Monday, November 14, 2005

Mebel Jepara di Bumi Katulistiwa

Oleh: Muhlis Suhaeri

Keberadaan mebel Jepara, tak diragukan lagi. Keindahan motif dan keluwesan desain yang menempel pada berbagai perabot, menjadikan produk mebel ini dicari orang. Di mana pun keberadaannya. Mebel Jepara selalu menempati ruang tersendiri bagi para peminat mebel.


Pilihan orang dalam memilih mebel adalah mengenai kualitas, harga bersaing dan model yang unik. Bisnis mebel yang harus diperhatikan adalah dalam masalah proses pengerjaan.


Terkadang dalam memesan mebel, orang membawa desain sendiri. Dan hal ini akan dikenakan biaya tambahan. Selain itu, mebel yang ada di Kalbar juga harus mengirim gambar yang diminta oleh pemesan itu ke Jepara. Waktu untuk menunggu hingga pesanan itu bisa disanggupi atau tidak sekitar satu bulan.

Pembeli mebel jati tidak bisa dipastikan berapa laku dalam sebulan. Terkadang dalam sehari bisa laku satu set mebel yang mahal, namun dilain waktu mebel yang ada juga akan mengkir dan tak terbeli. Karena itu, dari segi pendapatan tak tentu.

Masing-masing tenaga kerja dalam proses produksi mebel terpisah orangnya. Ada yang khusus mengamplas, mengukir, menyetel, memberi jok, dan finishing. Hal ini dilakukan untuk menjaga agar mutu dan kualitas mebel tetap baik.

Mekar Jepara mempunyai delapan orang pekerja. Mereka dibayar secara harian. Jadi kalau tidak ada kerjaan ya mereka diam saja di toko. Namun, Jepara Mekar mempunyai 50-60 karyawan di Jepara. Untuk menjaga kelangsungan hidup para karyawan agar tidak terus bekerja, mau tidak mau harus dipikir bagaimana mereka mendapatkan pekerjaan secara berkesinambungan.

Cara, pemilik tidak bertahan terus pada harga yang mereka patok. Dengan mendapatkan untung seadanya, mereka berharap seluruh karyawan yang ada terus bekerja. Bisnis mebel memang lagi pada jeblok, sehingga tidak bisa mematk harga tinggi pada konsumen yang datang. Kalau pihak pengusaha inginnya sistem kerja dalah borongan, sehingga mereka tidak repot dalam mengurus berbagai macam hal.

Bisnis mebel adalah bisnis kebutuhan tersier, jadi sifatnya tidak rutin. Dan hanya laku pada saat tertentu saja. Kaena itu butuh kesabaran untuk menjalankan bisnis ini. Mebel hanya laku pada saat tertentu saja seperti menjelang lebaran, natal dan tahun baru, serta Imlek. Biasanya yang laku pada saat itu adalah lemari sudut, kursi dan meja tamu, dan meja prasmanan.

Sebaliknya, pada bulan April, Mei dan Juni, orang biasanya tidak membeli apapun untuk kebtuhan mebel. Tidak itu saja, bisnis lain juga mengalami lesu pada bulan-bulan ini. Apa sebabnya?

“Mereka ibaratnya menabung dulu, setelah mereka berlebara, natalan atau Imlek,” kata Dahria.

Nah, pada bulan haji, orang biasanya akan banyak membeli perlengkapan untuk satu set kamar tidur, seperti tempat tidur beserta meja rias, dan lemari. Pada bulan ini, biasanya orang melaksanakan pernikahan.

Mengenai model dan desain yang disukai, masing-masing masyarakat mempunyai karakteristik tersendiri. Bukan bermaksud menonjolkan atau mengutak-atik masalah etins, selera sebuah etnis bisa dikelompokkan dalam beberapa kategori.

Bila yang datang ke tempat mebel itu seorang beretnis Tionghoa, maka dia akan menyukai motif dengan ukiran burung, naga, atau huruf kanji. Orang Melayu lebih suka dengan mebel yang seluruhnya berupa ukiran. Mereka tidak mau bila mebel itu ada unsur bernyawa. Hal ini menyangkut sebuah keperayacaan, bahwa menyimpan gambar atau patung mahlug bernyawa kurang mendatangkan keberuntungan. Orang Dayak fleksibel dalam memilih mebel. Mereka akan memilih jenis mebel yang ada di hadapan mereka. Bila itu dianggap bagus dan suka dengan bentuknya, maka mereka segera membelinya.

Kendala utama dalam bisnis mebel di Kalbar adalah masalah pengiriman barang. Sering terjadi, barang yang sudah dicek dan masuk ke kapal, begitu sampai di tempat tujuan, tiba-tiba barang itu menjadi raib.

Nah lho?

Barang sebesar itu bisa raib tanpa bekas. Hal ini terjadi ketika barang sedang dalam perjalanan. Dan agen pengiriman tidak memberikan respon ketika kehialangan itu dilaporkan pada perusahaannya. Yang terjadi justru saling menyalahkan antara karyawan ekspedisi itu. Karyawan yang ada di Semarang berkata, bahwa kehilangan barang terjadi ketika barang itu berada di Pontianak. Sebaliknya, karyawan yang ada di pontianak menepis, dan menyatakan bahwa barang hilang ketika sedang dilakukan pengangkutan kapal di pelabuhan Semarang. Mereka saling lempar tanggung jawab. Ini tidak hanya terjadi sekali dua kali, tapi sudah berkali-kali.

