Tuesday, August 21, 2007

Pembatalan Sepihak itu, Sebuah Tragedi Kebudayaan

Muhlis Suhaeri
Borneo Tribune, Pontianak


Ripana Puntarasa berpendapat, pemutusan sepihak oleh managemen Ayani Megamal, atas pameran fotografi jurnalistik, sebagai tragedi kebudayaan. Hal itu diungkapkannya dalam diskusi di kantor Borneo Tribune. Diskusi itu merupakan refleksi dan perenungan mengenai hari HUT Kemerdekaan RI ke 62. Ripana Puntarasa adalah Institusional Development Specialist, pada Neighborhood Upgrading And Shelter Sector Project (NUSSP).

“Ada satu tragedi kebudayaan, ketika pameran karya jurnalisme digagalkan. Ini satu tindakan aroganisme managemen Megamal,” kata Ripana, “saat ini harus disadari bersama, bahwa proses kreatif dengan begitu saja diputus, tanpa dialog yang jelas.”

Ironisnya, hal itu bertepatan dengan perayaan kemerdekaan RI. Ketika semua orang sedang berbicara dan memperingati HUT Kemerdekaan RI. Menurutnya, hal itu sangat berbeda dengan peristiwa 16 Agustus 1945, ketika Sukarni, Chaerul Saleh dan beberapa pemuda mendorong dan mendesak Sukarno dan Hatta, untuk segera memproklamirkan kemerdekaan RI.

Ripana berpendapat, “Suatu tindakan yang tidak memanusiakan manusia, merupakan tindakan bukan manusia.”

Begitu juga dengan masalah pembangunan. Pembangunan harus bisa menyejahterakan manusia. Pembangunan harus bisa mengangkat harkat dan martabat manusia. Warga dalam kontek pembangunan sebagai kewajiban dan amanat konstitusi. Pemerintah dibentuk untuk menyejahterakan dan menciptakan kesejahteraan umum. Ketika pembangunan tidak melibatkan warga dalam suatu pengambilan keputusan, dan tidak memanusiakan harkat dan martabat kemanusiaannya, maka itu juga bukan tindakan manusia.

Untuk memanusiakan warga dalam kontek pembangunan, merupakan satu kewajiban institusi yang dicipta dan membangun kesadararn umum, berdasarkan kehidupan bangsa.

Ketika ada pembangunan kota, seperti relokasi pasar, pembangunan jalan, perumahan, dan lainnya, kata kuncinya adalah, bagaimana rakyat punya kepentingan dasar dan mereka diajak diskusi. Pembangunan adalah merekonstruksikan nilai-nilai itu. Sistem pembangunan nasional harus membuat hal itu.

Pembangunan adalah media untuk bisa mengembangkan hal itu, dan tidak hanya mengembangkan pertumbuhan saja. Atau, pasar, investasi dan sebagainya. Nilai kemanusiaan harus dimunculkan, karena sebelumnya manusia tidak dimanusiakan oleh sistem imperialis.

Sekarang ini, refleksi mengenai kemerdekaan tidak lagi bisa dalam bentuk bambu runcing. Kemerdekaan adalah pengendalian nafsu dan kontrol kekuasaan, terhadap kekuasaan yang mengekploitasi manusia, modal dan nilai kemerdekaan. “Dan eksistensi manusia, esensi dasar kemanusiaannya adalah ke sana,” kata Ripana.

Melihat kondisi dan situasi seperti itu, jurnalis harus bisa mengabarkan dan menggambarkan apapun situasinya ke warga. Jurnalis harus punya kepekaan pada kemanusiaan, sosial, kultural, keberpihakan pada memanusiakan manusia. Bukan pada manipulasi dan tidak berpihak pada kemanusiaan dan membodohkan warga.

Media harus bisa mencerdaskan. Dan dalam rangka membawa pluralisme dan kesadaran bersama. Pada kontek ini, jurnalisme harus bisa memahami harkat kemanusiaannya. “Kita harus menyadari bahwa jurnalisme adalah satu konteks yang mencerdaskan,” kata Ripana.

Ripana memberikan satu contoh dalam novel Bumi Manusia karangan Pramoedya Ananta Toer. Sang tokoh Minke, yang merupakan personifikasi dari Tirto Adi Suryo, sang jurnalis. Ketika mendapat tekanan dari Belanda, harus ada substansi dan menjelaskan tentang hal yang terjadi. “Saya akan melawan dengan pena,” kata Minke. Melawan dengan pena adalah mencoba menjelaskan kepada publik dari situasi yang sangat menekan dan sangat prinsip.

Dalam sikap dan perilakunya, manusia harus bisa menciptakan cinta kasihnya. Manusia merdeka, harus bisa melihat manusia, juga alam. Pembangunan harus membuat manusia merasa nyaman. Untuk membuat warga merasa nyaman.

Jurnalis harus bisa menciptakan esensi dan menjadikannya sebagai naskah visual dan tulisan kepada publik. Bila hal itu dimanipulasi, tidak akan bisa mencerdaskan. Jurnalis harus punya kepekaan. Bukan berpihak pada manipulasi yang menghilangkan hak dasar.

Jurnalisme harus bisa menghilangkan klenik, ekploitasi seks dan lainnya. Pembangunan harus menghasilkan 10 hak dasar. Hak atas pangan, sandang, papan, dan lainnya.

Pembangunan tidak boleh bersifat prakmatis. Pembangunan juga tidak boleh mengganggu kehidupan sehari-hari manusia, sehingga mereka hilang hak dasarnya.□

Edisi Cetak ada di Borneo Tribune, 21 Agustus 2007.

Foto Lukas B. Wijanarko.



No comments :