Sunday, June 28, 2009

Lola Amaria Jadi TKW

Muhlis Suhaeri
Borneo Tribune, Pontianak
Bila Anda ditanya, siapa aktris berwajah dan punya karakter khas Indonesia? Lola Amaria, mungkin jawaban yang tepat. Kenapa? Sebab, karakter wajahnya memang khas Indonesia. Tak heran bila, ada produser film asing membuat film dengan tema Indonesia, Lola bakal kebagian peran.

Sebut saja film berjudul Dokuritsu atau Kemerdekaan yang dibuat produser Jepang. Lola kebagian peran utama perempuan dalam film tersebut. Begitu juga dengan film terbarunya yang dibuat di Taipe dengan produser dari Negara tersebut. Film berjudul 'The Detours to Paradise', dibintangi Lola Amaria dirilis pada Maret 2009 di Taiwan. Kedua film tersebut, tak diputar di Indonesia. Film terakhir baru saja diputar di Hongkong, Taipe dan Singapura.

Lola juga pernah menjadi peran utama dalam film Ca Bau Kan, Novel Tanpa Huruf R, sutradara film Betina. Kebetulan dipembuatan film Novel tanpa Huruf R, aku mengenal Lola Amaria. Menulis proses pembuatan film itu, hingga menjadi sebuah buku dengan judul “Di Balik Novel Tanpa Huruf R”. Buku itu diterbitkan LKiS, Yogyakarta.


Dalam suatu perbincangan melalui jejaring sosial Facebook, Lola mengatakan, sedang mempersiapkan film drama terbarunya, berlatar belakang tenaga kerja wanita (TKW) di Hongkong. Rencananya, pembuatan film itu setelah lebaran atau awal Oktober 2009. Film berjudul TKW Hong Kong Rhapsody. Ia berperan sebagai pemain.

Kini, dia sedang mempersiapkan film terbarunya. Ia ingin mengangkat tema itu, untuk menepis TKW bukan perempuan yang terpinggirkan. Keberadaan TKW di Hongkong beda sekali dengan di Malaysia atau Timur Tengah. Mereka lebih punya daya juang.

“Aku agak paham di bidang ini, aku mau angkat kesuksesan mereka. Bukan melulu penderitaan, karena mereka adalah penghasil devisa nomor dua terbesar setelah migas. Tahun 2008, mereka menghasilkan 90 triliun rupiah,” kata Lola.

Selain itu, fenomena TKW di Hongkong juga menarik. Misalnya, adanya hubungan sesama jenis atau lesbian. Atau, percintaan dengan tenaga kerja Pakistan, tapi ternyata TKW hanya diporotin saja uangnya.

Susah-susah cari duit, tapi uangnya habis untuk membelikan berbagai barang orang Pakistan ini.

Inspirasi mengangkat film itu, berawal ketika Lola main dalam film Taiwan, yang juga bercerita tentang TKW.

“Masa yg bikin film tentang TKW justru orang luar. Dan memang belum pernah ada film Indonesia yang angkat tema itu. Makanya aku tertarik,” tulis Lola.

Kenapa setting filmnya di Hongkong, karena TKW yang dianggap paling berhasil, berada di Hongkong. TKW di Hongkong punya standar khusus. Hongkong lebih nyaman dan hukumnya jelas. Sebelum berangkat, para TKW juga ada pelatihan khusus selama 3-6 bulan, mengenai berbagai ketrampilan dan bahasa.

Di Hongkong gaji besar. Bisa mencapai Rp 8 juta sebulan. Ada libur, majikan baik, dan mereka bebas, tidak dianggap sebagai pembantu, tapi manusia. Ia tak mungkin membuat film itu di Malaysia atau Timur Tengah, tanpa kekerasan dan pelecehan, karena faktanya seperti itu.

“Lagian, kisah sukses mereka tak banyak orang yang tahu,” tulis Lola.
Lola juga menyayangkan berbagai kekerasan yang dialmi TKW di Malaysia dan Timteng. Menurutnya, harus ada ketegasan dari pemerintah. “Jangan cuma mau duitnya saja, tapi tak dilindungi hak mereka sebagai warga Negara,” tulis Lola.

Menurutnya, hal itu ibarat dua sisi mata uang.

Untuk menggarap film itu, Lola sudah sering bolak-balik ke Jawa Timur yang menjadi pusat atau asal para TKW yang ke Hongkong. Lola dan timnya sudah tiga kali riset ke Hongkong. Risetnya sudah setahun ini.

Dia berharap, semua berjalan dengan lancar. Biayanya juga agak kecil. Apalagi lokasi syuting 95 persen berada di Hongkong. Sisanya berada di Surabaya.

Ia merasa beruntung karena didukung tim yang kuat. Ada Noe, dari grup Letto, anaknya Cak Nun, dan Dewi Umaya. Mereka berdua sebagai produser. Skenario ditulis Titin Wattimena. Camera dipegang Yadi Sugandi. Ada beberapa kru lain dari Hongkong. Dalam pembuatan itu, ia kerja sama dengan sebuah rumah produksi di Hongkong. Semua alat juga dari Hongkong.

Nah, bagaimana film itu kedepannya, kita tunggu debut Lola Amaria dengan filmnya.

Edisi cetak ada di Borneo Tribune 28 Juni 2009
Foto dari Face Book Lola Amaria

No comments :