Seulas senyum mengembang,
Dari bocah-bocah penghuni rumah Betang.
Menatap masa depan dengan sikap optimis, khas seorang bocah.
Siang itu, mereka menyambut tamu yang datang. Bertegur sapa dan bergaya di depan lensa. Tak ada rasa canggung. Semua mengalir dengan alami. Begitulah dunia kanak.
Polos dan berseri.
Namun, masih dapatkah kita melihat senyum alami itu, beberapa tahun ke depan?
Ketika garda dan pertahanan terakhir mereka, harus lapuk dimakan waktu. Padahal, di sana semua yang bermula dan hidup, menambatkan arti dan makna sebuah identitas.
Ya, rumah Betang tak sekadar tempat tinggal. Rumah Betang adalah sebuah awal. Bagi kehidupan, budaya, dan semangat sebuah generasi. Rumah Betang pusat kehidupan yang terus bergerak.
Satu pertanyaan muncul. Masihkah rumah Betang membawa semangat dan pusat sebuah kehidupan? Ketika mereka yang sudah meninggalkan dan membuat rumah sendiri, tak lagi menengok dan melongokkan kepala, bagi kehidupan dan jati diri yang tinggal di sana?
Tak seharusnya, rumah Betang terabaikan. Ditinggalkan. Atau, rubuh oleh zaman.
Rumah Betang tak sekadar tempat tinggal. Ia sebuah identitas. Dengan hilangnya rumah Betang, hilang pula identitas sebuah generasi. Haruskah itu terjadi?
Seandainya ada garis nasib yang menentukan itu, aku akan melawannya. Bagaimana dengan Anda……..
Fotografer : Lukas B. Wijanarko
Teks : Muhlis Suhaeri
Edisi cetak di Borneo Tribune, 2 Maret 2008
Monday, March 3, 2008
Pusat Kehidupan yang Semakin Redup
Posted by Muhlis Suhaeri at 8:23 AM
Labels: Essai Foto
Subscribe to:
Post Comments
(
Atom
)
1 comment :
Sebuah identitas tidak dapat dihilangkan begitu saja, dan tidak dapat dirubah begitu saja. Karena Identitas merupakan jati diri sebuah generasi. Mempertahankan dan membuatnya lebih baik bukankah sebuah hal yang harus diperjuangkan?
-suarailalang.blogspot.com-yl
Post a Comment