Tradisi dan Sejarah Pers yang Terjaga
by Muhlis Suhaeri
Congress shall make no law respecting an establishment of religion or prohibiting the free exercise thereof or abridging the freedom of speech; or of the press; or the right of the people peaceably to assemble, and to petition the government for a redress of grievances. (The first amendment to the constitutions of the United State).
Tulisan dalam ukuran besar itu, mengukir dinding depan sebuah gedung beraksitektur modern, setinggi enam lantai di jalan 555 Pennsylvania Avenue, N.W, Washington DC. Inilah gedung Newseum yang didirikan pada 2008. Sebuah museum yang merangkai sejarah panjang pers di Amerika. Tak jauh dari gedung ini, kita bisa menyaksikan Capitol Hill atau Gedung Konggres Amerika di Washington.
Pada halaman depan gedung, pengunjung langsung disuguhi deretan kaca berisi berbagai halaman depan surat kabar. Ia seakan menyambut setiap tamu yang datang, untuk melihat dan menelusuri setiap detail dari sejarah panjang pers di Amerika.
Tradisi kebebasan surat kabar di Amerika sangat terjaga. Bahkan, UUD memberikan perlindungan, seperti tertuang dalam Amandemen I UUD. Karenanya, media benar-benar memiliki fungsinya sebagai pilar keempat demokrasi, selain eksekutif, legislatif dan yudikatif.
Untuk masuk ke Newseum, pengunjung harus membayar $ 20 dollar. Ada dua pintu masuk. Pintu masuk bagi rombongan dan perseorangan. Banyak rombongan anak sekolah dan keluarga mengunjungi tempat ini.
Museum ini sangat interaktif. Pengunjung bisa melakukan berbagai eksperimen dan mencoba berbagai fasiltas teater dan pertunjukkan, ruang audio dan video, hingga praktek menjadi seorang reporter televise.
Ada enam lantai di bangunan ini. Bentuknya atrium dengan bagian tengah merupakan ruang kosong. Dari pintu masuk utama, kita langsung bisa menyaksikan sebuah helikopter jenis Bell bertengger di atas ruangan. Helikopter ini biasa digunakan untuk membuat berita seputar lalu lintas.
Pada lantai paling dasar terdapat Conus I Truck. Mobil ini berisi berbagai peralatan liputan, untuk sebuah acara langsung di televisi. Tak kalah fantastiknya adalah, adanya enam bekas dinding tembok Berlin dari Jerman dan menara pengawas. Tembok setinggi sekitar 2,5 meter tersebut, lengkap dengan coretan dan grafitinya, langsung dibawa dari Jerman, pascarubuhnya tembok yang pernah memisahkan Jerman Barat dan Jerman Timur.
Untuk lebih enaknya, pengunjung disarankan mulai mengunjungi lantai enam, terus turun ke bawah, lantai lima dan seterusnya. Pengunjung bisa menggunakan lift atau tangga melingkar.
Lantai enam berisi halaman muka sebagian besar surat kabar di Amerika dan dunia. Koran tersebut ditata dalam sebuah kotak kaca. “Di Newseum ada 700 halaman muka koran dari 75 negara di dunia. Namun hanya satu dari Indonesia. Yaitu, Media Indonesia,” kata Gene Mater, Media Consultant dari Freedom Forum. Gene merupakan salah satu pendiri, dan Freedom Forum adalah pengelola museum ini.
Pada lantai enam di bagian luar dari ruangan ini, ada Pennsylvania Avenue Terrace, juga berisi halaman muka surat kabar. Dari luar ruangan ini kita bisa melihat Gedung Konggres Amerika dengan lebih jelas.
Berjalan sedikit dari lokasi ini, pada lantai yang sama, terdapat Manhunt Chasing Lincoln’s Killer. Pengunjung akan disuguhi dokumentasi terbunuhnya presiden ke 16 AS, Abraham Lincoln. Di sini pengunjung bisa melihat berbagai gambar, lukisan dan teks yang mengisahkan terbunuhnya Abraham oleh Piter Both (?). Juga keterangan mengenai orang-orang yang terlibat dalam konspirasi pembunuhan Presiden, yang membebaskan perbudakan dari Amerika tersebut.
