Ratusan rumah berdiri di atas air
Dalam keremangan malam, mereka menyalakan nasib.
Berbekal lampu petromak dan sebuah bagang dari kayu nibung,
Mereka berjuang mengadu nasib.
Lalu, menunggu dan menunggu…..
Pada sebuah jaring yang terentang, nasib sebuah keluarga dipertaruhkan.
Ikan, kepiting, cumi yang mengerubung cahaya pun, mulai tersangkut.
Pada keesokan hari, keluarga telah menunggu.
Hasil tangkapan berpindah tangan. Dibersihkan, kemudian dikeringkan.
Apa boleh buat,
nelayan harus menjual hasil tangkapan pada tengkulak,
Yang telah memberi mereka modal, tuk mendirikan bagang.
Tentang harga, tengkulak yang menentukan.
Murah memang, namun apa boleh buat.
Nelayan harus mengangsur utang yang mereka buat.
Dalam lingkaran hidup yang terus bergerak, nelayan terjerat.
Menapak hidup dalam gelombang alam dan kapital yang tak pernah surut.
Itulah nasib para nelayan di Pulau Kabung, Kalbar.
Fotografer : Lukas B. Wijanarko
Teks : Muhlis Suhaeri
Sunday, April 13, 2008
Rumah di Atas Air
Posted by Muhlis Suhaeri at 9:03 AM
Labels: Essai Foto
Subscribe to:
Post Comments
(
Atom
)
No comments :
Post a Comment