Oleh: Muhlis Suhaeri
Menurut para ahli, ikan arwana tergolong sebagai ikan purba. Hal itu ditunjukkan dengan ditemukannya beberapa fosil ikan arwana. Fosil itu diperkirakan berumur 10-60 juta tahun. Arwana ada di Brasil, Australia, Mesir, Indonesia, Malaysia, Afika, dan lainnya. Penyebaran arwana, diduga bersamaan dengan evolusi bumi.
Orang memberi banyak nama pada arwana. Ada yang memberi nama arowana, ikan naga, silok, kaleso, kalikasi, peyang, tengkuso, dan tangkaleso.
Menurut Apin, di daratan China, orang memberi nama jin lung yu. Nama itu mempunyai arti ikan naga emas. Karena sisiknya dianggap mirip sisik naga (liong). Tak itu saja, arwana juga dianggap sebagai ikan dengan kekuatan khusus, karena dapat memberi keberuntungan dan kekuatan magis bagi pemiliknya. Karenanya, baju perang para panglima perang dan kaisar China, bermotifkan sisik arwana.
Ikan arwana banyak jenisnya. Ada arwana super red, golden red, malaysian gold, silver, Irian, black brasil, african boytongued dan araipama gigas. Warna dan sisik arwana itulah, digunakan untuk memberi nama jenis arwana. Berbagai jenis arwana itu, panjang tubuhnya berfariasi antara 30-90 cm. Bahkan, arwana jenis araipama gigas, bila hidup di alam, bisa mencapai panjang 4-6 meter.
Jenis paling bagus dan digemari adalah arwana super red. Arwana ini memiliki sisik menyala dan agak kekuningan. Di daratan China dan Jepang, arwana super red dianggap sebagai lambang keperkasaan, karena warna sisiknya merah menyala. Jenis arwana ini banyak hidup di Kapuas Hulu, Kalbar. Sungainya masih bagus dan bersih airnya, sehingga ikan itu cocok hidup di sana.
Sampai sekarang pun, orang percaya bahwa arwana merupakan ikan pembawa keberuntungan, melancarkan rejeki, penolak bala, memberi pertanda dan peruntungan, dan lainnya. Begitulah, legenda yang melingkupinya.
Padahal, pada era 1980-an, arwana adalah ikan biasa dan dikonsumi karena dagingnya lezat. Seorang teman, A. Alexander Mering, pernah bercerita, ketika beranjak dewasa, dia sering mengkonsumsi ikan ini. Ikan itu didapat dari perairan air tawar dekat rumahnya di Kecamatan Ketungau Tengah, Sintang.
Ciri dari ikan arwana sangat spesifik. Mulut lebar dengan rahang cukup kokoh. Bentuknya pipih dengan deretan sisik pada sekujur tubuhnya. Ada sungut pada ujung mulut, berfungsi sebagai sensor dan meraba mangsa di air. Arwana juga jenis ikan peloncat. Di alam bebas, arwana sanggup meloncat untuk memangsa serangga di tanaman dekat tempatnya hidup. Arwana biasanya hidup di air berarus tenang atau rawa.
Kondisi alam seperti itu, membuat penampilan arwana tenang dan anggun. Namun, arwana juga bisa bersikap agresif, begitu ada mangsa di dekatnya. Kondisi lahan gambut memberi pengaruh baik, bagi perkembangan warna sisik ikan arwana.
Salah satu daerah paling bagus bagi perkembangan ikan arwana, ada di Kapuas Hulu. Dengan rawa gambut dan aliran tenang sungainya, cocok sekali bagi habitat ikan ini. Pada akhirnya, jenis ikan ini juga ditangkarkan. Di Nanga Suhaid, banyak terdapat tempat penangkaran.
Salah seorang pemilik penangkaran itu bernama H. Gusti Mustofa, 56 tahun. Dia menangkarkan arwana sejak tahun 1993. Hasilnya sangat menjanjikan. Pada tahun 2004, dengan panjang 10 cm, harganya mencapai Rp 4 juta perekor. Namun, pada tahun 2005, harga menurun karena sudah banyak orang memeliharanya. Dengan ukuran 10 cm, ikan itu “cuma” berharga Rp 3,5 juta.