Turun ke lantai lima, pengunjung bisa melihat sejarah dari pemberitaan. Sejarah pemberitaan yang berawal dari buku, hingga terciptanya koran, radio, televisi dan internet. Berita-berita besar yang menjadi momentum dari sebuah peritiwa besar di dunia, terdokumentasi dengan baik lewat berbagai halaman muka surat kabar. Peristiwa terbunuhnya JF Kennedy, berakhirnya perang Vietnam hingga peristiwa sunami Aceh di koran The Jakarta Post, bisa kita lihat di sini.
Tak hanya itu, sebanyak lima teater juga bakal memanjakan rasa ingin tahu pengunjung dengan dokumentasi melalui audio visual. Dari lantai ini, kita juga bisa menyaksikan sebuah replika dari satelit ATS 1, yang dibuat untuk siaran langsung lima stasiun televisi.
Lantai empat merupakan drama dari peristiwa rubuhnya menara kembar World Trade Center (WTC). Peristiwa itu biasa disebut 9/11. Ratusan halaman muka surat kabar dari berbagai belahan dunia yang memberitakan peristiwa ini, menempel pada dinding selebar puluhan meter persegi. Pengunjung juga akan diaduk-aduk emosinya, lewat gambar-gambar dan audio visual yang bercerita tentang 9/11.
Tak hanya itu, berbagai perlengkapan jurnalis, seperti kamera, tas, buku catatan, kartu pers, yang berserakan dan rusak akibat meliput peristiwa tersebut, juga ditampilkan di sini. Lantai empat juga bisa disaksikan lima dari isi Amandemen I UUD Amerika, yang salah satunya berisi jaminan terhadap kebebasan pers.
Lantai tiga diisi dengan berbagai perkembangan media yang dimulai pada abad ke 19, seperti radio, televisi dan internet. Sebuah dinding besar dan berisi berbagai catatan tentang jurnalis yang menjadi korban selama melakukan liputan, juga ada di sini.
Tak kalah menariknya, di lantai ini terdapat master kontrol yang menjadi pusat kendali bagi siaran televisi. Juga, studio televisi dan berbagai pemberitaan dunia melalui media massa eletronik. Di bagian sudut sebuah ruangan, terdapat berbagai perlengkapan dan alat kerja seorang legenda jurnalis di AS, Robert R. Murrow.
Pada lantai dua terdapat ethics center. Di sini pengunjung bisa melakukan berbagai permainan yang berhubungan dengan masalah etika di bidang jurnalistik. Bagi pengunjung yang ingin merasakan menjadi reporter dan melakukan siaran langsung, layaknya seorang jurnalis profesional, ada kamera yang bisa siarang langsung di ruangan ini.
Lantai merupakan pintu masuk utama. Di lantai ini terdapat Annenberg Theater yang bisa digunakan untuk menyaksikan berbagai film dan pemberitaan. Rentetan foto-foto pemenang hadiah Pulitzer terpajang di sini. Pulitzer merupakan penghargaan bergengsi dalam bidang jurnalistik di AS. Diambil dari nama Yoseph Pulitzer, seorang pelopor dan pendiri berbagai koran di AS.
Di lantai satu terdapat toko terbuka yang menjual berbagai souvenir khas Newseum. Toko yang sama juga terdapat di lantai dua.
Lantai dasar selain berisi kepingan tembok Berlin, beserta menara pengawasnya, juga terdapat lima teater kecil. Pengunjung tinggal memilih, mau menyaksikan apa. Sebab, ada teater tentang dokumenter, olahraga, dan berbagai isu pemberitaan lainnya.
Di lantai dasar terdapat pusat jajan dan makanan. Bagi pengunjung yang merasa lapar setelah berkeliling enam lantai gedung ini, bisa rehat sejenak sambil menyeruput minuman ringan dan makanan. Setelah makan, pengunjung harus membawa nampan dan bekas makanannya ke tempat penyimpanan nampan kotor.
Yang paling menarik menyaksikan rangkaian Newseum adalah, sebagian besar ruangan atau isi museum, disumbang oleh orang atau lembaga. Semangat filantrophy atau mendonasikan uang bagi suatu kegiatan atau konservasi, merupakan salah satu tradisi di AS. Nah, bagaimana dengan Indonesia?
Edisi cetak di Tribun Pontianak, 22 April 2010
Thursday, April 22, 2010
*Melongok Amerika dari Dekat (Bagian 2)
Subscribe to:
Post Comments
(
Atom
)
No comments :
Post a Comment