Oleh: Muhlis Suhaeri
Ketiadaan lapangan kerja di desa, membuat orang berduyun-duyun mendatangi kota. Namun, tak semua orang siap bersaing. Mereka yang berhasil, hidup dan turut menggerakkan ekonomi kota. Begitu juga sebaliknya. Yang tak bisa bersaing, bakal menganggur. Mereka inilah yang memberi beban pada kota, dalam bentuk kemiskinan.
Cara menangani kemiskinan bisa dilakukan dengan berbagai cara. Ada beberapa langkah dan tahapan mesti dilakukan untuk mengatasinya. “Salah satunya dengan melakukan pendataan tentang kriteria kemiskinan,” kata Sutrisno Hadi, Walikota Tanjung Balai, Sumatera Utara, disela-sela Rakernas Apeksi di Pontianak Convention Center, Kamis (14/6).
Sebagian besar penduduk di Tanjung Balai, hidup menjadi nelayan. Kota itu, berbatasan langsung dengan Malaysia. Ada satu pelabuhan yang perannya cukup besar di sana. Namanya, Teluk Nibung. Di pelabuhan inilah, berbagai barang hasil perniagaan masuk dan keluar.
Tanjung Balai dekat dengan Singapura dan Malaysia. Port Klang, merupakan pelabuhan di Malaysia, yang dulunya sering dijadikan lokasi masuk dan keluarnya barang illegal. Orang membawa rokok, pakaian, sayuran dan berbagai kebutuhan. Begitu juga sebaliknya. Orang Indonesia masuk dan menjadi tenaga kerja di Malaysia, lewat pelabuhan ini. Jarak dua pelabuhan itu sekitar satu jam dengan perahu mesin.
“Begitu ketatnya barang masuk dari luar negeri, membuat susah perkonomian masyarakat kota,” kata Sutrisno. Ia aktif di pemerintahan sejak 2000, dan sudah periode kedua. Dulunya, ia dokter.
Setelah keluar masuknya barang dihentikan oleh pemerintah pusat, kondisi Kota Tanjung Balai, langsung sepi. Pelabuhan tidak ada bongkar muat barang. Buruh-buruh angkut barang, juga tidak ada kerjaan.
Kondisi itu diperparah dengan naiknya bahan bakar minyak (BBM). Praktis, hal ini makin memperparah perekonomian masyarakat, dan menciptakan kemiskinan baru.
Nelayan tidak bisa ke laut karena penghasilan dan pengeluaran tidak seimbang. buruh angkat juga susah, karena tidak adanya barang yang masuk.
Masalah ini menciptakan kemiskinan baru. Kemiskinan di perkotaan ditandai dengan banyaknya tempat kumuh. Ini menjadi tantangan pengembangan kota. Kemiskinan disebabkan berbagai faktor. Seperti, tidak terpenuhinya hak-hak dasar, untuk mempertahankan dan mengembangkan kehidupan bermartabat.
Karena kondisi itulah, Sutrisno melakukan berbagai penanganan. Ia melakukan pendataan di masyarakat. Setelah itu, ia memberikan bantuan kepada masyarakat melalui asuransi kesehatan masyarakat miskin (Askeskin), pemberian beras bagi rakyat miskin (Raskin). Meski sudah melakukan berbagai pelayanan, tidak semua orang bisa terlayani atau mendapat bantuan itu.
Ada satu tantangan khusus mewujudkan perkotaan yang aman, damai dan sejahtera. Pemerintah harus bisa menciptakan kondisi yang dapat mendorong pembangunan perkotaan dan berkelanjutan, namun juga tetap seimbang. Tujuan dari pembangunan kota tentunya menghindarkan proses marginalisasi, yang ditandai dengan kemiskinan semakin meluas, tingginya urbanisasi dan pengangguran.
“Ini tentunya akan jadi beban kami. Untuk menghindarkan keluhan dari masyarakat, kami menyiapkan dana Askeskin. Dana itu disesuaikan dengan dana yang membutuhkan,” kata Sutrisno.
Pemkot Tanjung Balai membuat program multidisipliner. Tidak hanya masalah kesehatan, tapi juga masalah makan, pendidikan, lapangan kerja, dan lainnya. Dengan adanya P2KP, semua kegiatan itu langsung dilakukan kepada rakyat, dari kelurahan-kelurahan. Ini juga melibatkan komite sekolah, masyarakat dan lainnya.
Pemkot Tanjung Balai menyiapkan 20 ribu jiwa untuk Askeskin dan 5 ribu kk, untuk Raskin. Itu untuk tahun 2007. Jadi, pemerintah memberi subsidi kepada masyarakat. Caranya, Pemkot membeli beras dengan harga Rp 5000 perkilo. Setelah itu, menjualnya kepada masyarakat dengan harga Rp 1000 perkilo. Jadi, Pemkot mensubdisi Rp 4.000.
Masalah perumahan juga diperhatikan. Rumah kumuh diperbaiki. Sekarang ini, ada sekitar 300-400 rumah sudah diperbaiki. “Kita rubah, rumah yang tidak layak huni, menjadi layak huni,” kata Sutrisno. Pembangunan itu juga mendapat bantuan dana dari Dirjen Cipta Karya, melalui Program Penanggulangan Kemiskinan di Perkotaan (P2KP).
Menurut data di P2KP, program ini dilaksanakan sejak 1999. Pendiriannya dalam rangka menanggulangi kemiskinan, akibat krisis ekonomi 1997. P2KP melaksanakan program dengan pendekatan pemberdayaan masyarakat. Yang didukung perangkat pemerintah dan kelompok peduli, untuk menciptakan sinergi dalam penanggulangan kemiskinan.
