Thursday, December 26, 2024
Posted by Muhlis Suhaeri at 6:25 AM 0 comments
Thursday, November 21, 2024
Grafis oleh Raditya |
Ada beberapa hal yang kita dapatkan, ketika Indonesia mengalami transisi dari pemerintah sistem otoriter Orde Baru selama 32 tahun, menjadi er Reformasi dalam bidang politik. Diantaranya, adanya otonomi daerah dan pemilu proporsional terbuka.
Posted by Muhlis Suhaeri at 6:29 AM 0 comments
Monday, December 11, 2023
Gadis
Kretek, Kota M dan Gempuran Kapitalisme Global
di
Industri Rokok (bagian 4)
Oleh: Muhlis Suhaeri
Pontianak, insidepontianak – Serial Gadis Kretek di platform streaming Netflik, memberikan gambaran, bahwa sejarah adalah produk yang terus berulang.
Tinggal, kita bisa melihat sejarah rokok
kretek itu sebagai pembelajaran, atau hanya menganggapnya peristiwa perlintasan
saja.
Begitu pun dalam industri rokok kretek
yang menjadi perjalanan sejarah, produk sosial dan budaya masyarakat Indonesia.
Rokok kretek turut menjadi saksi sejarah dari bangsa yang terus berjalan ini.
Ketika depresi ekonomi melanda dunia
tahun 1930-an, industri rokok kretek terus berjalan dan tetap bertahan. Begitu
pun saat Indonesia mengalami krisis ekonomi tahun 1998. Bisnis rokok kretek dapat
bertahan dari gempuran krisis, yang melumpuhkan hampir semua sendi perekonomian
bangsa.
Kenapa industri rokok kretek sanggup
bertahan? Sebab, semua bahan baku rokok kretek, tembakau, saus, cengkeh, kertas
bungkus rokok, dan penikmatnya, semua dipasok dari dalam negeri. Konsumen
terbesarnya juga orang Indonesia. Bisnis rokok kretek tetap bertahan, meski
Indonesia didera krisis begitu hebat.
Ketika era pemerintah Hindia Belanda,
memberikan proteksi yang baik dan menguntungkan bagi indusrei rokok kretek.
Alasannya, bisnis rokok kretek merupakan penyumbang pajak, bagi pemerintah
Hindia Belanda.
Ketika Indonesia merdeka, pemerintah
turut memberikan kebijakan yang baik bagi industri rokok kretek. Misalnya,
tahun 1970-an, pemerintah mencanangkan swasembada cengkeh, demi kurangi impor
cengkeh. Tahun 1968, pemerintah mengizinkan penggunaan mesin atau mekanisasi
industri, pembuatan rokok Bentoel. Selanjutnya, Djarum melakukan mekanisasi
pada 1976. Gudang Garam, 1978. HM Sampoerna, 1984 (Abhisam, dkk, 2012).
Mekanisasi industri telah membuat
perubahan besar pada bisnis rokok kretek, dengan lahirnya rokok kretek
menggunakan filter. Kemasan rokok lebih bagus, sehingga bisa lebih bersaing
dengan rokok putih. Tampilan rokok kretek berfilter, telah meningkatkan gengsi
para penikmatnya.
Sebelumnya, rokok kretek identik dengan
kelas menengah ke bawah. Rokok putih identik dengan kelas menengah ke atas. Adanya
rokok kretek berfilter, telah membuat rokok kretek mendongkrak citra diri
penikmatnya. Terutama, penjualan rokok kretek dalam bersaing dengan rokok putih
dari luar negeri.
Kemajuan industri rokok kretek, kian
maju dengan program transmigrasi. Pemerintah secara ‘tidak sengaja’, turut
melebarkan pasar rokok kretek dengan penyebaran warga ke luar Jawa.
Coca Cola pernah memberikan minuman
gratis pada pasukan Sekutu, di mana pun mereka berada saat Perang Dunia II. Hal
itu sebagai bagian dari promosi gratis Coca Cola. Tak hanya memberikan kemasan
Coca Cola dalam bentuk botol, berbagai dispenser berisi minuman khas tersebut,
bebas dikonsumsi para serdadu.
