Sunday, October 11, 2009

Media dan Kepentingan Publik

Muhlis Suhaeri
Borneo Tribune, Pontianak
Seperti juga minggu atau bulan sebelumnya, kita sepertinya selalu disibukkan dengan berbagai masalah yang selalu datang dan terus berganti. Begitu cepatnya permasalahan datang silih berganti, kita seolah tak diberi ruang dan jeda untuk bernafas.

Apalagi melakukan kontemplasi, perenungan atau melakukan evaluasi, terhadap berbagai permasalahan yang terjadi. Karenanya, kita tak pernah bisa fokus membedah sebuah isu dalam pemberitaan.

Bulan ini, media lokal dan nasional diisi dengan isu seputar Seruan Pontianak, gempa Padang, pemilihan pimpinan Partai Golkar dan isu terorisme.

Dari berbagai isu yang muncul itu, sikap media masih menunjukkan wajah dan prilaku lamanya. Pongah dan sombong. Seolah, dengan kemampuan dan kekuatan yang dimiliki, media merasa berhak mengeluarkan informasi apapun yang mereka miliki.


Awak media merasa punya hak menjejalkan informasi sepihak, opini, demi kepentingan dan kebutuhan akan sebuah legitimasi di masyarakat. Ini dalam kasus Seruan Pontianak. Demi rating media melakukan apa saja dan klaim sepihak. Ini dalam kasus penyiaran berita gempa. Media mendukung dan memberikan porsi pemberitaan secara berlebihan. demi kepentingan para pemilik media. Ini dalam kasus pemilihan Ketua Golkar. Bahkan, demi kepentingan yang lebih besar atau agenda setting lainnya. Ini dalam pemberitaan isu terorisme.

Orang yang berhubungan dengan media, siapapun itu, mereka yang bekerja atau pemilik media, mesti sadar bahwa media merupakan ruang publik. Berita yang dimuat merupakan sebuah pertanggungjawaban kepada publik. Karenanya, ada standar dan kode etik yang diterapkan dalam profesi ini.

Meskipun kita sadari bahwa, ketika orang mendirikan media atau bekerja di media, punya beragam alasan dan kepentingan. Hal itulah yang membuat dialektika sebuah media di masyarakat. Pada perkembangannya, apakah masyarakat jadi percaya dan menerima berita yang disuguhkan? Apakah awak media ketika membuat berita, memenuhi prinsip-prinsip dasar dari sebuah penulisan berita? Tidak melanggar kode etik dan memenuhi prinsip fairness atau keadilan dan memikirkan dampak yang ditimbulkan?

Prinsip dasar itulah yang harus terus dipegang para pekerja dan orang mereka yang berhubungan dengan media. Bagaimanapun, masyarakat harus mendapatkan informasi yang baik, dari permasalahan yang terjadi. Bukan berita sepihak yang dibuat untuk menyudutkan, dan membela kepentingan media sendiri.

Bila prinsip-prinsip itu dilanggar, artinya media sudah melakukan pembohongan publik. Meminggirkan prinsip-prinsip keadilan berita. Menggunakan kekuasaan dan kekuatan media demi kepentingannya sendiri. Bila ini terjadi, masyarakat tentu bisa memetakan dan memilah, bagaimana mereka harus bersikap terhadap media yang bersangkutan.

Sebab, informasi tidak hanya dari media saja. Masyarakat punya banyak alternatif informasi. Yang menjadi jendela bagi mereka, untuk menentukan dan membuat sikap, tentang apa yang sedang terjadi dan bagaimana mereka harus menyikapi.

Media harusnya memberikan informasi yang baik, agar masyarakat bisa menentukan sikap, ketika mereka berhadapan dengan sebuah permasalahan. Sebab, begitulah sebenarnya fungsi media.

Naskah ini diterbitkan di Harian Borneo Tribune, 11 Oktober 2009

No comments :