Masakan Khas Lebaran yang Tinggal Nama
Oleh: Muhlis Suhaeri
Kalimantan Barat yang kaya sumber pangan dan multietnis, menghadirkan beragama masakan khas. Ada masakan khas Melayu, Dayak, Tionghoa, Jawa, Bugis, Madura, Batak dan lainnya. Ada masakan ikan asam pedas, sayur pakis, berbagai makanan dari mie, soto, lepat, dan lainnya. Setiap makanan menghadirkan cita rasa khas bagi para penikmatnya.
Tak terkecuali makanan khas yang disuguhkan pada acara tertentu. Misalnya saat Idul Fitri atau Lebaran. Bagi masyarakat Muslim, Lebaran merupakan Hari Kemenangan setelah sebulan lamanya berpuasa. Karenanya, momen Lebaran yang biasanya menjadi ajang berkumpulnya keluarga besar, adalah saat paling dinanti. Beragam makanan dan kue bakal dihadirkan demi menyambut para tetamu dan keluarga.
Sayangnya, banyak dari makanan khas Lebaran hanya tinggal cerita kini. Misalnya saja ketupat lemak. Dulunya, makanan ini suguhan wajib saat berkumpulnya keluarga. Kini, tak banyak orang mendengar atau menghadirkannya.
Setidaknya, inilah kisah ketupat lemak dari Nazariyah (67), warga di Purnama, Pontianak. Sejak kecil, Nazariyah hidup dari satu daerah ke daerah lain di Kalbar. Orang tuanya, Daeng Mansyur, bekerja di Dinas Pekerjaan Umum (PU), zaman Belanda.
Daeng Mansyur merancang dan pembuat jembatan gantung di Sanggau pada 1938. Jembatan menyeberangi Sungai Sekayam, yang merupakan anak Sungai Kapuas. Hingga kini, jembatan itu masih tegak berdiri.
Sewaktu di Sanggau, Nazariyah selalu berlebaran dengan keluarga besarnya. Saat itu ia masih bisa menikmati ketupat lemak. Sebagian besar warga membuat ketupat lemak. Dia bahkan sering mengantar ketupat lemak ke warga Tionghoa, kenalan orang tuanya sebelum Lebaran. Dia mengantar pakai sepeda. Warga Tionghoa akan membalas kiriman makanan dengan gula dan kopi, yang dimasukkan di dalam rantang makanan. Saat itu sekitar tahun 1957-1959.
Setelah itu, dia jarang melihat ketupat lemak dihidangkan. Hanya satu atau dua rumah saja yang menghidangkan makanan tersebut saat Lebaran. “Banyak yang sudah tak tahu cara membuatnya,” kata Nazariyah.
Saat pindah ke Pontianak, dia juga jarang melihat ketupat lemak. Di Pontianak, Nazariyah terakhir melihat ketupat lemak disajikan saat Lebaran sekitar tahun 1980-an di rumah keluarga Haji Sulaiman Zain, tetangganya di Kota Baru, Kecamatan Pontianak Selatan.
Dari perkawinannya dengan Basrin Nourbustan, Nazariyah punya tiga anak. Linda, Imam dan Nurul. Sewaktu anak-anaknya masih kecil, kalau ingin makan ketupat lemak saat Lebaran, dia pesan dengan tetangga yang bisa membuatnya. Dia membayar sejumlah uang kepada tetangga yang bisa membuatnya.
Seorang anaknya, Nurul mengatakan sangat menyukai ketupat lemak karena memiliki rasa sedikit asin dan berlemak. “Ketupat lemak sebenarnya salah satu makanan kesukaan saya saat Lebaran, tapi saat ini sulit untuk mendapatkannya,” katanya.
Dia ingin setiap Lebaran hidangan ketupat lemak selalu ada di sajian Lebaran di keluarganya. Tetapi karena sang ibu sudah tua, tentu akan merepotkan kalau minta dibuatkan ketupat lemak. Sedangkan dia sendiri tidak mau membuat sendiri, karena khawatir ketan yang dimasak dengan santan kelapa itu tidak jadi ketupat lemak.
