Saturday, January 7, 2006

Rejeki Penjualan Daging di Hari Imlek

Oleh: Muhlis Suhaeri

Imlek datang. Rejeki pun lancar. Mungkin itu gambaran nasib para pedagang daging. Bagaimana tidak, datangnya tahun baru Imlek berarti pula, saat berkumpul bagi keluarga. Acara itu, diwujudkan melalui rasa syukur dengan cara makan bersama, dengan berbagai macam hidangan makanan.

Nah, seperti juga pada hari besar keagamaan dan acara tradisional lainnya. Orang akan memasak berbagai makanan bagi kerabatnya. Karenanya, mereka akan membeli berbagai makanan, daging dan berbagai keperluaan lainnya. Orang bisa mendapatkan berbagai keperluan itu, di pasar tradisional atau swalayan.


Salah satu pasar tradisional yang menyediakan daging, ada di pasar Flamboyan, Pontianak. Naiknya penjualan daging menjelang Imlek, diakui seorang pedagang daging sapi, H. Sutiyah. Yang telah berjualan daging sejak tahun 1981. Bila pada hari biasa sanggup menjual 150-160 kg. Pada hari Imlek, daging bisa terjual hingga 300 kg. Lebih fantastis lagi, pada saat 3 hari menjelang Lebaran, dia bisa menghabiskan 3 ton daging.

Sebelum menyembelih sapi, biasanya pedagang membeli sapi hidup pada pedagang sapi. Lalu, sapi itu dipotong di tempat pemotongan hewan. Sapi mengalami penyusutan ketika disembelih. Ambil contoh, sapi hidup dengan berat 150 kg, ketika dipotong cuma menghasilkan 125 kg daging. Harga daging sapi ditentukan melalui bagiannya. Daging punggung sapi biasanya paling mahal, harganya Rp 48 ribu perkilo. Daging nomor dua, bagian bawah paha, harganya Rp 45 ribu perkilo. Hati sapi dihargai Rp 48 ribu. Dan daging sop, bagian rusuk, seharga Rp 38 ribu perkilo.

Pada hari menjelang Imlek, harga bisa naik Rp 5.000-10.000 ribu perkilonya. Contoh saja, untuk daging nomor dua, dari Rp 45 ribu, harganya menjadi Rp 50-55 ribu perkilo. Begitu juga pada daging yang lain. Ada pengecualian pada hati sapi. Menjelang lebaran, harga hati bisa mencapai Rp 80 ribu perkilo. Pada Imlek, harga hati sapi tidak sedrastis itu naiknya. Masih berkisar Rp 55 ribu.

Lalu, bagian mana yang lebih disukai ketika orang merayakan Imlek?

“Orang Tionghoa biasanya lebih suka dagingnya saja, ketika membeli daging. Mereka tidak suka jeroan seperti paru, hati, ampela, gajih dan lainnya,” kata Sutiyah. Jeroan biasanya dibeli pedagang bakso atau mie. Pasar daging biasanya buka dari pukul 3 subuh hingga pukul 9 pagi.

Terkadang ada pedagang buka sedari pukul 11 malam, karena pelanggannya datang pada jam tersebut. Sutiyah jualan hingga sore hari. Pelanggannya biasa datang pada sore hari. Kebanyakan pembeli biasanya dari warga Pontianak. Selain melayani pembeli rumah tangga, dia biasa juga melayani penjualan daging ke beberapa swalayan, hotel dan restoran di Pontianak.

Jumlah pedagang sapi di pasar Flamboyan ada sekitar 22 orang. Yang aktif memotong sapi ada 16 orang. Lainnya beli daging langsung. Sapi disembelih di pemotongan hewan Sungai Rengas. Selain di pasar Flamboyan, daging juga dijual ke pasar tradisional Sungai Jawi, dan Pasar Sentral.

Bagaimana dengan daging babi?

Pada dasarnya sama. Ketika ada perayaan Imlek, sembahyang kubur, natalan, dan tahun baru, pedagang daging babi turut menuai berkah. Penjualan daging bisa naik dua kali lipat dari hari biasa.

Harga daging babi tergantung dari persediaan babi. Kalau jumlah babi banyak, harga bisa murah. Begitu juga sebaliknya. “Kalau persediaan babi sedikit, maka harganya bisa naik,” kata A Hin, seorang pedagang daging babi di pasar Flamboyan.

Dia telah berjualan babi selama 24 tahun. Naiknya harga BBM, tidak terlalu menurunkan penjualan daging babi. Masalah utama adalah persediaan babi dan isu tentang flu burung. Kalau orang tidak makan daging ayam, biasanya mereka beralih makan daging babi.

Babi hidup perkilo harganya Rp 10-10.500. Satu ekor babi bisa mencapai berat 90-175 kg. Babi hidup ketika disembelih dan menjadi daging, bisa susut hingga 30 persen. Kesusutan itu tentu saja karena tulang, dan berbagai bagian di babi. Daging babi dan lemak perkilo Rp 17 ribu. Daging murni seharga Rp Rp 28 ribu. Itu harga sehari-hari itu.

Orang paling suka makan daging has atau daging punggung, karena dagingnya empuk. Pembeli biasanya orang rumah tangga dan pemilik rumah makan. Paling banyak rumah tangga.

Penjualan akan naik ketika ada Sembayang Kubur, Natalan, tahun baru, dan Imlek. Pada momen itu, harga daging lemak seharga Rp 17 ribu, bisa mencapai harga Rp 20-25 ribu. Harga daging murni dari Rp 28 ribu, naik menjadi Rp 30-35 ribu. Begitu pun dengan daging yang terjual. Bila pada hari biasa dapat menjual sekitar 250 kg daging. Maka, pada empat momen itu, jumlah penjualan bisa naik dua kali lipat.

Jumlah pedagang babi ada 24 orang. Mereka terikat dalam Himpunan Pedagang Babi Indonesia (HPBI). Dalam sehari mereka menyembelih 40 ekor babi. Babi diperoleh dari peternakan lokal di Kota Pontianak dan Sungai Ambawang.

Terkadang, harga daging babi kurang stabil. Salah satu penyebabnya, “Peran asosiasi kurang maksimal. Karena para peternak tidak mau masuk asosiasi. Kalau peternak masuk asosiasi, maka harga bisa diatur sama,” kata A Hin.***

Foto by Muhlis Suhaeri, "Imlek Hari ke Lima Belas atau Cap Go Meh di Singkawang."
Edisi Cetak, minggu pertama Januari 2006, Matra Bisnis

No comments :