Thursday, April 16, 2009

Gugatan Sisno Adiwinoto Tekanan terhadap Kebebasan Berpendapat

Borneo Tribune, Pontianak

Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Indonesia, melalui Ketuanya, Nezar Patria dan Margiyono, Koordinator Divisi Advokasi AJI Indonesia, Rabu (15/4), menyayangkan gugatan perdata Rp 10 milyar oleh mantan Kepala Polisi Daerah Sulawesi Selatan dan Barat (Sulselbar) Irjen Polisi Sisno Adiwinoto terhadap Jupriadi Asmaradhana (Upi), mantan koresponden Metro-TV Makassar dan Koordinator Koalisi Jurnalis Anti Kriminalisasi Pers kota Makassar.


AJI menilai tindakan Jenderal Polisi Sisno Adiwinoto terhadap Jupriadi merupakan bentuk tekanan terhadap kebebasan berekspresi warga negara sekaligus intimidasi terhadap pers. “Jika setiap orang yang mengkritik pejabat dapat dipenjara atau digugat miliaran rupiah maka fungsi kontrol masyarakat termasuk pers terhadap jalannya pemerintahan akan macet,” kata Nezar Patria, Ketua AJI Indonesia.

Sebelumnya, Irjen Polisi Sisno Adiwinoto telah mengadukan Jupriadi Asmaradhana ke Polda Sulselbar dengan pasal pidana pencemaran nama baik (311, 315, dan 207 KUHP) dengan ancaman hukuman penjara 4 tahun - kasusnya sedang disidangkan di Pengadilan Negeri Makassar. Di tengah proses persidangan pidana, Sisno memasukkan gugatan perdata terhadap Jupriadi dengan tuntutan material 25 juta, gugatan immaterial 10 miliar rupiah, serta uang paksa (dwangsom) 100 ribu per hari. AJI menilai gugatan perdata (civil defamation) untuk melapis gugatan pidana (criminal defamation) pejabat negara terhadap warga negara merupakan cara sewenang-wenang untuk membungkam dan membangkrutkan mereka yang bersikap kritis.

"Ini gugatan mengada-ada dan tidak masuk akal,” ujar Nezar. Sisno adalah seorang pejabat Polri berpangkat jenderal, dan dia menggugat seorang jurnalis karena berbeda pendapat dengan Kapolda. Gugatan perdata 10 Miliar rupiah itu, kata Nezar, jauh dari rasa kepatutan sikap seorang pejabat publik.

Gugatan perdata 10 Miliar Sisno Adiwinoto terhadap Jupriadi itu disampaikan dalam sidang peradilan pidana kasus pencemaran nama baik terhadap Sisno di Pengadilan Negeri Makassar Selasa kemarin (14/4).

Sekedar perbandingan, pada 8 April 2009, calon anggota legislatif partai Demokrat Edhie Baskoro sempat menggugat pidana wartawan media online Okezone, koran Jakarta Globe dan Harian Bangsa ke Polda Metro Jaya dengan pasal pencemaran nama baik dan fitnah terkait berita dugaan money politik dalam Pemilihan Umum Legislatif di dapil Ponorogo (Jawa Timur). Tapi setelah dilakukan mediasi oleh AJI dan Dewan Pers, putra presiden SBY dan partai Demokrat langsung mencabut laporan pidananya terhadap pers (9/4/09), yang berarti tidak ada gugatan pidana maupun perdata terhadap pers dan wartawan.

Mencoreng Nama Baik Polri

AJI Indonesia menyatakan gugatan perdata dan pidana Jenderal Sisno terhadap Jupriadi akan merusak citra dan nama baik institusi Kepolisian RI, lembaga negara yang baru-baru ini mendeklarasikan reformasi birokrasi dengan konsep “quick win”. Salah satu prinsip reformasi birokrasi ialah mendorong transparansi pejabat dan meningkatkan pelayanan publik. "Sikap Sisno sepertinya tak mencerminkan semangat Polri. Apakah menggugat pidana sekaligus perdata warga negara yang kritis itu termasuk reformasi birokrasi dan pelayanan publik?" gugat Nezar Patria.

AJI, tambah Nezar, akan melaporkan tindakan Jenderal Polisi Sisno Adiwinoto ke Kepala Kepolisian Republik Indonesia, Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas), dan Presiden RI, dengan dugaan penyalahgunaan wewenang jabatan (abuse of power) dan melanggar konstitusi negara. Harapan AJI, kepala kepolisian RI segera mengambil tindakan yang diperlukan terhadap Irjen Polisi Sisno Adiwinoto yang saat ini menjabat sebagai Kepala Polisi Daerah sumatera Selatan (Sumsel).

Terbit di Borneo Tribune pada 16 April 2009

1 comment :

Anonymous said...

Sistem pemerintahan otoriter nampaknya masih bergentanyangan di era reformsi, Menurut hemat saya, seorang pemimpin yang baik akan selalu bersikap arif dan bijaksana, mengayomi masyarakatnya. Negara kita kan negara demokratis, negara yang menghargai berpendapat setiap warganya. tapi dalam kasus ini sungguh terlihat sifat keegoisan. Coba kita pikirkan, berapa banyak waktu yang terbuang untuk mengurusi kasus ini, kasus yang semestinya bisa diselesaikan dengan dialog atau hak jawab padahal masih banyak tugas yang mesti dibenahi untuk rakyat, jadi menurut hemat saya, permasalahan ini sangat menyia-nyiakan waktu, apalagi seorang pemimpin pastinya lebih banyak tugas yang menanti, apalagi masih dalam situasi pemilu ini.