Friday, January 23, 2009

Dialog Naga Tak Capai Mufakat

Muhlis Suhaeri
Borneo Tribune, Pontianak

Ruangan yang tertutup rapat itu, serentak buncak oleh teriakan. Puluhan orang yang sedari tadi hanya menunggu, tanpa dikomando langsung ikut berteriak. Teriakan bergelora, begitu dilihat para pemimpin yang mereka tunggu, keluar dari ruang rapat itu.

Suasana segera terlihat begitu emosional. Berbagai teriakan dan kalimat, meluncur begitu deras, dari wajah-wajah yang terlihat gelisah. Suasana memanas. Namun, tak ada gerakan atau kehendak untuk merusak. Semua masih terkendali. Masing-masing berusaha menahan diri. Massa membubarkan diri.

Saat itu, sedang berlangsung dialog tentang penyelenggaraan iring-iringan Naga dan Barongsai pada perayaan Imlek. Dialog yang difasilitasi Walikota Pontianak, Sutarmidji, berlangsung di kantor walikota, Kamis (22/1). Dalam dialog itu, hadir para utusan dari aparat kepolisian, Kodim, Muspida, tokoh masyarakat Majelis Adat Budaya Melayu (MABM).


Mereka yang baru saja keluar dari ruangan rapat adalah Gerakan Barisan Melayu Bersatu (GBMB). Mereka tidak ikut rapat. Kedatangan massa yang menggunakan satu truk bak terbuka ini, hanya ingin menyampaikan sebuah pendapat. Menolak penyelenggarakan arak-arakan Naga.

Erwan Irawan, ketika ditemui dalam barisan massa menyatakan, ”Tak ada dialog untuk arak-arakan Naga dan Barongsai.”

Kedatangannya ke ruang rapat, tidak untuk membicarakan mengenai dialog Naga dan Barangsai. Ia hanya ingin menyampaikan sebuah surat pernyataan. Dalam surat pernyataan yang ditandatangani dan mengatasnamakan GBMB, ia menyatakan, ”Menolak adanya permainan arakan Naga dan Barongsai untuk bermain di tempat-tempat umum di wilayah Kota Pontianak.”

Nazaruddin yang ikut dalam rombongan dan mengatasnamakan warga di Sungai Jawi, ikut memberikan pendapatnya. Ia tak setuju dengan arak-arakan Naga dan Barongsai. Alasannya, saat umat Islam akan melaksanakan arak-arakan keliling Kota Pontianak, dalam rangka memeriahkan Tahun Baru Islam, 1 Muharram, Pemkot melarang arak-arakan yang dilakukan.

”Ini namanya tidak adil,” katanya, dengan wajah emosi.


Sementara itu, di ruang pertemuan ruang walikota, masih berlangsung dialog. Suasana cair. Tak ada ketegangan. Dalam sebuah pernyataannya, Sutarmidji mengimbau pada warga yang ingin menyampaikan pendapat, agar berlaku sopan dan lemah lembut.

”Sampaikan sesuai dengan adat dan budaya Melayu,” katanya, ”ide boleh keras, tapi cara menyampaikan harus santun.”

Ia yang kelahiran Melayu Pontianak, dalam kehidupan sehari-hari, tak lepas dari adat dan budaya Melayu.

Menurutnya, ia sudah mengajak umat untuk datang pada perayaan 1 Muharram di Lapangan Makorem. Namun, yang datang sedikit saja. Hanya ada sekitar 70 mobil. ”Itupun yang banyak anak-anak,” kata Sutarmidji.

Pelaksanaan arak-arakan Naga dan Barongsai, seolah memang bagai benang kusut di Kota Pontianak. Pemerintah, melalui Walikota Buchary Abdurrachman, pernah mengeluarkan peraturan, SK Walikota Nomor 127 tahun 2008, untuk melarang arak-arakan Naga dan Barongsai di tempat tempat umum. Kini, peraturan itu telah dicaut.

Walikota terpilih, Sutarmidji, yang baru sebulanan menapak tampuk kepemimpinan, mendapat tekanan dari warga yang tak setuju peraturan itu dicabut.

Pada dialog terakhir, aparat kepolisian yang diwakili Wakasat Reskrim Poltabes, Muktar AP, hanya mendukung saja keputusan apa yang bakal dilaksanakan walikota. ”Karena belum ada keputusan, maka kami akan menunggu perkembangan yang akan disampaikan,” katanya.

”Bagaimanapun, semua budaya harus berkembang. Untuk mengembangkan budaya, semua harus bersemangat,” kata Setiman, dari aparat TNI yang ikut dalam rapat tersebut. Nah, kalau ada turis yang datang dan mengeluarkan uang untuk belanja, tentu yang bakal menikmati, masyarakat Kota Pontianak.□

Edisi cetak ada di Borneo Tribune, 23 Januari 2009.
Foto Muhlis Suhaeri


No comments :