Thursday, April 17, 2008

Pesan Singkat Berujung Perkara

Ivona Hartini Leonardi, perempuan yang sudah lama pensiun mengajar itu, terpaksa tampil lagi di depan kelas. Di usianya yang senja, 70 tahun, ia berceloteh di hadapan 40 murid Taman Kanak-kanak (TK) Karitas Dharma di Gang Rambutan, Jalan Yos Sudarso, Pontianak, Kalimantan Barat. Tapi perempuan itu terlihat murung dan agak canggung.

Maklum, para siswa sebentar-sebentar menanyakan Felix Setyawan Hidayat. "Mana Pak Felix? Kok, tidak pernah ada? Kapan Pak Felix pulang?" begitu para bocah itu bertanya-tanya. Ivona pun kerap terdiam. "Soalnya, saya juga tidak tahu kapan anak saya, Felix, pulang," ucapnya, sedih.


Felix, anak nomor tiga pasangan Leo Wardi Hidayat dan Ivona, adalah guru tetap di TK tersebut. Sejak 16 Maret lalu, lelaki 37 tahun yang disayang muridnya itu menginap di tahanan Kepolisian Daerah (Polda) Kalimantan Barat. Tuduhannya, seperti ramai diberitakan media, adalah gara-gara mengirim pesan singkat (SMS) yang dinilai menghina presiden.

Pesan singkat yang dikirim ke 9949 --nomor layanan SMS pengaduan ke Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY)-- itu menyebut SBY sebagai tempe. Tak lama berselang, tim Detasemen Khusus (Densus) 88 Polda Kalimantan Barat menggerebek kediaman Felix dan menciduknya.

Ketua tim advokasi Felix, Bruder Stephanus Paiman, menyesalkan penangkapan itu. Ia yakin, Felix tak bermaksud menghina presiden. "Apa yang dilakukannya hanyalah ungkapan emosional anak manusia yang setelah sekian lama berusaha mendapat keadilan, tapi tak kunjung berhasil," kata Penanggung Jawab Forum Relawan Kemanusiaan Pontianak itu.

Memang SMS bernada gusar itu tak lepas dari kedongkolan Felix. Alkisah, beberapa tahun silam, Felix ingin membangun tempat bermain bagi murid-muridnya. Ia membeli sebidang tanah di samping rumahnya yang merangkap sebagai TK warisan itu. Kedua orangtuanya adalah pendiri dan pengajar di TK tersebut.

Ketika tanah itu akan dia pagar, tetangga Felix keberatan karena menganggap sebagian tanah tersebut miliknya. Tak mau ribut, Felix meminta petugas Badan Pertanahan Nasional (BPN) setempat mengukur ulang tanah. Ternyata tanah itu memang milik Felix.

Felix kembali memagar tanah itu, yang berujung lima lelaki memukulinya. Kasus ini sampai ke kepolisian. Tapi orang yang memukul tak ditahan. Felix jeri sekaligus geram. Ia lantas mengadukan terhalangnya pembangunan pagar TK itu ke jajaran kepolisian dan Pemerintah Kota Pontianak.

Merasa tak juga ada penyelesaian, Felix akhirnya mengirim SMS pengaduan ke 9949 pada 8 Februari 2007 pukul 09.42 WIB. Intinya, Felix menuding Wali Kota Pontianak serta Reskrim Polda Kalimantan Barat dan jajarannya ikut berulah, sehingga upaya pemagaran itu terhambat.

Pesan singkat itu mendapat balasan standar: "Terima kasih atas partisipasi Anda, pesan Anda telah kami terima." Tak puas, Felix mengirimkan SMS yang sama ke layanan SMS Ani Yudhoyono, istri SBY. Jawaban yang didapat, menurut Paiman, menyarankan agar mengadu ke pemda setempat saja, tak perlu sampai ke ibu negara.

Suatu malam, beberapa waktu silam, Felix menonton televisi. Di layar kaca, Presiden SBY menanggapi langsung masalah pengusaha tempe yang kekurangan bahan baku. Spontan Felix mengirim SMS via 9949. Bunyinya, seingat Paiman: "Bgmana Pres, jgn hanya ngurusi tahu tempe, ini masalah serius, ini masalah pendidikan. Kalau bp spt ini berarti bp tempe."

Nah, menurut Paiman, Felix pun didatangi tim Densus 88, terdiri dari 9-10 orang. Tengah malam itu, Felix diinterogasi. Suara gaduh membuat Ivona terjaga. Ivona mengaku melihat dan mendengar anaknya dicecar dengan berbagai pertanyaan seputar SMS ke SBY itu.

Dini hari, Felix dibawa ke markas Densus 88, di samping markas POM, Jalan Urip Sumoharjo, Pontianak. Tiga telepon seluler, satu laptop, buku nomor telepon, dan printer dibawa serta. Paginya, anggota Densus 88 mengantar surat penahanan bernomor NP.Pol: SP.Kap/45/III/2008/Ditreskrim ke Ivona.