Mustofa mulanya pedagang ikan hias. Pada tahun 1980-an, ikan arwana harganya mulai menjanjikan dan naik terus. Melihat orang di Pontianak sudah bisa membudidayakan arwana, dia mulai tertarik melakukannya. Modal awal memulai usaha ini, tergantung dari kondisinya. Mustofa memulai usaha dengan modal awal hingga Rp 300 juta. Dia menggunakan modal itu, untuk membeli benih ikan, menyediakan tanah dan lahan, membayar karyawan dan lainnya.
Orang mendapatkan bibit ikan dari alam. Dalam penangkaran, yang dijual bukan induknya, tapi anakannya. Usaha itu memberi dampak cukup bagus bagi masyarakat.
Sekarang ini orang bergandengan tangan membuat penangkaran. Mereka melepas puluhan ekor induk arwana di kolam alam. Hasil anaknya baru dibagi bersama.
Kalau dalam aquarium, modal awal sekitar Rp 3 juta. Modal itu untuk membeli arwana berukuran 10 cm. Dalam aquarium berukuran setengah kali dua meteran, jumlah arwana sekitar 6-10 ekor. Dalam setahun, arwana bisa mencapai ukuran 40 cm. Lalu, ikan dijual dengan harga Rp 9 juta. Ikan itu dibeli kembali oleh pengusaha untuk induk. Setelah arwana berumur 4-5 tahun, baru bisa beranak.
Merawat arwana perlu ketekunan. Bila arwana masih kecil dan hidup di aquarium, airnya harus diganti terus setiap hari. Selain bersih, ikan harus diberi makan dengan berbagai serangga dan anak ikan. Kalau sudah berukuran 30 cm, arwana bisa diberi makan anak kodok. Makanan itu didapat dari alam. Ada yang mensuplainya.
Di Nanga Suhaid, orang paling banyak memelihara arwana jenis super red. Kini, jenis arwana itu sulit ditemukan di alam. Mustofa membeli bibit dari sesama penangkar, dan mengembangkannya. Untuk menangkarkan arwana, perlu kondisi khusus. Kondisi itu harus mendekati kondisi habitat aslinya di alam. Kalau terlalu banyak hujan, tidak bagus buat arwana, karena suhunya menjadi dingin. Kondisi ini bisa membuat ikan gagal bertelur. Kalau terlalu banyak panas juga begitu. Yang paling bagus, kalau cuacanya sedang. Untuk membuat suhu dengan alam tidak bisa memang. Kecuali di aquarium ada pemanasnya (heater).
Kalau di kolam terbuka, harus dicari sumber air bersih. Air dibendung. Setelah itu, baru mengalirkan ke kolam. Cuaca akan menghangatkan air. Pemeliharaan arwana di alam, tidak bisa dipisahkan dengan tersedianya sumber mata air. Kualitas air di Nanga Suhaid cukup bagus. Keasamannya antara 5,5-7 pH. Dengan temperatur seperti itu, layak bagi kehidupan dan menetasnya ikan. Panen ikan paling bagus pada tahun 2003-2004. Ketika itu tidak terlalu panas dan tidak terlalu hujan.
Dengan panjang kolam 50 meter, lebar 15 meter, dan kedalaman 2 meter, jumlah ideal bagi penangkaran arwana, sebanyak 50 ekor induk. Dalam penangkaran, ikan ini akan mencari pasangannya. Setelah dapat, ikan akan terus beriringan dan berenang bersama. “Yang paling menarik ikan ini untuk ikan hias adalah, karena ikan ini setia. Berduaan terus,” kata Mustofa, ayah dengan 8 anak ini.
