Wednesday, February 18, 2009

Budaya Mistik

Muhlis Suhaeri
Borneo Tribune, Pontianak

Manusia Indonesia tak bisa dipisahkan dari budaya mistik. Karena itulah, ketika Tan Malaka menulis buku Madilog, singkatan dari Materialisme, Dialektika dan Logika, antara 1942-1943, memberi penekanan besar pada pentingnya menggunakan rasionalitas atau akal pikiran, untuk membuat sebuah keputusan dalam menentukan sebuah sikap.

Manusia sebagai mahluk sosial, selalu berinteraksi dengan masyarakat. Karenanya, sangat penting menggunakan akal dan rasionalitas. Namun, pada kenyataannya, hingga penghujung abad ke 21, masyarakat Indonesia masih tetap percaya dengan sesuatu yang mistis. Padahal, kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, sudah begitu berkembang. Bahkan, manusia sudah berpikir dan berusaha tinggal di luas angkasa. Anehnya, budaya kita malah mundur dan bergerak kebelakang.


Salah satu contoh adalah, kepercayaan masyarakat untuk berobat pada seorang tabib kecil, Ponari. Hanya berbekal batu yang dicelupkan ke air, orang berduyun-duyun datang untuk berobat demi sebuah kesembuhan. Bagaimana mungkin, manusia menyandarkan nasibnya dari seorang bocah kecil, yang untuk mengurusi dirinya saja tak sanggup. Malah dijadikan sebagai tabib untuk mengobati kesembuhannya. Sesuatu yang tak masuk akal dan penalaran.

Bukan kesembuhan yang didapat. Yang ada malah nyawa melayang, karena orang tidak sabar dan saling berdesakan.

Ini sesuatu yang ironi. Bagaimana dalam Iptek yang semakin global dan maju seperti sekarang, manusia malah berpikir mundur, dan tak menggunakan rasionalitas dalam menganalisa sesuatu.
Sikap ini memang tak berdiri sendiri. Pendidikan memegang peran penting, dalam sikap dan budaya masyarakat. Kemiskinan yang sudah begitu akut, dan buruknya sistem kesehatan, turut menyumbang sikap masyarakat dalam memandang nilai sebuah pengobatan. Mahalnya biaya pengobatan di masyarakat, juga mendorong orang mencari jalan pintas, bagi suatu penyakit yang diderita.

Apa boleh buat, sesuatu yang tak masuk akal dan penalaran, jadi sandaran dan pilihan masyarakat, ditengah mahal dan sulitnya akses kesehatan. Kalau sudah begini, apa kata dunia......?!?

Edisi cetak ada di Borneo Tribune, 18 Februari 2008
Gambar diambil dari nextreformation.net

No comments :