Tetapi tahun ini, Nurul berhasil membujuk ibunya agar menyediakan waktu khusus untuk mempersiapan masakan Lebaran, dengan membuat ketupat lemak pada dua hari menjelang Idul Fitri 1432 Hijriyah, yakni pada Minggu (28/8).
Ketupat lemak buatan ibunya, sedianya akan dihidangkan untuk menyambut kedatangan kerabat dekatnya pada hari pertama Lebaran, 30 Agustus 2011.
Inilah resep dan cara membuat ketupat lemak untuk 10 ketupat. Daun kelapa muda. Ketan putih 1 kilogram. Kelapa parut setengah kilogram. Garam secukupnya.
Ketupat bisa membuat sendiri, atau beli sudah jadi. Ketupat dari daun kelapa muda direndam dalam air semalam, agar daunnya tetap segar.
Proses pembuatannya, kelapa parut diperas dengan air masak. Bubuhkan setengah sendok garam pada santan hasil perasan. Masukkan daun pandan ke dalam santan. Daun pandan berfungsi sebagai pewangi.
Cuci beras ketan putih, lalu masukkan ke ketupat dari daun kelapa muda. Ketan yang dimasukkan ke ketupat harus penuh. Beda dengan ketupat beras yang biasanya diisi separoh saja, karena berasnya akan mengembang. Ketan tidak mengembang.
Masukkan ketupat ke panci berisi santan. Ketupat yang sudah direbus harus sering dibolak-balik, agar santan tidak pecah. Santan kalau pecah tampilannya tak baik. Rebus hingga santan mengering. Dan, makanan siap disajikan. Makanan disajikan dengan rendang daging, opor ayam, sambal kentang atau sambal nanas.
Sekarang hampir tak ada warga menghidangkan ketupat lemak saat lebaran. Generasi sekarang tidak tahu cara membuatnya. Kalau dulu bisa lihat dari orang tua. Langsung belajar dan membuat sendiri. Dari lima bersaudara, semua saudara Nazariyah bisa membuat lemak ketupat.
Selain ketupat lemak, warga juga menyajikan lemang. Lemang masih banyak dijumpai pada bulan puasa. Pada berbagai ritual budaya masyarakat Dayak, lemang juga sering disajikan. Dulu, lemang disajikan pada saat Lebaran. Sekarang, lemang jarang disajikan.
Lemang dibuat dari ketan yang dimasukkan ke batang bambu. Cara membuatnya, buluh bambu dibersihkan bagian dalamnya. Ambil daun pisang muda. Potong pelepahnya. Belah pelepah bagian tengah. Pelepah digunakan untuk menjepit daun pisang. Setelah itu menggulung dan memasukkan ke dalam bambu.
Campur santan dan ketan. Masukkan ketan yang sudah dicuci bersih ke dalam bambu. Tekan ketan supaya turun ke bawah. Setelah itu, bambu dibakar dengan posisi miring 60 derajat. Di bawahnya ada kayu bakar menyala.
Lama membakar sekitar lima jam. Kalau sudah masak tunggu hingga dingin. Setelah itu bambu dibelah dan lemang dipotong-potong.
Cara menghidangkan sama dengan ketupat lemak. Pakai rendang daging, opor ayam atau srikaya dari bahan telur, gula dan santan kental.
Nah, berkumpulnya keluarga besar, akan semakin terasa dengan hadirnya makanan unik dan khas pada saat Lebaran. Selamat mencoba dan melestarikan selera Nusantara.***
Terbit di Majalah Warisan Indonesia, edisi September 2011.
Catatan:
Tulisan ini hanya satu contoh, dari belasan naskah yang pernah diterbitkan di Majalah Warisan Indonesia.
Thursday, September 15, 2011
Ketupat Lemak
Posted by Muhlis Suhaeri at 5:14 PM 1 comments
Labels: Kuliner
Subscribe to:
Posts
(
Atom
)