Felix dibawa ke tahanan Polda Kalimantan Barat. Ia ditahan selama 20 hari, dari 16 Maret hingga 4 April 2008, dan diperpanjang lagi 40 hari. Ketika berada di tahanan Polda Kalimantan Barat, kasus Felix bergeser. Tidak lagi soal SMS ke presiden, meski masih menyangkut pasal pencemaran nama baik, dengan pelapor bibinya sendiri tertanggal 2 September 2007.

Dalam uraian singkat perkara pada surat perpanjangan penahanan itu disebutkan bahwa tersangka pada 24 Juni 2007 sekitar pukul 12.00 WIB melakukan tindak pidana pencemaran nama baik. Felix dianggap mencemarkan nama baik Ana Leowardi, bibi Felix.

Ini merupakan buntut perseteruan lama antara Felix dan keluarga bibinya, terkait kasus pencabulan. Adik Felix, Fransiskus, mencabuli anak bibinya itu. Fransiskus dihukum enam bulan penjara. Tak puas, Ana yang bersuami orang Singapura bernama Ong Tian You ini mengajukan banding dan menggugat Fransiskus Rp 1 milyar.

Felix lantas berusaha memecah konsentrasi keluarga Ana dengan mengirim surat elektronik ke kepolisian Singapura. Intinya menyatakan bahwa Jeppy Leowardi, anak Ana, adalah orang berbahaya dan memiliki senjata. Ia juga mengirim SMS serupa ke kepolisian setempat bahwa ada seorang yang mirip anggota Jamaah Islamiyah (JI) bersenjata di Jalan Beringin.

Wartawan lokal dikiriminya pula SMS bahwa rumah di Gang Beringin IX E/6 digerebek polisi karena ada orang mirip anggota JI. Rumah ini tak lain kediaman keluarga Ana. Penuturan Kadiv Humas Polda Kalimantan Barat, AKBP Suhadi S.W., polisi segera mengirim anggota Densus 88 ke Jalan Beringin.

Karena tak menemukan hal seperti dilaporkan dalam SMS itu, polisi kemudian melacak nomor telepon pengirim. Ulah Felix pun ketahuan. Menurut Suhadi, keluarga Ana tak terima dan melaporkan Felix ke polisi pada 2 September 2007. "Jadi, kasus ini tidak ada hubungannya dengan masalah SMS ke presiden," kata Suhadi.

Juru bicara kepresidenan, Andi Mallarangeng, mengaku tidak tahu-menahu ihwal kasus yang menimpa Felix itu. Ia mengingatkan, kasus pencemaran nama baik itu harus melalui delik pengaduan. "Dan selama ini, sama sekali tidak ada pengaduan dari pihak Presiden Susilo Bambang Yudhoyono terkait dengan SMS tersebut," kata Andi.

Boleh jadi, SBY memang tak sembarang buang waktu merespons SMS gusar tadi secara hukum. Pasalnya, terhadap SMS yang lebih keras saja, misalnya dari broker pelabuhan bernama Wita, SBY tak meladeninya. Pada waktu itu, Wita mengirim SMS ke layanan Polda Metro Jaya di nomor 1717, menuding keluarga SBY pencuri (Gatra, 18 April 2007).

Toh, Paiman tetap yakin, penahanan Felix terkait dengan SMS kepada SBY itu. Ia menduga, boleh jadi itu inisiatif Polda Kalimantan Barat yang ingin cari muka. Karena terbentur soal delik aduan, kata Felix, dicarilah alasan lain, termasuk pengaduan keluarga Ana. "Pengaduan (Ana) itu kan sudah lama, kenapa baru sekarang ditanggapi?" Paiman mencibir.

Akil Mochtar, anggota Komisi III DPR yang terpilih sebagai hakim Mahkamah Konstitusi, menilai tindakan polisi itu merupakan bentuk penyimpangan hukum. "Itu tidak boleh terjadi," katanya. Akil menyarankan Felix membuat pengaduan resmi ke Propam Polda Kalimantan Barat, Kapolri, Komnas HAM, dan DPR.

Menurut Paiman, ia telah melapor ke Propam Polda Kalimantan Barat. Ia pun berancang-ancang melapor ke Kapolri dan semua instansi terkait, termasuk lembaga bantuan hukum di Jakarta. "Saya siap habis-habisan," Paiman menegaskan. Wah, bakal rame nih.

Taufik Alwie, Bernadetta Febriana, dan Muhlis Suhaeri (Pontianak)
[Hukum, Gatra Nomor 23 Beredar Kamis, 17 April 2008]

1 comment :

David Pangemanan said...

PERADILAN INDONESIA AMBURADUL : INI BUKTINYA

Putusan PN. Jakarta Pusat No. 551/Put.G/2000/PN.Jkt.Pst membatalkan demi hukum atas Klausula Baku yang digunakan Pelaku Usaha. Putusan ini telah dijadikan yurisprudensi.
Sebaliknya, putusan PN Surakarta No. 13/Pdt.G/2006/PN.Ska justru menggunakan Klausula Baku untuk menolak gugatan (karena terindikasi gratifikasi di Polda Jateng serta pelanggaran fidusia oleh Pelaku Usaha). Inilah bukti inkonsistensi Penegakan Hukum di Indonesia.
Quo vadis hukum Indonesia ??

David Pangemanan,
(0274)9345675