Monday, June 15, 2009

Mengawetkan Berita Berkelas

Koran Jakarta
Senin, 15 Juni 2009

Judul : Menuju Jurnalisme Berkualitas
Kumpulan Karya Finalis dan Pemenang Mochtar Lubis Award 2008
Penyunting : Ignatius Haryanto
Penerbit : KPG (Kepustakaan Populer Gramedia)
Edisi : I, April 2009
Tebal : xvi + 424 halaman
Harga : Rp 55.000,-


Tahun 1965-1967, terjadi pengusiran orang Tionghoa di sepanjang perbatasan Kalimantan Barat dan Serawak, Malaysia. Peristiwa itu berkaitan dengan operasi militer yang dilakukan Tentara RI atas para mantan Pasukan Gerilya Rakyat Serawak (PGRS) dan Pasukan Rakyat Kalimantan Utara (PARAKU).

Sebelumnya, mantan PGRS-PARAKU, yang mayoritas beretnik Tionghoa, direkrut dan dilatih Pemerintah RI ketika terjadi konfrontasi dengan Malaysia, 1963. Namun ketika konstelasi politik Indonesia berubah pasca G30S PKI, keberadaan mereka dianggap sebagai pemberontak yang harus segera disingkirkan.


Militer kesulitan mematahkan perlawanan para gerilyawan. Karena militer memprovokasi orang Dayak untuk melakukan pengusiran terhadap orang Tionghoa, termasuk yang dianggap membantu dan memasok makanan para pemberontak. “Ini peristiwa kemanusiaan yang luar biasa besar. Namun, peristiwa itu seakan dilupakan sejarah. Kalaupun pernah tertulis pada 1971, buku itu versi militer atau pemerintah Orde Baru,” Begitulah yang terlintas dalam pikiran Muhlis Suhaeri, wartawan Borneo Tribune, ketika pertama kali melakukan riset dan akan menulis naskah The Lost Generation. Kelak, liputan investigatif ini dinobatkan sebagai pemenang Mochtar Lubis Award (MLA) 2008 kategori Pelaporan Investigasi.

Penghargaan Jurnalistik Mochtar Lubis Award 2008 mengapresiasi karya para jurnalis yang dipilah dalam lima kategori: pelayanan publik, tulisan feature, pelaporan investigasi, foto jurnalistik, sera liputan mendalam jurnalisme televisi. Terdokumentasikan dalam buku ini, Menuju Jurnalisme Berkualitas, 19 karya finalis dan 6 karya pemenang MLA 2008.

MLA yang tahun ini baru memasuki tahun kedua adalah program yang bertujuan memberikan apresiasi dan menumbuhkan semangat kompetisi di kalangan wartawan Indonesia untuk menghasilkan karya jurnalistik terbaik. Barangkali, satu hal yang menggembirakan di Indonesia belakangan ini adalah munculnya banyak wartawan muda yang idealis, bersemangat, dan ingin membuktikan diri bahwa mereka mampu dan berkualitas.

Penggunaan nama Mochtar Lubis adalah sebagai bentuk dedikasi kepada salah satu jurnalis Indonesia terbaik yang tak hanya terkenal di dalam negeri tetapi juga di luar negeri. Mochtar Lubis kita kenang sebagai wartawan legendaris karena keberaniannya melawan pemerintahan otoriter, berani mengambil risiko atas tulisan-tulisan kritis, dan keunggulannya dalam mengungkap pelbagai kasus korupsi di saat republik ini masih berusia sangat muda.

Kehadiran buku ini semakin menarik sebagai bentuk pengawetan berita-berita kelas wahid, karena selain menyuguhkan 25 karya terbaik jurnalistik, juga dibubuhkan catatan penting mengenai penilaian dan penentuan pemenang masing-masing kategori serta behind the story dari setiap pemenang. Tentu kita berharap pendokumentasian ini menjadikan karya-karya yang baik menjadi lebih abadi, karena akan ada banyak pihak yang merasakan manfaatnya.

Makin meluasnya citizen journalism dan blogs merupakan pertanda bahwa publik ingin berpartisipasi lebih dan ikut serta dalam diskusi publik yang menyangkut nasib serta masa depan mereka. Tak salah lagi, buku ini layak menjadi bacaan wajib bagi para wartawan maupun mahasiswa jurnalistik dan mahasiswa komunikasi yang berminat menjadi wartawan. Juga para blogger, bisa menjaring banyak manfaat dari buku ini.

Peresensi adalah Fauzi A Muda, penulis lepas tinggal di Jakarta


No comments :