Monday, April 28, 2008

Pembangunan Kota Pontianak Belum Singkron

Muhlis Suhaeri
Borneo Tribune, Pontianak

Pembangunan Kota Pontianak belum singkron. Hal itu bisa dilihat dari visi pembangunan kota yang tidak sesuai dengan strategi pembangunan yang dilakukan. Setidaknya, itulah yang bisa diambil dari hasil seminar tentang MDG’s di ruang Rohana Mutalib, aula gedung Bappeda Kota Pontianak, Sabtu (26/4).

Hadir sebagai pembicara, Razani, Asisten 1, Pemkot Pontianak. M Arif, anggota Komisi D DPRD Kota Pontianak. Reny Hidjazi, ketua Pusat Pengembangan Sumberdaya Wanita (PPSW). Sebagai moderator Indra Aminullah, program officer MDG’s Kalbar.


MDG’s singkatan dari Millenium Development Goals atau Tujuan Pembangunan Milenium. MDG’s merupakan hasil komitmen dari 189 negara pada KTT Millenium PBB pada September 2000. Ini agenda terpadu para pemimpin dunia dalam menangani isu perdamaian, keamanan, pembangunan, hak asasi manusia dan kebebasan fundamental.

Program ini memiliki delapan tujuan yang harus dicapai sebelum 2015. Tujuan itu adalah, menghapuskan kemiskinan dan kelaparan. Mencapai pendidikan dasar. Mendorong kesetaraan gender dan pemberdayaan perempuan. Menurunkan angka kematian anak. Meningkatkan kesehatan ibu. Memerangi HIV/AIDS, malaria dan penyakit menular lainnya. Dan, mengembangkan kemitraan global untuk pembangunan.

Dalam pemaparannya, Razani memperlihatkan berbagai hasil pembangunan di Kota Pontianak, sesuai dengan isu MDGs. Pemerintah telah melaksanakan berbagai program penanggulangan kemiskinan, kesehatan, pendidikan, dan lainnya. Ada atau tidaknya program MDG’s, sebenarnya pemerintah sudah melakukan pembangunan.

Dalam berbagai hal, pemerintah juga telah melakukan penguatan pembangunan. Namun, ia menyayangkan, terbatasnya anggaran pembangunan. “Hal ini yang membuat pembangunan tidak bisa fokus pada satu bidang,” kata Razani.

M Arif menyoroti pembangunan yang masih berorientasi pada pembangunan fisik semata. Keberhasilan pembangunan hanya diukur berdasarkan, ada atau tidaknya jalan, bangunan, jembatan dan bangunan fisik lainnya. Pembangunan sumber daya manusia (SDM), mental dan rohani belum dilakukan. Hal ini bisa dilihat dari minimnya anggaran pembangunan non fisik tersebut.

“Pembangunan mental dan spiritual, masih harus diperjuangkan. Untuk mendapatkan anggaran tersebut, harus bertengkar dulu di Dewan, agar anggaran itu bisa masuk,” kata Arif.

Arif menilai, pembangunan yang dilaksanakan, masih berorientasi dan berpihak pada pengusaha. Pembangunan juga masih meminggirkan partisipasi masyarakat. Karenanya, ia menegaskan, anggaran pendidikan dan kesehatan harus besar. “Pemerintah juga harus menciptakan lapangan kerja yang sesuai dengan permintaan pasar,” kata Arif.

Reny memaparkan berbagai kriteria dan hasil pembangunan yang telah dilakukan, dilihat dari kartu penilaian pencapaian MDG’s. Ada tiga tujuan, kenapa cara ini dilakukan. Pertama, menilai dan mengetahui sejauhmana upaya pencapaian MDG’s telah dilakukan di kota, kabupaten, provinsi atau negara. Kedua, memperluas pengetahuan atau meningkatkan kesadaran masyarakat atau para pemangku kepentingan MDG’s, bahkan dapat merupakan alat advokasi. Ketiga, sebagai alat bersama menyusun langkah kedepan, untuk mengejar ketertinggalan atau sekedar melanjutkan apa yang sudah dilaksanakan.

Ada lima kategori yang digunakan dalam kartu MDG’s. Partisipasi, efektivitas, efisiensi, visi kedepan, transparansi dan akuntabilitas.

Menurutnya, partisipasi masyarakat dalam proses pembangunan masih belum maksimal. Terutama partisipasi kaum perempuan. Begitu juga dengan efektivitas pembangunan, belum sepenuhnya tercapai. Banyak program yang diperuntukkan bagi masyarakat tertentu, misalnya penuntasan kemiskinan, tidak bisa dinikmati masyarakat yang membutuhkan.

Dalam masalah efisiensi, banyak sumber daya belum tergali dan bermanfaat dalam pembangunan. Misalnya saja masalah penggunaan APBD, lebih banyak untuk kepentingan belanja rutin atau kepentingan internal, daripada bagi pendampingan atau pemberdayaan masyarakat.

Visi kedepan pemerintah memiliki arti, bagaimana hubungan pembangunan dengan visi dan strategi untuk mencapai tujuan pembangunan milenium. Reny menilai, visi kedepan Pemkot Pontianak belum singkron dengan pembangunan yang dilaksanakan.

Hal ini bisa dilihat dari visi pembangunan yang tidak sejalan dengan strategi. “Banyak yang tidak singkron,” kata Reny.

Ia memberikan contoh. Dalam menentukan titik sasaran pembangunan pengentasan kemiskinan, sejak dulu yang menjadi target selalu wilayah Pontianak Timur dan Utara. Namun, hingga sekarang, statusnya tidak pernah meningkat. Masih miskin dan tertinggal.

Dalam masalah transparansi yang berkaitan dengan keterbukaan informasi antara pemerintah dengan masyarakat, juga belum terlaksana. Masyarakat susah mendapatkan berbagai informasi dan data. Misalnya, data penanggulangan kemiskinan, APBD, dan lainnya. Kalaupun ada, antara satu instansi dengan lainnya, terkadang tidak sama.

Reny menilai, dari hasil penilaian kartu MDG’s berdasarkan lima kategori tersebut, Kota Pontianak, rata-rata nilainya masih sangat kurang. Ia berharap, “Kartu itu tidak sekedar membaca, tapi akan ada tindaklanjut dari temuan yang sudah dilakukan.”

Lalu, bagaimana pendapat Buchary Abdurrachman, Walikota Pontianak terhadap program MDG’s?

Ketika membuka kegiatan seminar itu, Buchary menyatakan, “Itukan program Yahudi. Harus kita sikapi dengan iman kita.”

Lho, kok.....???□

Foto Muhlis Suhaeri
Edisi cetak ada di Borneo Tribune 28 April 2008


No comments :