Mustofa mempekerjakan 9 orang. Mereka bertugas menjaga kolam, memberi makan, dan pemeliharaan. Cara memberi makan dalam sehari memang berfariasi. Bila telah dewasa, makanannya berasal dari kodok beku. Dalam sebulan, dia mendatangkan 200 kg kodok beku dari Pontianak. Kodok itu harganya Rp 9 ribu perkilonya. Supaya ikan warnanya bagus, harus diberi pakan alami, seperti lipan/lipas. Supaya warna merahnya semakin bagus. Pakan alami biasanya mengandung pigmen warna, juga berfungsi mengganti sel dan energi.
Pekerja paling banyak adalah menjaga ikan. Ikan bernilai ekonomi tinggi, tentu banyak orang mengincarnya. Namun, dia merasa bersyukur. Semenjak menangkarkan arwana, tidak pernah mendapatkan pencurian pada ikannya.
Dalam masalah pendapatan, ada faktor keberuntungan juga. Namanya juga ikan. Dalam setahun, biasanya panen dua kali. Pemasarannya ke Pontianak. Hanya perusahaan itu, punya ijin dalam masalah penangkaran.
Masalah permodalan masih menjadi kendala. Selama ini, belum ada bank memberikan kredit padanya. Dia pernah mengajukan kredit ke bank. Tapi, ijinnya susah dan banyak birokrasi. Berbagai macam syarat harus dilengkapi.
Bagi Mustofa, kendala utama di penangkaran adalah masalah perijinan. Dana untuk mengurus ijin, sebenarnya tidak seberapa. Tapi, kenyataan di lapangan, jumlahnya lumayan besar. Dia berharap, pemerintah mempermudah perijinan. Menurutnya, para penangkar sebenarnya mau, kalau dikenakan retribusi pajak untuk daerah. Masyarakat tidak terlalu pelit melakukan itu. Selama ini memang belum ada pajak atau apa. “Kalau bisa, dipermudahlah. Jangan sampai diganggu. Ini tentu saja akan menambah pendapatan daerah,” kata Mustofa.
Masalah perijinan memang menyangkut lintas sektoral. Perlu kerja sama semua pihak. “Dalam masalah perijinan, pemerintah kayaknya belum serius dalam memberikan ijin bagi pengusaha,” tutur Anang.
Arwana merupakan jenis ikan dilindungi. Karena arwana merupakan satwa langka, maka menjadi kewenangan balai Konservasi Sumber Daya Alam (KSDA). Dan ini juga menjadi wacana bagi orang perikanan. Sekarang yang menjadi masalah adalah, orang tidak boleh mengekspor hasil tangkapan dari alam langsung, biasa disebut F1. Namun, kenyataannya ikan arwana telah ditangkarkan, biasa disebut F2. Hasil penangkaran itulah yang dieksport. Sehingga F2 bukanlah satwa langka lagi. Tapi, merupakan hasil budidaya ikan. “Kalau F2 sudah bisa diekspor, karena dianggap sudah merupakan hasil perikanan, maka kita akan membuatkan aturannya,” kata Anang.
Namanya hasil budidaya, tentu sama dengan hasil budidaya ikan lainnya. Dan karena F2 adalah merupakan hasil budidaya, artinya tidak menguras dari perairan. Lebih bagus lagi, bila memperdagangakan F2, dan sebagian lagi menangkarkannya. Hal itu tentu saja, lebih membantu dalam rangka perlindungan hewan langka.
“Ini masih kita bicarakan lintas sektoral lagi. Sehingga masalah perijinan juga masih menjadi kendala. Bukannya kita tidak memberi ijin, karena ini sifatnya lintas sektoral,” tutur Anang.
Ya, begitulah kendala dalam sektor ini. Padahal, bila hal ini dilakukan kordinasi dengan baik, tentunya arwana menjadi aset bagus bagi perekonomian Kalbar. Dan sanggup memberikan kontribusi bagi masyarakat dan pendapatan Pemda.***
Foto by Muhlis Suhaeri, "Penangkar Arwana di Nanga Suhaid."
Edisi Cetak, minggu kedua, Desember 2005, Matra Bisnis
Wednesday, December 14, 2005
Menangkar Ikan Silok
Subscribe to:
Post Comments
(
Atom
)
No comments :
Post a Comment