Ketika Perang Dunia II usai, jalur
distribusi, promosi, bahkan pabrik Coca Cola, sudah terbentuk dengan sendirinya
di berbagai negara. Terutama, wilayah yang dekat atau menjadi penyangga perang.
Penghancuran Rokok Kretek
Pertengahan tahun 1999, pascakrisis ekonomi, timbul kegaduhan di dalam negeri. Pemerintah Indonesia membuat Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) tentang Pengamanan Rokok Bagi Kesehatan. Hal terkait rokok diatur, misalnya; iklan, promosi, dan sponsorship.
Pemerintah memberlakukan larangan
merokok di tempat tertentu. Penjualan rokok dibatasi. Peringatan kesehatan
harus tercantum dalam produk dan kemasan rokok. Kadar kandungan tar dan nikotin
turut dibatasi dengan level maksimum 20 mg (tar) dan 1,5 mg (nikotin).
Bila peraturan itu diberlakukan,
perusahaan rokok kretek paling terdampak. Sebab, kandungan tar dan nikotin pada
rokok kretek sangat tinggi. RPP itu diberlakukan pada Oktober 1999, dengan
lahirnya Peraturan Pemerintah Nomor 81 Tahun 1999, tentang Pengamanan Rokok
Bagi Kesehatan.
PP itu menandai, perang global melawan
tembakau telah masuk ke Indonesia.
Perang global melawan tembakau awalnya
terjadi di Amerika Serikat, antara perusahaan farmasi dan industri tembakau.
Bisnis nikotin mendulang ceruk miliaran dollar Amerika. Bisnis itu
diperebutkan.
Wanda Hamilton dalam ‘War Nicotine (2010)’,
menulis, di balik perang tembakau, tersembunyi kepentingan besar bisnis
perdagangan obat-obat Nicotine Replacement Therapy (NRP) atau penghenti
kebiasaan merokok. Seperti; permen karet nikotin, koyok obat, semprot hidung,
obat hirup, zyban, dan lainnya.
“Kampanye kesehatan publik terkait
bahaya tembakau, hanya kedok bagi kepentingan bisnis memasarkan produk
penghenti kebiasaan merokok atau NRP,” tulis Wanda Hamilton.
Nikotin merupakan bahan dasar pembuat
NRP. Tapi, dikotin tak bisa dipatenkan. Hanya bahan yang mirip nikotin saja
bisa dipatenkan. Berawal dari situlah, persaingan dagang itu bermula.
Perusahaan farmasi menggelontorkan dana sangat besar untuk riset, kampanye dan
propaganda, menggandeng mitra, dan lainnya.
Bahkan, tiga perusahaan besar farmasi
dunia, seperti; Pharmacia Upjohn, Novartis, dan Glaxowelcome, menggandeng dan
mendanai Badan Kesehatan Dunia (WHO), untuk membuat WHO Tobacco Free
Initiative. Salah satu tujuannya, mempromosikan WHO Frame Convention on
Tobacco Control (FCTC). Selanjutnya, produk FCTC menjadi landasan hukum
internasional bagi perang melawan tembakau di seluruh dunia.
Michael Bloomberg, Yahudi Amerika Serikat
dan Wali Kota New York tiga periode (2001-2012), turut berperan besar dalam
perang isu melawan tembakau. Tahun 2006, ia menggelontorkan dana 125 juta
dollar Amerika. Tahun 2008, memberikan 250 juta dollar Amerika. Bahkan, bersama
Bill Gates, Bloomberg mengumpulkan dana sebesar 500 juta dollar Amerika.
Di Indonesia, Bloomberg menggelontorkan
dana ke berbagai LSM yang konsen dengan isu perlindungan anak, kesehatan, konsumen,
atau korupsi. Juga masuk ke kampus, pemerintah di tingkat Pusat, Provinsi, Kota/Kabupaten
untuk program anti-tembakau di Indonesia.
