Wednesday, January 25, 2017

Drs H. Sudarto, Pendidik dan Sejarawan Kalbar
Meninggal Ia Pergi Bersama Kesederhanaan dan Keteladanan

                                         Sudarto (84) merupakan contoh dari sedikit orang yang hidup penuh kesederhanaan sepanjang hidup, bahkan hingga ajal menjemput. Pemahamannya tentang sejarah di Kalbar, ia dalami berdasarkan literasi dan pengalaman empiris semasa hidup di Kalbar, sejak tahun 1960.  Langit mulai terlihat pudar dan redup, ketika saya melangkah menuju rumah kayu di Jalan Selayar, Pontianak Selatan. Rumah beratap seng dengan dinding kayu disusun membujur tersebut, meski terlihat sederhana, tetap terlihat apik. Halaman rumah penuh rimbun tumbuhan. Rumput di halaman selalu terjaga, dipotong dengan rapi. Di bagian dalam rumah, tumpukan majalah dan buku berjajar dengan rapi. Tak hanya di ruang tamu, bagian tengah dan kamar, semua terisi buku. Semua tertata rapi. Berada di ruangan itu, hati dan pikiran langsung terasa rilek. Begitu pun ketika berbincang dengan si empunya rumah. Ada sikap tulus menerima sang tamu. Itu adalah gambaran tahun 2007, ketika saya riset dan menulis beberapa tulisan tentang sejarah Pontianak dan Kalbar. Kemarin, Rabu (25/1), setelah berlalu 10 tahun lamanya, gambaran itu masih terlihat sama. Rumah itu masih terlihat sama bentuknya. Begitu pun dengan halaman rumah. Bedanya, penghuni rumah itu, telah tak ada kini. Beberapa karangan bunga dan ucapan belasungkawa yang berjajar di halaman rumah, menjadi penanda kepergiannya. Siang itu saya bertemu Tono. Ia warga di Jalan Selayar. Tono biasa diminta tolong oleh Sudarto, menebas rumput, perbaiki rumah atau lainnya. Kemarin, Selasa malam, Sudarto minta Tono datang ke rumahnya. Sepagi itu, Rabu sekitar pukul 7 pagi, Tono datang ke rumah Sudarto. Ia lewat bagian samping, agar bisa langsung ke bagian belakang rumah. Begitu sampai di bagian belakang rumah, Tono terkejut bukan kepalang. Sudarto tertidur di lantai rumah. Posisinya masuk ke rumah.  Ia segera memanggil orang untuk datang. Selepas itu, ia bersama yang lain, menggotongnya masuk ke tengah rumah. “Saat digotong perutnya masih terasa hangat. Mungkin kejadian pas subuh. Biasanya jam segitu bapak salat subuh,” kata Tono. Siang itu juga, jenazah Sudarto dikebumikan. Banyak pejabat datang, termasuk Wali Kota Pontianak, Sutarmidji. Tono berseloroh, “Bapak kayaknya sudah tahu kalau bakal meninggal. Buktinya, dia menulis surat wasiat. Surat itu ditemukan di atas meja makan. Di meja itulah biasanya dia nulis.”  Dan, sebelum jenazah diberangkatkan menuju tempat peristirahatan terakhir, surat wasiat itu dibacakan di hadapan keponakan, anak-anak angkatnya, dan warga yang hadir. Isinya, seluruh buku-buku bacaan, majalah dan lainnya, dihibahkan ke perpustakaan IKIP PGRI. Ada juga yang dihibahkan ke yayasan dan panti asuhan.  Sudarto kelahiran Yogyakarta, tahun 1933. Pada awal 1960, ia hijrah ke Pontianak. Di tempat inilah, ia mendedikasikan diri pada pendidikan. Ia juga begitu peduli dengan pelestarian benda dan sejarah. Hidupnya diberikan untuk dunia pendidikan. Ia pernah menjadi guru di SMA Paulus selama 30 tahun. Guru sejarah di SMA 1 Pontianak dari tahun 1960-1970. Sudarto pun pernah menjadi dosen di IKIP PGRI Pontianak.  Sudarto juga menjadi pegawai di Dinas Pendidikan. Bahkan, hingga pensiun, dinas pendidikan masih menggunakan kemampuannya, menangani berbagai program terkait pendidikan. Sudarto adalah gudang ilmu pengetahuan. Seorang mantan muridnya di SMA 1 Pontianak, Pahrian Siregar menulis di Facebooknya.  “Almarhum H. Sudarto, seorang sejarawan, pendidik dan perencana pendidikan di Kalbar. Semoga lapang jalanmu menghadap Sang Khalik. Banyak sekali pembelajaran yang kau ajarkan kepada kami mengenai dedikasi, kesederhanaan, dan pengabdian pada ilmu pengetahuan. Diskusi-diskusi sejarah dan pendidikan yang kau sajikan padaku, selalu menghadirkan nuansa baru. Pesan, nasehat dan ajarannya mudah-mudahan selalu menjadi kompas bagi kehidupan kami,” tulis Pahrian.  Dalam sebuah tanggapan terhadap tulisan yang pernah menulis, “Beliau adalah mutiara ilmu pengetahuan dan kebijakan. Banyak sekali pengetahuan dan ilmu beliau yang belum terturunkan ke generasi muda.” Selamat jalan Pak Sudarto. Semangatmu memberikan pengajaran pada generasi muda, adalah bara api yang harus kami sambung, untuk generasi selanjutnya. (muhlis suhaeri)  Terbit di Harian Suara Pemred, 25 Januari 2017.


No comments :