*Borneo Tribune Ist Anniversary
Muhlis Suhaeri dan Antara
Borneo Tribune, Pontianak
Dalam rangka merayakan ulang tahun pertama pada 19 Mei, Harian Borneo Tribune mengadakan dialog dan silaturahmi dengan Brigjen Pol R. Nata Kesuma. Acara juga diisi dengan peluncuran buku di Hotel Gajah Mada, Selasa (19/5). Berbagai elemen masyarakat, aparatur pemerintah, kepolisian, LSM, pers, hadir dalam acara tersebut.
Ada dua judul buku yang diterbitkan. Pertama, Opini Dari Tibune 1. Yang merupakan kumpulan rubrik opini dari para penulis yang memasukkan tulisannya ke Borneo Tribune. Kedua, Islam dan Etnisitas di Kalimantan Barat. Buku ini menceritakan interaksi Islam dengan penduduk lokal di Kalbar. Dan, bagaimana gambaran Islam diantara berbagai etnik.
Buku dicetak STAIN Press. Saat ini, sudah ada sekitar 30 buku dicetak di sana. Penulis buku berasal dari berbagai macam kalangan, tak hanya dari STAIN saja.
Yusriadi, selaku editor buku dan redaktur di Borneo Tribune, menandai peluncuran dengan menandatangani buku. Setelah itu, buku diserahkan secara simbolis kepada AKBP Suhadi SW, mewakili Kapolda Kalbar. Haitami Salim dari Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri (STAIN). Thadeus Yus dari FLEGT (Forest Law Enforcement, Governance and Trade). FLEGT adalah program kerja sama dalam tata kelola masalah perhutanan dan tata kelola sektor kehutanan. Tujuannya mendorong penegakan dan penanganan IL.
Dalam dialog itu, Haitami Salim mengungkapkan pentingnya peran media dalam mengkomunikasikan berbagai pemikiran. Proses demokrasi dan bernegara tidak bisa dipisahkan dari peran media yang profesional. ”Media menyampaikan informasi dan berpengaruh besar, terutama bagi kami di dunia pendidikan,” kata Haitami.
Dengan isi yang baik dan berguna, pembaca akan menyimpan naskah dan mengklipingnya. Namun, ada juga media yang isinya tak membuat pembaca tertarik untuk menyimpannya. Sehingga koran hanya jadi pembungkus saja.
Karenanya, penting bagi media, mendokumentasikan berbagai artikel yang pernah diterbitkan menjadi buku. ”Menerbitkan buku berarti bekerja untuk keabadian,” kata Haitami. Menurutnya, pada dasarnya orang ingin keabadian. Tak heran bila sastrawan besar seperti Chairil Anwar pun, membuat puisi yang isinya ingin hidup seribu tahun lagi.
Ia berpendapat, menangani IL tidak bisa sendirian. Harus ada kerja sama antara berbagai institusi, aparat, dan penegakan hukum.
Acara juga diisi pembacaan puisi karya Alexander Mering oleh Dewi Safrianti.
Thadeus Yus berpendapat, peran media sangat penting dalam meningkatkan kesadaran bersama atas isu lingkungan. Karenanya, ia selalu mengadakan kerja sama dengan media, dalam melakukan sosialisasi kegiatan.
Menurutnya, IL sesuatu yang sering terjadi di Kalbar. Persoalan IL tak terhenti sampai saat ini. Kalau semua orang tahu tentang masalah IL, akan lebih mudah melakukan pencegahan. ”Kerja sama perlu untuk menjaga, bahwa lingkungan milik bersama,” kata Thadeus.
Kepala Kepolisian Daerah Kalimantan Barat (Kalbar), Brigjen Pol, R. Nata Kesuma melalui Kepala Bidang Humas Polda Kalbar, Ajun Komisaris Besar Pol, Suhadi SW mengatakan, Provinsi Kalbar, dengan wilayah yang cukup luas yang berbatasan langsung dengan Sarawak dan laut China Selatan, sangat rawan terhadap berbagai kegiatan ilegal.
"Kalbar sangat rawan terjadi praktek ilegal seperti, pembalakan hutan secara liar, konflik, sasaran eksploitasi kekayaan alam, jalur perdagangan gelap, penyelundupan, perdagangan manusia, infiltrasi, dan sabotase," kata Suhadi SW.
