indonesia selama 350 tahun telah membuat kearifan lokal masyarakat hilang. Kearifan lokal yang dimaksudnya adalah kearifan yang berbasis kelautan. Kearifan itu menurutnya bisa dilihat dari proses penyebaran agama dari Aceh hingga Ternate di Maluku yang tentu saja dilakukan melalui jalur air.

”Tanpa penguasaan kelautan yang dimiliki oleh para penyebar agama tersebut, maka tidak mungkin mereka bisa sampai ke Ternate. Namun sejak Belanda datang, hal itu sedikit demi sedikit terkikis, ” tukasnya.

Apa yang dilakukan Belanda menurut Endjat masih terus dilakukan bahkan setelah Indonesia merdeka. Orang lebih banyak melakukan pengembangan dan ekplotasi ke daratan. Dan kini hal itu kita bisa rasakan dampaknya. Daratan semakin padat dan sempit. Tidak banyak orang yang melihat potensi laut.

”Hanya 3 persen saja atau sekitar Rp 47 T APBN kita berasal dari lautan. Padahal 2/3 negara kita ini terdiri dari lautan. Artinya masih banyak peluang yang bisa digali dari perairan kita yang dapat digunakan untuk mensejahterakan rakyat,” katanya.

Selain memiliki potensi pariwisata, berbagai makanan yang telah dibuat oleh para nenek moyang selama mengarungi lautan selama ini juga tidak terlalu mendapatkan perhatian. Endjat mencontohkan tempoyak (makanan dari buah durian yang diawetkan).

Menurutnya tempoyak merupakan salah satu cara orang zaman dulu untuk membuat makanan tahan lama. Makanan itulah yang dijadikan bekal selama mengarungi lautan yang waktunya berbulan-bulan.

Sementara itu Dirjen Sejarah dan Purbakala Departemen Kebudayaan dan Pariwisata Heri Untoro Drajat mengatakan setidaknya terdapat 7374 aset buadaya peninggalan purbakala. 463 diantaranya terdapat dibawah air atau arkeologi bawah air.

”Itu yang baru kita temukan, dan masih mungkin ditemukan titik-titik lain mengingat wilayah perairan kita sangat luas,”katanya.

Ketika di tanya mengapa potensi bahari baru di angkat dibandingkan dengan potensi-potensi lainnya. Ia mengataka karena reformasi baru saja lahir. Selama sebelum reformasi lahir, pemerintah tidak menyadari akan besarnya potensi kelautan.

Kedepan menurutnya potensi ini akan terus dikembangkan sehingga menjadi salah satu income bagi pemerintah dalam meningkatkan kesejahteraan rakyat.

Edisi Cetak ada di Borneo Tribune, 17 Juli 2007
Foto Gusti Iswadi

No comments :