Yang lebih parah lagi ketika menjelang kenaikan harga BBM, 1 Oktober 2005. Kapal tidak bisa berangkat karena tidak ada BBM. Sehingga beberapa pesanan dari konsumen tidak bisa terkirim. Menghadapi hal ini, tentu saja memberithaukannya pada konsumen. Ada konsumen yang mengerti dan bisa memahami, namun ada juga yang tak mengerti dan mengeluhkan pelayanan yang dilakukan.

Karena mendapatkan pelayanan yang tidak baik itulah, Jepara Mekar membuat sebuah janji dan motto dalam berbisnis, “Memberi service yang baik.” Service atau pelayanan yang baik tidak sekedar obral janji. Mereka membuktikannya dengan langkah kongkrit. Pelayanan dilakukan ketika konsumen datang dan pada saat purna jual. Misalnya, ketika orang yang beli mebel di tempat mereka mengalami masalah dengan mebel yang mereka beli, seketika itu juga akan dilakukan perbaikan dan pelayanan.

Ukiran mebel yang patak bisa langsung diperbaiki. Kayu yang terkena serangga langsung bisa disuntik dengan obat kimia atau minyak tanah. Semua tidak dikenakan biaya tambahan. Semua itu dilakukan dalam rangka memberikan pelayanan yang baik dan mengikat pelanggan untuk tetap kembali ke tempat mereka. Nah, kalau Anda ingin memperbaiki jok atau busa, mereka juga bisa melakukannya. Kekuatan busa biasanya berkisar antara 5-6 tahun. Untuk yang satu ini, tentu dibutuhkan biaya.

Bukankah untuk mengganti busa, juga harus membeli bahannya?

Dalam segi pelayanan, dia memperlakukan pelanggan dengan baik dan secara kekeluargaan. Dan yang penting dalam pelayanan harus jujur dan menyatakan apa adanya.” Tamu diajak dalam suasana kekeluargaan. Bahkan, ketika mereka tidak sedang belanja, terkadang ada yang sengaja mampir hanya untuk berbincang sambil minum kopi.

Tak hanya pelanggan di Pontianak, Mekar Jepara merambah pemasaran hingga ke Malaysia. Namun, mereka tidak menempatkan toko atau mebel di sana. Pedagang Malaysia yang datang langsung membawa barang mereka. Ya, mereka memang belum bisa membuka toko langsung ke negeri Jiran itu. Maklumlah, modal sendiri, tanpa bantuan dari bank.

Hal yang patut disayangkan, dalam bidang pemasaran mereka tidak menggunaakn dunia maya yang tanpa batas itu. Tak ada website atau brosur apapun di toko ini. Padahal, dunia maya melalui internetnya, merupakan cara yang ampuh juga untuk menjaring pembeli dan membuka jaringan penjualan. Mereka juga belum pernah membuka stand dengan ikut pameran tentang mebel.

Dalam bisnis ini sebenarnya masih terbuka banyak peluang. Namun, karena minimnya modal, tentu saja ide dan rencana pengembangan itu terbentur dengan kondisi yang ada.

Bisnis mebel jepara juga sudah merambah ke Malaysia. Banyak dari pedagang Malaysia yang langsung datang ke Pontianak untuk mencari mebel. Untuk mebel yang masuk ke malaysia, kualitasnya memang dibuat lain. Standar kualitasnya benar-benar dijaga.

Sebuah barang yang ada di Pontianak dan Malaysia, dengan desain dan model yang sama, harganya bisa jauh beda. Perbedaan disebabkan karena bahan kayu dan pengerjaan akhir atau finishingnya. Pedagang mebel di Pontianak lebih suka mencari pasar mebel dengan harga di bawah. Sementara pasar mebel di Malaysia mencari kualitasnya lebih bagus, dan harga tinggi.

Banyak juga masyarakat yang masih awam dengan kayu. Begitu mereka datang ke sebuah toko mebel, mereka akan berkata, “Apakah ini dari kayu jati?”

Menanggaai hal ini, mereka maklum saja dan berusaha menjelaskan dan memberi contoh mebel dengan harga dan kualitas yang standar saja.

Memang pertanyaan itu tak muncul begitu saja. Kelangkaan dan sulitnya bahan baku kayu jati membuat seorang pengusaha mengakali hal tersebut. Salah satunya dengan mencampur kayu yang ada dengan kayu lain, seperti kayu nangka.

Untuk satu set meja makan dengan enam kursi, harganya ada yang Rp 8 juta. Namun, ada juga yang seharga Rp 3,8 juta. Untuk satu set tempat tidur yang baik bisa mencapai angka hingga rp 30 juta. Namun, yang kualitas biasa dapat dibeli dengan harga Rp 6 juta.

Untuk mebel yang berada di ruang dapur dan taman jarang yang laku. Perkantoran juga banyak yang menggunakan mebel jati Jepara. Dan permintaan untuk mengisi ruang perkantoran pemerintah maupun swasta cukup bagus angkanya.

Mahalnya mebel karena kualitas kayu jati yang digunakan dalam pengolahan dan pengeringannya sangat lama. Proses oven itu memakan waktu hingga 4 bulan. Kedua, ukirannya sangat halus. Ketiga, pengerjaan finishing yang dilakukan sangat baik. Kayu jati yang baik malah tidak menggunakan warna, sehingga urat kayu terlihat dengan jelas.***

Edisi Cetak, minggu kedua November 2005, Matra Bisnis


No comments :