Ia mengatakan, karena kondisi geografis Kalbar yang sangat rawan terhadap kegiatan ilegal, Polda Kalbar telah melakukan patroli bersama dengan PDRM (Polis Diraja Malaysia) guna menekan praktek yang bersifat ilegal itu.
"Tetapi kita masih mengalami masalah yang sangat rumit, terutama bidang SDM (Sumber Daya Manusia) dan sarana infrastruktur seperti jalan di sepanjang kawasan perbatasan Kalbar-Malaysia Timur (Sarawak) sepanjang 857 kilometer yang tidak semuanya ada akses jalan," ujarnya.
Selain itu, Polda Kalbar juga secara rutin melakukan patroli bersama TNI (Tentara Nasional Indonesia) dan masyarakat sekitar guna menjaga kawasan perbatasan yang cukup panjang tersebut.
Saat ini, jumlah personel di lingkungan Polda Kalbar secara keseluruhan sebanyak 9.255 orang dan 309 PNS. Terbanyak dari jajaran Bintara yakni 8.553 personel, kemudian perwira pertama 545, perwira menengah 156, dan satu perwira tinggi.
Wilayah perbatasan Indonesia yang berbatasan dengan Malaysia memiliki panjang 1875 kilometer, terdiri dari Kalimantan Timur 1.038 kilometer dan Kalimantan Barat 857 kilometer.
Pemerintah Provinsi Kalbar, telah menata konsep pembangunan daerah di sepanjang perbatasan Kalimantan dengan Malaysia terbagi dalam empat bagian yakni Lini I Luar (Border Lini), Lini II Luar (termasuk daerah komunikasi), akses jalan raya dan fasilitas sosial lain, dan Lini Dalam (termasuk daerah komunikasi).
Lini I Luar terbentang sepanjang perbatasan dengan lebar sekitar satu kilometer dari batas depan daerah perbatasan (BDDP). Di Lini II Luar dengan lebar sekitar tiga kilometer, merupakan kawasan Hutan Tanaman Industri (HTI) dan perkebunan sawit dengan sistem inti dan plasma.
Dengan dibangunnya perkebunan sawit di sepanjang kawasan perbatasan Kalbar-Malaysia Timur, maka diharapkan masyarakat Kalbar bisa menjaga kedaulatan NKRI (Negara Kesatuan Republik Indonesia) dari rongrongan pihak luar.
Data Komando Daerah Militer VI/Tanjungpura, saat ini TNI-AD memiliki sedikitnya 24 pos di sepanjang perbatasan Kalbar-Malaysia Timur. Ancaman meningkat seiring pertambahan penduduk yang secara tidak langsung menimbulkan masalah sosial yang diikuti peningkatan pelanggaran di segala bidang.
Saat ini di sepanjang perbatasan Kalimantan-Sarawak sudah didirikan sebanyak 54 pos pengamanan dan telah membentuk lima Komando Kewilayahan TNI Angkatan Darat, yang ia nilai masih belum memadai.
Jumlah pos tersebut belum memadai untuk menjawab ancaman secara optimal karena panjang perbatasan mencapai 2.000 km sehingga butuh pos pengamanan lebih banyak lagi. Akibat minimnya infrastruktur jalan, aktifitas pembalakan liar di Kalbar lebih marak dibandingkan dengan di Kaltim.
Makarius Sintong dari Dewan Adat Dayak (DAD) Kalbar mengemukakan perlunya sinergi antara instansi yang terkait terhadap IL. ”Sekarang ini kepolisian ibarat bermain sendiri. Begitu juga TNI. Saya tidak melihat peran Dinas Kehutanan. Apakah hilang terhadap kegiatan yang dilakukan TNI atau polisi yang sendiri-sendiri?” kata Makarius seolah bertanya.
Pemda sebenarnya juga ada tugas dalam penanganan IL, tapi tidak bisa berjalan. Jangan sampai peradilan IL seperti segitiga emas. ”Ada polisi, jaksa dan hakim. Illegal logging bisa dilakukan BAP, tapi tak bisa diteruskan di pengadilan,” kata Marius.□
Edisi cetak ada di Borneo Tribune 20 Mei 2008
Foto Lukas B. Wijanarko
Tuesday, May 20, 2008
Rayakan Ulang Tahun dengan Dialog
Subscribe to:
Post Comments
(
Atom
)
No comments :
Post a Comment