Saturday, June 20, 2009

Membedah Karya Pemenang MLA

Majalah Gatra
Oleh: Lufti Avianto
Resensi Buku: Menuju Jurnalisme Berkualitas
Penyunting: Ignatius Haryanto
Penerbit: Kepustakaan Populer Gramedia, Jakarta, April 2009, xvi+424 halaman

Untuk pertama kali Mochtar Lubis Award digelar pada tahun 2008. Berisi 25 karya wartawan Indonesia, ada catatan penting para juri terhadap karya-karya para pemenangnya.

Siang itu, 31 Oktober 1967 di Kampung Sebadu, 88 kilometer arah timur Pontianak; Kalimantan Barat. Perkampungan yang sebelumnya tenang dan damai itu sontak berubah seratus delapan puluh derajat. Suara lolongan riuh-rendah bersahutan. Terkadang teratur, dan terkadang melengking dengan irama acak yang menyiratkan makna yang mencekam. Auuuuu…Auuuu…


Suara itu berasal dari ratusan orang Suku Dayak. Mereka menggunakan kain merah di kepala. Ada yang memegang tombak, mandau, dan senjata tajam lainnya. Mereka merangsek ke perkampungan. Menyisiri rumah-rumah dan merampas harta benda yang ditinggalkan pemiliknya yang mengungsi. Bila ada yang melawan, maka ngayau (pemenggalan kepala) adalah balasannya.

Dari sebuah tempat yang jauh dari perkampungan, sepasang mata milik Tyhie Dju Khian mengawasi lekat-lekat peristiwa itu. Lelaki itu terpaksa mengungsi bersama istrinya, Dyong Sin Lan, dan dua anaknya yang masih balita.

Mereka berjalan kaki puluhan kilometer meninggalkan rumah dan segala yang dimilikinya. Mereka tak sendiri. Di jalan, Khian bertemu dengan pengungsi lainnya. Mereka menggendong anak kecil dan menandu lansia. Tak ada barang yang bisa mereka bawa.

Itulah penggalan kisah memilukan yang diungkap Muhlis Suheri dalam buku ini. Ini bukan cerita dalam novel, melainkan kisah nyata yang dialami seorang dari sekian banyak etnis Tionghoa di perbatasan Kalimantan Barat dan Sarawak, Malaysia. Cerita getir yang terjadi selama pemberangusan Pasukan Gerilya Rakyat Sarawak (PGRS) dalam kurun 1966-1967.

Karya Muhlis yang diberi judul The Lost Generation ini muncul sebagai pemenang Mochtar Lubis Award (MLA) tahun lalu untuk kategori pelaporan investigasi. Ada beberapa pertimbangan juri memilih laporan panjang ini sebagai pemenang di antara 13 naskah yang masuk. Satu diantaranya adalah kesan yang kuat tentang upaya penulis menelusuri data, dokumen, dan pilihan narasumber dalam peristiwa yang terjadi lebih dari empat dasawarsa lalu itu.

Selain karya Muhlis, ada dua tulisan karya pemenang lain yang ditampilkan dalam buku ini untuk kategori pelayanan publik dan tulisan feature. Masing-masing berjudul Politik Pendidikan Penebus Dosa karya Asrori S. Karni, wartawan GATRA, dan Meno Kaya Tidur di Selokan tulisan Ahmad Arif dari Kompas. Juga dimunculkan karya pemenang untuk kategori foto jurnalistik dan liputan mendalam jurnalisme televisi.

Selain itu, buku ini juga menyertakan 20 karya finalis lain dalam lima kategori. Sehingga, genap 25 karya tersajikan, disertai dengan catatan juri dan behind the story para pemenang. Dari catatan-catatan juri dan para pemenang itu, kita bisa mengambil banyak pelajaran. Terutama sekali ihwal apa dan bagaimananya sebuah karya jurnalistik berkualitas dirancang dan ditulis.
Dari sisi ini, tak berlebihan, bila karya para finalis dan pemenang MLA yang baru pertama kali digelar pada tahun lalu itu diabadikan dalam buku berjudul Menuju Jurnalisme Berkualitas.

“Dengan mengabadikan karya ini, saya merasakan denyut dan gairah wartawan Indonesia untuk berprestasi,” ujar Susanto Pudjomartono, salah seorang anggota dewan pembina MLA.

Ada sedikit catatan untuk kategori tulisan feature. Kita tidak tahu persis, dari 59 karya yang masuk ke meja juri, berapa banyak tulisan yang bersifat inspiratif dan menggugah kreativitas. Barangkali, faktor ini juga layak dijadikan sebagai bahan pertimbangan juri. Seperti disinggung juga oleh Susanto, pers pun berfungsi memberi informasi dan mendidik bangsa ini.

Walau demikian, buku ini jelas sangat bermanfaat. Siapa pun Anda – wartawan, mahasiswa, blogger, jurnalis warga (citizen journalist), ataupun pembaca umum – yang ingin menikmati kumpulan karya jurnalistik berkualitas, buku ini adalah salah satu referensi yang tepat.***

Catatan:
Tulisan ini merupakan salinan dari Majalah GATRA, Edisi 20 Mei 2009, halaman 58




No comments :