Jakarta, Rabu – Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Indonesia mengecam berbagai kasus kekerasan terhadap jurnalis di Indonesia. Sejak Januari hingga Mei, telah terjadi sedikitnya 20 kasus kekerasan terhadap jurnalis. Kekerasan terhadap jurnalis berulang karena negara terus melakukan praktik impunitas terhadap para pelakunya. Kasus kekerasan kembali terjadi pada Selasa (29/5). Puluhan oknum prajurit TNI Angkatan Laut, Padang, yang memukuli dan merampas paksa kamera, kaset video, dan memori kamera jurnalis di di kawasan BukitLampu, Kelurahan Sungai Baremas, Kecamatan Lubuk Begalung, Padang, Selasa (29/5). Aksi kekerasan itu melukai tujuh jurnalis, yaitu Budi Sunandar (jurnalis Global TV), Sy Ridwan (fotografer Padang Ekspres), Jamaldi (jurnalis Favorit Televisi), Andora Khew (jurnalis SCTV), Julian (jurnalis Trans 7), Afriandi jurnalis Metro TV), dan Deden (jurnalis Trans TV). Para pelaku juga merusak dan merampas peralatan kerja para jurnalis. Pada Selasa, juga terjadi kekerasan terhadap jurnalis di Kabupaten Morowali, Sulawesi Tengah. Jurnalis Harian Kompas Reny Sri Ayu dan jurnalis Harian Mercusuar Moechtar Mahyuddin saat meliput di antrean warga di SPBU Bungku. Keduanya dikeroyok sejumlah orang yang diduga antre membeli bahan bakar minyak dengan jeriken. Sebelumnya, pada Senin (28/5), terjadi perampasan kamera jurnalis Batam TV Bagong Sastra Negara yang meliput kelangkaan bahan bakar minyak di Kota Batam. Perampasan kamera oleh seseorang berpakaian mirip seragam tentara itu terjadi di SPBU Simpang Tobing, Kota Batam. Pada Rabu (23/5), jurnalis Harian Bongkar Darwis Yusuf (52) dibacok Kepala Dinas Perikanan Lampung Utara Kadarsyah di depan kantor pelaku. Pembacokan diduga terkait pemberitaan Harian Bongkar mengenai dugaan penipuan proyek dan penyalahgunaan anggaran pembuatan kolam senilai Rp3,4 miliar yang terletak di lahan warga di Kecamatan Abung Surakarta, Kabupaten Lampung Utara. Bahu Darwis mengalami luka dan mendapat 23 jahitan. Kasus itu melengkapi deretan panjang kasus kekerasan terhadap jurnalis. Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Indonesia mencatat sejak Januari hingga Mei telah terjadi sedikitnya 20 kasus kekerasan terhadap jurnalis. Para pelakunya meliputi oknum polisi (5 kasus), anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (3 kasus), pegawai negeri sipil pemerintah daerah (3 kasus), oknum TNI (2 kasus), organisasi kemasyakatan (2 kasus), organisasi kemahasiswaan (1 kasus), massa/warga (2 kasus), petugas keamanan perusahaan (1 kasus), orang tidak dikenal (1 kasus). “Kasus kekerasan terhadap terhadap jurnalis selalu berulang karena Negara melalui aparat penegak hukum terus melakukan praktik impunitas yang membuat para pelaku tidak tersentuh hukum. Akibatnya, tidak ada efek jera. Semakin lama, orang menjadi semakin abai bahwa jurnalis adalah profesi yang dilindungi,” kata Aryo Wisanggeni G, Koordinator Divisi Advokasi AJI Indonesia. Praktik impunitas terhadap para pelaku kekerasan terhadap jurnalis yang kini terjadi merupakan kelanjutan praktik impunitas dalam delapan kasus pembunuhan jurnalis yang terjadi sejak 1996. Delapan kasus pembunuhan jurnalis itu yang kasusnya tak terselesaikan adalah kasus pembunuhan Fuad Muhammad Syarifuddin alias Udin (jurnalis Harian Bernas di Yogyakarta, 16 Agustus 1996), Naimullah (jurnalis Harian Sinar Pagi di Kalimantan Barat, ditemukan tewas pada 25 Juli 1997), Agus Mulyawan (jurnalis Asia Press di Timor Timur, 25 September 1999), Muhammad Jamaluddin (jurnalis kamera TVRI di Aceh, ditemukan tewas pada 17 Juni 2003), Ersa Siregar, jurnalis RCTI di Nangroe Aceh Darussalam, 29 Desember 2003), Herliyanto (jurnalis lepas tabloid Delta Pos Sidoarjo di Jawa Timur, ditemukan tewas pada 29 April 2006), Adriansyah Matra’is Wibisono (jurnalis TV lokal di Merauke, Papua, ditemukan pada 29 Juli 2010) dan Alfred Mirulewan (jurnalis tabloid Pelangi, Maluku, ditemukan tewas pada 18 Desember 2010). “Jika kasus pembunuhan jurnalis saja diabaikan, apalagi kasus kekerasan terhadap jurnalis lainnya. Jurnalis yang bekerja di bawah ancaman kekerasan akan takut memberikan informasi yang utuh kepada masyarakat. Itu mengancam hak konstitusional warga negara untuk memperoleh informasi. Kekerasan terhadap jurnalis tidak hanya merugikan jurnalis, tetapi merugikan publik dan setiap warga negara,” kata Aryo. AJI Indonesia mendesak aparat penegak hukum-baik di lingkungan Kepolisian Republik Indonesia maupun Tentara Nasional Indonesia-menindak para pelaku kekerasan terhadap jurnalis. AJI Indonesia menuntut para pelaku itu diadili dengan Undang-undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers, demi mendorong kesadaran setiap warga negara bahwa jurnalis adalah profesi yang dilindungi oleh hukum. (AJI Indonesia)
Baca Selengkapnya...Wednesday, May 30, 2012
Usut Pemukulan, Pengeroyokan, dan Pembacokan Jurnalis
Posted by Muhlis Suhaeri at 6:49 PM 0 comments
Labels: Pers
Subscribe to:
Posts
(
Atom
)