Tuesday, November 1, 2005

Dia yang Terus Bekerja

Jika Anda punya gaji sekitar Rp 30 juta sebulan, maukah menyisihkan waktu dan tenaga lagi, untuk sebuah usaha yang “hanya” menghasilkan uang Rp 2 juta perbulan?

Mengapa tidak? Itulah jawaban Yuliana.

Perempuan yang dikarunia empat anak itu, telah membuktikannya. Dalam kesehariannya, dia bekerja sebagai unit manager sebuah asuransi, Manulife. Meski telah mendapatkan gaji yang cukup wah di tempatnya bekerja, dia masih menekuni sebuah usaha industri kecil.

Di perusahaan tempatnya bekerja, nenek dari seorang cucu ini, telah mendapatkan gaji Rp 30 juta. Bayangkan? Dengan uang Rp 30 juta perbulan, dia masih mau bersusah payah mencari dan menghasilkan uang yang jauh dari gajinya.


Apa motifasi dia melakukan hal itu?

“Yang pasti, usaha yang dijalankan ini telah menghidupi beberapa orang dan menciptakan lapangan tenaga kerja,” katanya memberi jawaban.

Apa yang dilakukannya memberikan pekerjan pada orang yang butuh kerja. Salah satu contoh, ada seorang janda yang kerja padanya. Perempuan itu merasa bersyukur karena mendapatkan pekerjaan dengan mengaduk dodol. Dengan cara itulah dia bisa membayar uang sekolah bagi anaknya. Dalam sebulan, perempuan itu bisa mendapat uang satu juta lebih. Kerjanya mengaduk dodol terus.

Melihat hal itulah, Yuliana akan selalu meneruskan usaha ini. Banyak juga orang yang berkata, dia punya gaji besar, kenapa masih mau melakukan ini. Mereka tidak tahu, bahwa apa yang dia kerjakan bisa membantu banyak orang. Dari segi kesehatan juga banyak manfaat yang didapat, karena dodol itu tanpa bahan pengawet.

Bagaimana Yuliana memulai usaha?

Awalnya, sebuah kekecewaan. Kekecewaan pada anaknya. Ceritanya ada seorang anak Yuliana yang kuliah teknik pada sebuah universitas di Malaysia. Ketika pulang ke Pontianak, sang anak selalu membeli lidah buaya dan membuat adonan dodol. Ada sebuah pertanyaan yang dia lontarkan pada anaknya. “Kok kamu disekolahkan mahal-mahal keluar negeri, cuma mengaduk dodol?”

Ada sebuah ketidakrelaan pada apa yang dibuat sang hati. Padahal sudah ratusan juta dia habiskan, untuk memperoleh pendidikan bagi anaknya. Kemudian anak itu pergi ke Jakarta. Selepas anaknya hijrah ke Jakarta, Yuliana selalu berpikir, ini anak sekolah tinggi pasti ada visi dan misinya.

Lalu, dia melanjutkan resep-resepnya dan menguji sendiri. Sampai akhirnya ketemu sendiri. Dia mulai membuat dodol pada tahun 2000. Ketika itu, dodol buatannya hanya untuk teman-teman sendiri saja. Tak terasa, sudah 5 tahun dia menekuni usaha itu.

Yuliana belum merasa perlu untuk mencari uang ke bank, bagi pengembangan usahanya. Dia belum pernah menawarkan diri mengambil uang ke bank. Orang dari bank pun belum ada yang datang menawarkan bantuan modal. Dia merasa apa adanya saja dalam mengembangkan usaha itu. Berawal dari uang yang ada saja. Yang dia kejar adalah permintaan dari produksinya.

Sekarang ini, sudah lima bulan yang lalu dia mengudnurkan diri sebagai unit manager, dan pindah ke agen manager. Dia merasa sayang meninggalkan pekerjaan itu, karena terlanjur sayang dengan nasabahnya. “Mereka baik dengan saya. Mereka dengar saya usaha ini, mereka dukung,” kata Yuliana.

Dalam masalah hak paten, dia merasa belum waktunya membuat hak paten bagi produksinya. Selain karena biayanya mahal, juga harus memikirkan produknya dulu. Kalau memang produknya sudah banyak, baru bisa memikirkan tentang hak paten. Yang penting, produk ini harus terus diperbaiki. Itulah visi dan misi dalam bisnisnya.

Apa targetnya dalam bisnis yang ditekuninya sekarang?

“Pokoknya, saya kejar terus target dan penghasilannya. Akan saya kejar terus, sampai punya penghasilan, seperti saya kerja di manulife,” jawab ibu ini, penuh semangat.***

Edisi Cetak, 7 November 2005, Matra Bisnis

No comments :