Pemberdayaan masyarakat dilakukan melalui penguatan organisasi, atau kelembagaan masyarakat setempat. Selain itu, memfasilitasi penyiapan perencanaan jangka menengah program penanggulangan kemiskinan, tingkat kelurahan (3 tahun) sesuai kebutuhan masyarakat. Pelaksanaan kegiatan bertumpu pada komunitas, untuk mendorong partisipasi dan kemandirian masyarakat dalam penanggulangan kemiskinan.
Berdasar dari P2KP, sekarang ini telah berhasil membangun jalan desa, jalan setapak, jembatan, sepanjang 3.215.093 m. Saluran drainase 1.228.273 m. Sarana air bersih 3.600 unit. Mandi Cuci Kakus (MCK) 3.456 unit. Sarana persampahan 10.436 unit.
Rehab rumah 5.863 unit. Fasilitas pelayanan kesehatan 56 unit. Pemasangan lampu jalan 5.235 unit. Fasilitas pendidikan 154 unit. Pasar 103 unit.
Lokasi Sasaran P2KP tahun 2007, tersebar di 33 provinsi, 249 kota/kabupaten, 834 kecamatan, terdiri dari 7.273 kelurahan/desa. Dengan rincian 4.400 kelurahan/desa di lokasi lama (sudah dan/atau sedang melaksanakan P2KP), 2.873 kelurahan/desa di Lokasi Baru (Belum terfasilitasi P2KP). Pada 2007, telah dialokasikan Dana Bantuan Langsung Masyarakat (BLM) dalam DIPA 2007, sebesar Rp.1.161.520.000.000.
Di Tanjung Balai, P2KP turut membantu pembangunan rumahn susun. Satu rumah susun sudah selesai tahun ini. Sekarang ini, akan dibangun lagi sekitar delapan unit rumah susun, untuk menampung masyarakat tidak mampu. Yang tinggal di rumah sewa. Khususnya, bagi mereka yang tinggal di rumah illegal. Misalnya, mereka yang tinggal di bantaran sungai.
Bantaran sungai tidak bisa dihuni, karena selain berisiko, juga berbahaya. Tapi, karena mereka tidak punya pilihan tempat tinggal, mereka menempati bantaran sungai. Masyarakat ini yang dapat prioritas menempati rumah susun.
Selain membangun rumah susun dan membaiki rumah supaya layak huni, Sutrisno melakukan penanganan kemiskinan melalui program wajib belajar 12 tahun. Jadi, kalau secara nasional, pemerintah memprogramkan wajib balajar 9 tahun, ia sudah punya program wajib belajar 12 tahun. Kebijakan ini ada konsekwensinya. Pemkot terpaksa mengeluarkan biaya, supaya anak dari keluarga tidak mampu, bisa sekolah.
Program itu sudah dilaksanakan pada 2005. Sejak 2006, Pemkot telah memasukkan sekitar 1000 usia SD-SMA. Mereka yang tidak sanggup sekolah, akan dibiayai Pemkot. Ia punya program, pada tahun 2020 nanti, semua anak di Tanjung Balai, sudah harus lulus SMA. Itu minimal.
Sekarang ini, tingkat pendidikan anak yang lulus SD di Tanjung Balai, mencapai 100 persen, SMP 95 persen. “Kalau lulusan SMA di atas 90 persen, kita akan canangkan daerah yang sudah berhasil membuat program belajar 12 tahun,” kata Sutrisno.
Selain itu, Pemkot juga punya program pendidikan anak usia dini (PAUD). Ia memfasilitasi pihak swasta, untuk mendirikan berbagai gedung pendidikan pre-sekolah. Disamping itu, juga mendirikan taman kanak-kanak pembina. Semua difasilitasi, seperti layaknya sekolah.
Sejauhmana masyarakat bisa mengakses pendidikan itu? Ia sudah mulai membuat pelayanan gratis. Semua sudah mengarah ke sana. Kalau pun ada anak tidak mampu, dan akan menyekolahkan anaknya, ia akan menfasilitasi masyarakat untuk terus memberi berbagai fasilitas bangunan, dan peralatannya.
Dengan cara itu, ada satu targetan yang harus dilakukan. Semua anak dalam menuju jenjang berikutnya, tingkat SD misalnya, dia harus punya sertifikat dari PAUD. Jadi, dengan cara begini, orang tua akan berusaha anaknya bisa ikut PAUD. Karena kalau tidak ikut PAUD, dia akan kesulitan melanjutkan ke jenjang SD.
“Paling tidak, dia belum pernah mengenal, apa yang namanya sekolah. PAUD tujuannya mengenalkan anak pada sekolah. Bukan untuk yang lain-lain,” kata Sutrisno.
Ada satu tujuan yang ia ingin capai dalam pembangunan di kotanya. Karena kota itu tidak punya potensi, maka sifatnya hanya menjual jasa. “Saya akan mengembangkan Tanjung Balai menjadi kota perdagangan, industri dan pelabuhan,” kata Sutrisno.□
Foto by Lukas B. Wijanarko, "Beranda Depan."
Edisi Cetak, Harian Borneo Tribune, 15 Juni 2007
Friday, June 15, 2007
Pengentasan Kemiskinan di Perkotaan
Subscribe to:
Post Comments
(
Atom
)
No comments :
Post a Comment