Muhlis Suhaeri
Borneo Tribune, Pontianak
Dalam rangka mengawal pelaksanaan desentralisasi daerah, serta meningkatkan individu dan insitusi, NESO (Netherlands Education Support Office) Indonesia, memberikan beasiswa kepada para kandidat di seluruh Indonesia, untuk mengenyam beasiswa pendidikan ke berbagai universitas di Belanda. Hal itu dinyatakan Wiwin Erikawati, Senior Scholarship Officer NESO Indonesia, di Pontianak, Kamis (13/12).
Pemberian beasiswa dan penekanan pada bidang pendidikan bertujuan untuk mengubah suatu cara berpikir, sehingga lebih baik. Program pemberian beasiswa ini sudah berlangsung sejak tahun 2000. Sejak tahun itu pula, sudah ada 1.343 orang diberangkatkan. Jumlah itu diperoleh dari 4.539 orang pelamar.
Setiap tahun NESO memberangkatkan sekitar 150-200 orang. Pada 2006, ada 120 orang yang diberangkatkan untuk studi di Belanda.
Untuk 2008, NESO telah melakukan sosialisasi dengan keliling ke 22 kota di berbagai pulau Jawa dan di luar Jawa, seperti di Kalimantan, Sulawesi, Sumatera dan lainnya. Program sosialisasi beasiswa dilakukan pada 13 November hingga 13 Desember 2008. Pendaftaran beasiswa dibuka pada Januari, sehingga pas pembukaan pendaftaran program, para kandidat bisa langsung mendaftarkan diri.
Sosialisasi dilakukan kepada berbagai institusi pemerintah, perguruan tinggi negeri dan swasta, lembaga swadaya masyarakat (LSM) dan media. Peminat paling banyak terdapat di Jawa. Yang menerima beasiswa paling banyak dari kalangan akademisi, karena mereka memang membutuhkan jenjang pendidikan lanjutan.
Ada beberapa bidang studi yang punya kaitan erat dengan pembangunan. Seperti, pendidikan, penanggulangan HIV/AIDS, pelestarian lingkungan, penyediaan air bersih dan sanitasi, memajukan iklim investasi, pemberdayaan masyarakat dan hak-hak asasi manusia.
Sampai saat ini, kendala utama memperoleh beasiswa adalah di bahasa Inggris. “Hal itu bisa dimaklumi, karena bahasa Inggris memang bukan bahasa sehari-hari,” kata Wiwin.
Program NESO lebih memprioritaskan peminat beasiswa dari luar Jawa. Bahkan, untuk program StuNed, NESO Indonesia memberikan program pra registrasi. Program ini baru berlangsung dua tahun lalu, dan memberikan syarat lebih mudah. Seperti, TOEFL 450 dan IPK 2,75. “Padahal, program beasiswa lain masih memasang syarat IPK 2,90,” kata Wiwin.
Selain itu, ada pelatihan 5 bulan bagi peningkatan kemampuan berbahasa Inggris, bagi kandidat yang sudah diterima oleh satu universitas di Belanda.
Program ini lebih memberikan peluang bagi para perempuan. Bahkan, untuk masalah umur, perempaun juga diberi waktu lebih lima tahun dari lelaki. Bila batas umur beasiswa bagi lelaki 40 tahun, batas umur perempuan 45 tahun.
Sekarang ini, kuota yang diperoleh juga masih didominasi lelaki. Padahal targetnya lelaki dan perempuan sama, 50 persen. Dari angka itu, ternyata hanya diisi 37 persen perempuan, dan sisanya 64 persen lelaki.
Persyarakat bagi para penerima beasiswa juga lebih ringan. beasiswa StuNed pra-registrasi ini hanya memberikan syarat IPK 2,75.
“Syarat lain, kandidat yang menginginkan beasiswa ini harus memiliki motivasi yang kuat dalam lamaran yang diajukan. Tentunya, bagaimana kandidat itu menjual Anda dalam lamaran Anda,” kata Wiwin.
Pelamar bebas melamar kemana saja Universitas di Belanda. Setelah lamaran lulus dan diterima oleh salah satu universitas, StuNed yang akan membiayainya. Untuk program ini, pemerintah Belanda mengeluarkan 5,5 juta Euro atau Rp 55 miliar per tahun. Bagi kandidat yang diterima, akan mendapat beasiswa sebesar 870 Euro atau sekitar 11 juta.
Meski demikian, sejak program ini diberikan, hanya ada 20 orang penerima beasiswa dari Kalbar. Well, Anda tertarik untuk menambah jumlah tersebut?□
Foto : Muhlis Suhaeri
Edisi cetak ada di Borneo Tribune, 14 Desember 2007
Friday, December 14, 2007
Mengawal Desentralisasi dengan Pemberian Beasiswa
Posted by Muhlis Suhaeri at 8:48 AM
Labels: Pendidikan
Subscribe to:
Post Comments
(
Atom
)
No comments :
Post a Comment