Tak heran bila lahir Perda Kota Bogor
Nomor 12 Tahun 2009, tentang Kawasan Tanpa Rokok. Peraturan Gubernur DKI
Jakarta Nomor 88 Tahun 2010, tentang Kawasan Dilarang Merokok. Perda
anti-tembakau lainnya, turut dibuat di Surabaya, Tangerang, Depok, Bandung, Palembang,
Pekanbaru, Padang Panjang, Makassar, dan lainnya.
Bahkan, Bloomberg juga masuk ke ormas
keagamaan. Hasilnya, keluar fatwa mengharamkan rokok.
Abhisam menulis, dibalik sikapnya yang
selalu memberikan hibah untuk memerangi tembakau, Bloomberg merupakan orang
yang mendukung operasi militer Israel ke Palestina. Bahkan, ketika berkunjung
ke Israel, Bloomberg dengan terus terang berkata, “Bukti dukungan Amerika
terhadap Israel dapat Anda saksikan lewat kedatangan kami ke Israel.”
Ekspansi dan Akuisisi
Tak hanya melalui isu perang dagang
tembakau, penghancuran rokok kretek juga dilakukan dengan akuisisi atau mengambil
alih perusahaan rokok kretek di Indonesia. Tahun 2004 dan 2005, Philip Morris, produsen
rokok terbesar di dunia dan penghasil rokok putih Marlboro, mengakuisisi 97
persen rokok kretek HM Sampoerna dengan nilai US$
5,2 miliar atau Rp 48,5 triliun. Nilai
akuisisi itu jumlah paling besar yang dikeluarkan Philip Morris, untuk membeli perusahaan
rokok di seluruh dunia.
Saat dijual, HM Sampoerna merupakan
perusahaan rokok terbesar pertama di Indonesia, yang menguasai 33 persen pangsa
pasar rokok. Tahun 2004, HM Sampoerna masih membukukan laba sebesar Rp 1,99
triliun. Ketika dibeli Philip Morris, tahun 2005, HM Sampoerna membukukan
keuntungan sebesar Rp 2,38 triliun.
Tahun 2008, British American Tobacco
(BAT), perusahaan rokok terbesar nomor dua dunia, mengakuisisi 85 persen saham rokok
kretek Bentoel dengan nilai US$ 494 juta atau Rp 5 triliun. Saat
diakuisisi, Bentoel merupakan perusahaan rokok nomor empat terbesar di
Indonesia. Bentoel pemegang tujuh persen pangsa pasar rokok di Indonesia.
Kini, kejayaan industri rokok kretek
Indonesia, sudah ditumbangkan di negerinya sendiri. Keuntungan industri rokok
yang sangat potensial, pada akhirnya terus mengalir ke negara yang menjadi
pusat perusahaan dan industri rokok tersebut.
Inilah bukti, kapitalisme global selalu
bisa mencari bentuk dan masuk ke berbagai lembaga dan institusi. Seperti,
lembaga pendidikan, LSM, media massa, pemerintah dan lainnya, untuk memasukkan
kepentingannya.
Sebelumnya, produk khas Indonesia,
minyak kelapa juga sudah dihancurkan melalui perang dagang dan kampanye, melawan
produk minyak bunga matahari atau minyak kedelai. Komoditas garam, gula, garam
dan jamu, sudah dijungkirbalikkan.
Ini bagian dari pengulangan sejarah. Dan,
kita sudah terbiasa dengan mengunyah bagian remah-remahnya saja.***
Posted by Muhlis Suhaeri at 7:25 AM 0 comments
Sunday, December 10, 2023
Gadis
Kretek, Kota M dan Gempuran Kapitalisme Global
di
Industri Rokok (bagian 3)
Oleh: Muhlis Suhaeri
Pontianak, insidepontianak – Serial Gadis Kretek di platform streaming Netflik, memutar kembali ingatan orang pada industri rokok di tanah air.
