USA, Disiplin dan Aturan Jelas
By Muhlis Suhaeri
Sebagian besar kota di Amerika memiliki tata ruang yang tertata rapi. Kota memiliki blue print. Ada aturan jelas. Orang tidak bisa membangun sembarangan dan seenaknya sendiri.
Kota ditata berdasarkan blok-blok wilayah. Satu blok biasanya selebar 1 acre atau 70 meter persegi. Setiap beberapa blok ada taman kota. Tata kota yang permanen, membuat kota tetap terjaga. Bahkan, hingga ratusan tahun, sejak pertama kali didirikan.
Selama mengunjungi AS, jalan-jalan di dalam kota jarang terlihat macet. Kendaraan dialihkan dengan jalan keluar wilayah kota. Ada jalan tol penghubung ke semua wilayah. Bahkan ke semua negara bagian. Semuanya gratis. Tak perlu bayar. Begitu juga dengan air minum. Semua bisa langsung diminum dari kran.
Aku langsung teringat dengan air produksi Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM). Bagaimana bila air dari kran langsung diminum? Pasti perut akan melilit dibuatnya. Karenanya, mau tak mau, harus merogoh uang kocek sebesar Rp 30 ribu, untuk satu gallon air atau 5 liter air, yang biasa kami konsumsi selama 4-5 hari.
Pemerintah AS sangat memperhatikan sarana dan fasilitas untuk warganya. “Ya, kami membayar pajak, kami harus dapat faslitas yang baik,” kata Michele dari Siera Club, pegiat LSM lingkungan di AS.
Sebagai pusat pemerintahan, Washington DC juga ditata dengan perencanaan yang baik. Tinggi bangunan tak boleh lebih dari The Washington Monument. Ini tugu berbentuk obelisk, setinggi 555 kaki atau sekira 169 meter.
Berbeda dengan Washington, New York merupakan kota jasa dan pusat perdagangan di pantai timur AS. Menginjakkan kaki di New York, ibarat berada di belantara gedung pencakar langit. Sangking tingginya, banyak jalan di New York, tak tersentuh panas matahari.
New York dihuni sekitar 8 juta orang. Meski padat dan sesak oleh manusia dan gedung pencakar langit, New York bukan kota semrawut. Setiap blok ada perempatan jalan yang diatur lampu lalu lintas. Di antara perempatan jalan tersebut, orang berlalu lalang dengan dinamis. Langkah-langkah para pejalan kaki seolah saling berpacu, dengan jarum jam yang terus berputar.
Karenanya, jangan sekali-kali lengah ketika menyusuri jalan di kota New York. Sekali terpisah dari rombongan, Anda akan alami kesulitan menemukan teman tersebut. Dia seakan hilang begitu saja, di tengah pusaran manusia, dan orang yang sedang berjalan kaki.
Seorang teman yang ditemui di New York berkata, Coen Husain Pontoh mengatakan, “Persaingan dan kehidupan di New York, luar biasa.”
Ketika meneruskan perjalanan ke Atlanta, pesawat dari New York, tak bisa langsung menuju ibukota negara bagian Georgia tersebut. Cuaca buruk membuat maskapai membatalkan penerbangan. Namun, maskapai penerbangan tetap bertanggungjawab, dan memberangkatkan kami menuju Houston. Dari sini, langsung ke Atlanta. Yang termasuk wilayah selatan AS.
Hampir di semua penerbangan domestik di AS, memberlakukan pengamanan dan pemeriksaan sangat ketat, terhadap semua penumpang. Segala macam tas, laptop, sepatu, ikat pinggang, dan sesuatu yang bakal menimbulkan bunyi, harus diletakkan dalam wadah khusus. Tas di bagasi tidak boleh dikunci. Tapi, Anda tidak perlu kuatir, barang Anda tak bakal hilang atau diambil petugas.
Hal itu dilakukan pascaperistiwa 9/11 atau ditabraknya menara kembar WTC oleh pesawat terbang. Bahkan, pemerintah AS membuat departemen baru. Namanya, Homeland Security Service. Salah satu tugasnya, mengamankan seluruh penerbangan domestik di AS.
Meski matahari bersinar lebih hangat di Atlanta, namun angin yang selalu bertiup kencang, membuat udara kota lebih dingin. Badan alergi dan muncul bercak-bercak merah yang rasanya gatal sekali. Ini kami alami semua. Karenanya, krim pelembab kulit dan bibir, harus selalu dibawa. Agar, kulit tak semakin pecah dan kering.
Selepas Atlanta, kami menuju St. Louis, Missouri. Kota ini menjadi pintu masuk bagi wilayah pantai timur AS, menuju pantai barat. Sejarah AS memang dimulai dari pantai timur. Sebagai simbol dari penjelajahan ke wilayah barat, pemerintah AS membuat monumen Gateway Arch. Ini tugu berbentuk melengkung, menyerupai gerbang, terbuat dari baja stainless setinggi 630 feet, dan lebar 630 feet. Satu feet sama dengan 30,48 cm.
St. Louis kota kecil. Penduduknya ramah dan bersahabat. Banyak bangunan tua dengan kondisi masih terawat dan apik.
Di sini banyak kampus terkenal. Salah satunya, Webster University. Ketika kami bertemu dengan beberapa dosen jurnalistik dari Webster, mereka dengan bangga menunjukkan sebuah kertas berisi, wisuda salah satu alumnusnya. Namanya, Susilo Bambang Yudhoyono. Biasa disebut SBY. Dia Presiden RI.
Perjalanan terakhir menuju San Francisco, California di pantai barat AS. Sepanjang perjalanan dari St Louis ke San Francisco, banyak wilayah kosong tak berpenghuni. Tapi, struktur tata wilayah dengan model blok, sudah dibuat sedemikian rupa. Dari atas pesawat, terlihat wilayah berbentuk kotak-kotak. Rapi dan tersusun. Ketika wilayah itu ditinggali, orang menyesuaikan sesuai dengan tata ruang yang sudah ada.
San Fransisco merupakan kota berbukit dengan Samudera Pasifik sebagai batas langsungnya. Memasuki wilayah udara kota ini, pesawat akan selalu disambut awan. Udara di kota ini lebih hangat. Namun, salju sesekali tetap saja nampak.
Stuktur kota ini unik, karena dibangun di atas bebukitan. Sehingga, banyak pencakar langit mengikuti struktur tanah yang miring, bahkan hingga 45 derajat. Ada sistem angkutan sangat khas di San Francisco. Kereta satu gerbong yang sanggup naik, hingga puncak paling tinggi di kota. Memakai jalur rel.
Penduduk di kota ini sangat beragam. Banyak orang Asia tinggal di sini. Orang dari China, Pilipina, Vietnam, Thailand, dan lainnya. “Meski beragam, tidak pernah terjadi keributan antara orang-orang yang tinggal di kota ini,” kata Albert, sopir yang biasa mengantar kami.
Karenanya, berjalan di kota San Francisco, serasa tinggal di kota sendiri. Hanya saja, mereka tentu ada kelebihannya. Mereka lebih tertib, disiplin dan modis….
Tuesday, April 20, 2010
IVLP, Keliling Lima Negara Bagian Amerika
Subscribe to:
Post Comments
(
Atom
)
No comments :
Post a Comment