Wednesday, August 12, 2009

PLN, Monopoli Tanpa Kendali

Muhlis Suhaeri
Borneo Tribune, Pontianak
Sebenarnya amanat Undang-Undang Dasar 1945, yang menyebutkan bahwa, segala sesuatu yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh Negara, dan digunakan sebesar-besarnya bagi kepentingan dan kemakmuran rakyat, merupakan sesuatu yang bijaksana dan pro rakyat.

Tak heran, dalam berbagai pelaksanaannya, segala sesuatu yang berhubungan dengan hajat hidup rakyat, dikuasai oleh Negara. Misalnya, perusahaan tambang, air, listrik, kereta api, telekomunikasi, dan lainnya. Melalui berbagai Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Negara menjalankan fungsi pelaksanaan dari berbagai perusahaan tersebut.


Namun, banyak dari perusahaan tersebut, karena tidak terurus dengan managemen yang baik dan karena berbagai praktek korupsi, akhirnya dijual kepada pemodal asing. Alasannya sederhana saja, daripada merugi terus. Bahkan, perusahaan yang dianggap masih sehat dan menguntungkan, juga dijual. Alasannya, si penjual dapat persenan dari perusahaan yang membelinya. Korupsi yang sudah kadung menggurita.

Satu lagi masalah yang hingga kini dialami dan masih terjadi, pada perusahaan-perusahaan Negara adalah, sistem monopoli. Dengan tidak adanya perusahaan lain yang menjadi pesaing, harusnya kepercayaan yang diberikan itu, dipegang dan dijalankan dengan baik. Namun, fakta dan kenyataan yang terjadi di lapangan, perusahaan Negara yang dianggap selalu identik dengan kebobrokan managemen, tak bisa mengubah citra dan performanya.

Salah satu contoh adalah Perusahaan Listrik Negara (PLN). Sebuah perusahaan pemerintah penghasil energi listrik. Di zaman moderen seperti sekarang ini, tak ada kehidupan yang tak ada kaitannya dengan listrik. Semua orang menggunakan listrik.
Dengan logika sederhana, bisa dipastikan perusahaan ini, alami keuntungan yang luar biasa. Tak ada pesaing dan produknya digunakan setiap orang. Mau apalagi. Namanya juga perusahaan tanpa pesaing dan menguasai hajat hidup orang banyak, seharusnya bekerja dengan profesional dalam menjalankan perusahaan.

Namun, seperti juga perusahaan Negara lainnya, salah urus di perusahaan pemerintah, sepertinya tak berhenti sampai sekarang. Ketidakbecusan aparatur, sistem yang korup, membuat perusahaan ini makin terseok-seok, tak bisa menjaga kinerjanya. Alhasil, pelanggan yang paling dirugikan.

Padahal, bila ada pelanggan yang terlambat membayar saja, saluran listriknya bakal diputus. Tapi, bila masyarakat sudah membayar dan memenuhi segala kewajibannya, PLN tak memberikan pasokan energi listrik dengan baik, tak ada sanksi yang diberikan pada perusahaan Negara ini.

Sebuah sistem kerjasama yang sangat timpang dan tidak adil. Memonopoli produk, tapi tak memberikan pelayanan yang baik.

Seharusnya, bila para pimpinan PLN masih punya jiwa dan hati, mereka akan malu dan mengundurkan diri. Tapi, mengharapkan hal itu, bagai pungguk merindukan bulan. Tak bakal terjadi. Sebab, mereka sudah buta hati, nurani dan profesi.



No comments :