Industri rokok mengalami pasang surut
dan persaingan sengit. Bahkan, ada kerusuhan sosial terjadi, imbas dari persaingan
usaha tersebut.
Tak hanya itu, industri rokok telah
mendapat gempuran kuat dari modal besar dan trans-nasional. Ada gempuran
kapitalisme global di industri rokok.
Perkembangan industri rokok kretek, tak
lepas dari nama kota Kudus di Jawa Tengah. Dari sana, awal mula rokok kretek
tercipta. Perusahaan rokok kretek besar, seperti Nojorono, Djambu Bol dan
Djarum, lahir dan berkembang di Kudus.
Parada Harahap dalam bukunya, “Indonesia
Sekarang (1952)” menulis, generasi awal pengusaha rokok di Kudus, antara
lain: M. Sirin, pemilik rokok cap Teboe dan Jagung. M Atmowidjojo pemilik
pabrik rokok cap Goenoeng. Ada juga H Nawawi, A Ashadi, H Rusjdi, HA Ma’roe,
dan lainnya.
Bicara mengenai Kudus dan perkembangan
industri rokok kretek, tak bisa dipisahkan dengan nama Nitisemito, pemilik NV
Tjap Bal Tiga.
Nitisemito merupakan pengusaha
Bumiputera terbesar, paling awal dan tertua yang berdiri pada zaman Hindia
Belanda. Bahkan, tahun 1924, ia telah memiliki 15 ribu karyawan.
Nitisemito pengusaha kretek visioner.
Lahir 1863, Nitisemito tak sempat mengenyam bangku sekolah. Ia tuna aksara. Tak
dapat membaca dan menulis. Namun, Nitisemito menerapkan berbagai macam cara
menangani perusahaan secara moderen. Ada inovasi dilakukan.
Dalam pemasaran, misalnya, Nitisemito
memberikan berbagai hadiah kepada pelanggannya. Pelanggan bisa menukar bungkus
rokok dengan berbagai macam hadiah. Mulai dari sepeda, jam dinding, peralatan
makan dan lainnya. Malahan, ada bus dengan kaca besar keliling untuk ‘jemput
bola’ ke konsumen (Amen Budiman dan Onghokham, 1997).
Dalam beberapa scene dan adegan
di serial Gadis Kretek, beberapa inovasi pemasaran dan promosi Raja Kretek
Nitisemito, muncul di serial Netflik. Misalnya, Nitisemito menjual produk rokok
pada berbagai macam acara keramaian dan pasar malam.
Ketika membuat sandiwara keliling, Nitisemito
menyelipkan produk rokoknya. Ia juga mempromosikan produk kreteknya,
menggunakan mobil untuk promosi dan pemasaran. Bahkan, Nitisemito menyebar
pamflet dan promosi nama produksi rokoknya dengan pesawat terbang. Sesuatu yang
tak pernah dilakukan di industri rokok hingga sekarang.
Industri rokok menyumbang kemajuan
ekonomi di masyarakat. Alasannya, industri rokok menyerap jumlah tenaga kerja
yang besar. Sebab, industri rokok mulai dari hulu hingga hilir, melibatkan
banyak pekerja. Ada petani tembakau. Petani penggarap. Pengering tembakau di
gudang. Yang mengeringkan tembakau selama satu hingga tiga tahun. Tembakau
harus diputar secara terus, supaya tembakau kering secara sempurna.
Dalam proses produksi rokok, ada tukang
rajang tembakau. Pelinting rokok yang biasanya dilakukan di rumah. Ada abon,
bagian pengepul dari pelinting rokok. Ada tukang saus. Bagian pengemasan, dan
lainnya. Rantai dan proses itu saling jalin menjalin.
Persaingan di Industri Rokok
Persaingan di industri rokok sangat kuat. Mata rantai produksi rokok yang melibatkan banyak orang, bisa saja ketika ada satu proses produksi yang berkianat, dapat membuat hasil rokok menjadi tak enak rasanya.
