Friday, December 12, 2008

Sandingkan Dua Penghargaan Jurnalistik

Muhlis Suhaeri
Borneo Tribune, Pontianak

Jurnalis Borneo Tribune, Muhlis Suhaeri, menyandingkan dua penghargaan bergengsi di bidang jurnalistik. Prestasi itu diperoleh, setelah pada pengumuman Anugerah Adiwarta Sampoerna (AAS), pada 11 Desember 2008, pukul 19-22.00 Wib, di Hotel Crown Plaza, Jakarta. Tulisan berjudul The Lost Generation, dinyatakan sebagai pemenang pada kategori investigasi sosial.

Tulisan yang sama juga telah mendapat penghargaan dari Mochtar Lubis Award (MLA), yang diselenggarakan pada 18 Juli 2008 di Jakarta. Naskah itu menang untuk kategori investigasi, dan mendapatkan hadiah Rp 50 juta dan tropi.

MLA dan AAS merupakan dua penghargaan yang prestisius yang diberikan bagi para jurnalis dari seluruh Indonesia. Dua penghargaan itu diselenggarakan, untuk menjaring naskah-naskah terbaik dari para jurnalis terbaik di negeri ini.


Penghargaan AAS dimulai pada 2006. Tahun ini merupakan penyelenggaraan ketiga. Pada 2008, panitia AAS menerima sebanyak 1.057 naskah dari 274 jurnalis dari 100 media di Indonesia. Dari jumlah itu, koran Kompas menempatkan enam finalis. Majalah Gatra lima finalis. Sindikasi Pantau Aceh dan Jakarta, sebanyak empat finalis.

Ada 19 kategori yang dilombakan pada AAS 2008. Karya dan naskah yang dinilai, tidak hanya bersifat baik dan memenuhi berbagai kriteria penulisan, tapi juga mesti memiliki dampak pada masyarakat. Karenanya, naskah yang masuk, mesti memenuhi berbagai syarat yang baik bagi sebuah tulisan.

Para juri di AAS terdiri dari orang yang sangat punya kapasitas dan kemampuan di bidangnya. Mereka terdiri dari orang-orang yang memiliki kemampuan di bidangnya. Ada jurnalis, ahli hukum, LSM, akademisi, dan lainnya. Penjurian juga dilakukan secara bertingkat. Ada juri semifinal dan final.

Juri semifinal adalah, Yosep Adi Prasetyo atau Stanley, jurnalistik. Ade Armando, komunikasi. Firman Ichsan, foto berita. Veven SP Wardhana, seni dan budaya. TD Asmadi, olahraga. Mohammad Ikhsan, ekonomi dan bisnis. Debra Yatim, sosial. Rocky Gerung, Politik. Adrianus Meliala, hukum.

Juri final terdiri dari, Rosihan Anwar, untuk kategori jurnalistik. Effendi Gazali, komunikasi. Oscar Motulloh, foto berita. Seno Gumira Ajidarma, seni dan budaya. Sumohadi Marsis, olahraga. Faisal Basri, ekonomi/bisnis. Francisia SSE Seda, sosial. Indria Samego, politik. Harkristuti Harkirsnowo, hukum.

Acara diiringi dengan pementasan tarian kontemporer dari Dalang Wayang Suket, Slamet Gundono. Beberapa sekuel tarian dibawakan dengan cerita tentang pers dan perkembangan demokrasi di Indonesia.

Effendi Gazali, Dewan Juri AAS dalam sambutannya sebelum memberikan pengumuman menyatakan, “Meskipun karya-karya yang masuk sudah cukup baik secara keseluruhan, namun masih ada beberapa yang belum lengkap. Seperti, kekuatan dan akurasi data. Kami berharap, hal ini dapat memotivasi para jurnalis, untuk terus meningkatkan kualitas karya-karyanya.”

Dalam seleksi yang telah dilakukan, akhirnya keluar sebagai karya terbaik adalah, Silvia Galikano dari Tabloid Koktail (Jurnal Nasional), kategori humaniora bidang seni dan budaya dengan karya berjudul, Misinya Menulis. Priyambodo dari Kompas, untuk kategori foto berita seni dan budaya. Karya berjudul Terbakar. Lasti Kurnia dari Kompas, kategori olah raga dengan karya berjudul Special Olympics: Berprestasi untuk Mengubah Dunia. Crack Palinggi dari Reuter untuk foto berita bidang olahraga dengan karya berjudul Untuk Indonesia. Dia juga menang pada kategori foto bidang sosial dengan karya berjudul Polusi. Marta Nurfaidah dari Harian Surya (Surabaya), untuk kategori humaniora bidang social dengan karya berjudul Kehidupan Pengungsi Sampit di Pasar Keputran.

Hendri Firzani dari majalah Gatra kategori reportase investigatif bidang hukum, dengan karya berjudul Nelayan Asing Menjarah Laut, Menebar HIV/AIDS. Irawan Santoso dari majalah Mahkamah, kategori humaniora bidang hukum dengan karya berjudul Merindukan Advokat Pejuang. Prasetyo Utomo dari ANTARA untuk kategori bidang hukum dengan karya berjudul, Sumpah Al-Amin. Arsadi Laksana dari Modus Aceh untuk kategori reportase investigatif bidang politik dengan karya, Tiga Tahun MoU Adakah yang Berubah?. Tjipta Lesmana dari majalah Teltra, kategori humaniora bidang politik dengan karya berjudul, Pers Nasional: Antara Roh dan Kinerja.

Wahyu Setiawan dari Koran Tempo, kategori foto bidang politik dengan karya berjudul Tekanan Politik. Yeni H. Simanjuntak dari Bisnis Indoonesia, kategori reportase investigatif bidang ekonomi/bisnis dengan karya berjudul, Menyoal Dana Investasi. Marlini Hasan Pontoh dari majalah Femina, kategori humaniora bidang ekonomi/bisnis dengan karya berjudul Meraup Triliunan Rupiah Lewat Gagasan. Achmad Ibrahim dari Associated Press untuk kategori foto bidang ekonomi/bisnis dengan karya berjudul, Hancur. Anastasia Putri dan Anton Sukma dari Liputan 6 SCTV, kategori karya jurnalistik televisi terbaik dengan karya berjudul, Profil: Salomina Berjuang Meraih Pendidikan.

Pada AAS 2008, dewan juri tidak memutuskan pemenang untuk kategori investigatif bidang seni dan budaya, serta bidang olahraga. Setiap pemenang mendapatkan uang sebesar Rp 18 juta, piala dan tropi. Setiap peserta yang naskahnya masuk sebagai finalis, juga mendapatkan uang Rp 3 juta.

AAS 2008, memberikan penghargaan khusus bagi Jurnalis Muda Berbakat. Penghargaan ini diberikan bagi jurnalis muda berusia dibawah 25 tahun, atau pengalaman jurnalistik kurang dua tahun. Pemenangnya Novia Liza dari Pantau Aceh. Juga, ada penghargaan khusus bagi media paling partisipatif dengan jumlah wartawan dan karya paling banyak diikutsertakan dalam AAS 2008, diraih Kompas dan RCTI.

Ketika memenangkan MLA dan AAS, ada sebuah keyakinan yang tertanam bahwa, naskah yang baik akan mencari jalannya sendiri. Kalimat itu yang selalu tergiang, ketika membuat tulisan. Begitu juga ketika membuat tulisan The Lost generation.
Naskah ini bercerita tentang pengungsian besar-besaran warga Tionghoa di sepanjang perbatasan, karena provokasi yang dilakukan militer Indonesia, terhadap warga Dayak pada 1967.

Ketertarikan menulis tema tentang ini, karena ketertarikan pribadi pada berbagai isu pada isu-isu kemanusiaan. Karenanya, ketika membuat penulisan ini, seolah tak berbatas halaman. Alhasil, naskah yang tersusun sebanyak 22.481 kata atau 161.451 karakter. Naskah ini membutuhkan 19 edisi penerbitan. Atau 11 halaman koran, ketika sekaligus dimuat.

Karenanya, pada sesi penyerahan piala AAS 2008, jurnalis senior di Indonesia, Rosihan Anwar berkata, ”Muhlis, tulisanmu panjang sekali.”

Tulisan ini tak terpikir bakal diikutsertakan dalam lomba penulisan. Tak ada sama sekali. Yang muncul ketika menulis hanya, bayangan para korban kekerasan di negeri ini. Mereka tak pernah mendapat keadilan, di negeri tempat mereka dilahirkan. Juga, tak ada pengadilan bagi para pelaku kekerasan yang telah dilakukan negara pada rakyatnya sendiri.

Aku menganggap, ini merupakan kemenangan bagi mereka yang pernah ditindas oleh kekuasaan negara. Dan, bagi mereka yang selalu berjuang bagi rakyat dan negerinya. Hasta la Victoria Siempre.□

Foto:

PENYERAHAN PIALA
Wartawan senior, Rosihan Anwar, menyerahkan piala kepada para pemenang kategori sosial pada acara Anugerah Adiwarta Sampoerna (AAS) pada 11 Desember 2008 di Hotel Crown Plaza, Jakarta. FOTO Fahri Salam/Freelancer

Edisi cetak 13 Desember 2008

2 comments :

Fahri Salam said...

Muhlis, ini Fahri. Aku penasaran dengan naskahmu. Bisa aku minta kirimin ke emailku. rie_salam@yahoo.com. Tentu menyenangkan jika kamu bersedia. Sekali lagi, selamat. Ini penting buat karirmu. Terus menulis, bung!

GustavoGustaf-Celebes said...

Kawan Muhlis, lama kita ga jumpa dan komunikasi, kira2 6-7 tahun, karena kesibukan kita msg. Wkt Bung msh studi di Lenteng, kita wkt itu sering ktemu dgn Coen dan teman2 lainnya, seorang Muhlis getol untuk dpt menulis.
Bung menuai hasil. Penghargaan lembaga karean hasil kerjamu menunjukkan bhw Bung pantang menyerah. Jgn lupa, semangatmu yg dulu aku keanl tdk boleh surut krn keberadaanmu sbg jurnalis dan/atau pekerja pers. Keberpihakanmu pun msh terus diuji oleh situasi yg 'fluktuatif'.
Salam,
Gustavo Gustaf--Palu, Sulteng
gustavoplw@gmail.com
http://gustavoplw-celebes.blogspot.com