Hal itu terjadi pada produk rokok
Nitisemito. Ada kompetitor bekerja sama dengan Abon. Rokok Nitisemito
menggunakan tembakau yang baik. Tapi, dalam proses pelintingan misalnya, Abon
meminta pelinting rokok, menggunakan kualitas tembakau atau kertas rokok kurang
baik. Rasa rokok Nitisemito menjadi rusak.
Tak hanya diproses produksi,
perkembangan industri rokok yang sedemikian maju, membuat orang Tionghoa
mengikuti jejak para pengusaha lokal dalam industri rokok kretek. Persaingan
itu sedemikian kuatnya, sehingga berimbas pada kerusuhan sosial di Kudus, tahun
1918. Kerusuhan di berbagai wilayah lain turut terjadi, berkaitan dengan
persaingan usaha.
Kerusuhan berdampak pada rumah dan
pabrik rokok kretek terbakar. Banyak korban harta dan benda. Pascakerusuhan,
banyak pengusaha lokal dihadapkan pada pengadilan. Mereka dihukum. Akibatnya,
banyak perusahaan lokal gulung tikar. Tak ada yang menjalankan lagi. Sebaliknya,
posisi pengusaha Tionghoa semakin kuat dan maju (Amen Budiman dan Onghokam,
2017).
Tak hanya persaingan antar pengusaha
lokal, bisnis rokok turut melibatkan perusahaan trans-nasional. Berdasarkan
data pemerintah, impor rokok putih ke Hindia Belanda tahun 1923, mencapai 1
miliar batang. Bahkan, tahun 1925, perusahaan patungan antara Inggris dan
Amerika, British America Tobacco (BAT), mendirikan pabrik di Cirebon.
Selanjutnya, berdiri pabrik di Surabaya, 1928.
Uniknya, pemerintah Hindia Belanda
melindungi pengusaha rokok kretek dengan berbagai peraturan yang menguntungkan.
Misalnya, penerapan cukai rokok putih lebih tinggi. Penerapan pembuatan mesin
untuk membuat rokok, harus dengan izin pemerintah.
Proteksi pemerintah Hindia Belanda
kepada pengusaha rokok kretek, tentu bernilai ekonomis. Ketika usaha rokok
kretek terus berjalan, pemerintah Hindia Belanda tetap dapat mengumpulkan pajak,
dari para pengusaha rokok kretek lokal.
Kondisi itu tak membuat pengusaha rokok
putih tinggal diam. Mereka menggunakan berbagai macam cara, menghancurkan pasar
rokok kretek di berbagai daerah. Di Jawa Barat, pengusaha rokok putih membujuk
warga di suatu pedesaan, menebang pohon kawung yang menjadi pembungkus rokok.
Tak adanya persediaan pohon kawung,
diharapkan membuat perusahaan rokok gulung tikar. Tak ada bahan baku pembungkus
rokok. Tapi, usaha itu tak berhasil. Pengusaha rokok kretek bekerja dengan
cepat. Menanam pohon kawung lagi, menggantikan pohon kawung yang ditebang.
Bahkan, setiap ada daerah muncul
pengusaha rokok kretek baru, perusahaan rokok putih membuat produk yang murah
harganya. Rokok putih itu bermerek Pirate (Bajak Laut). Ketika rokok kretek itu
sudah tak laku, produk rokok putih itu ditarik dari pasaran.
Praktik itu dilakukan secara berulang di
berbagai daerah.***
Posted by Muhlis Suhaeri at 7:21 AM 0 comments
Saturday, December 9, 2023
Gadis
Kretek, Kota M dan Gempuran Kapitalisme Global
di
Industri Rokok (bagian 2)
Oleh: Muhlis Suhaeri
PONTIANAK, insidepontianak.com - Setelah mengarungi lautan Atlantik, dan mendarat di pulau San Salvador atau pulau Wetling, tahun 1492, Columbus menemukan perahu lesung berisi orang Indian dengan berbagai muatan daun kering di perahu. Daun kering itu, kelak disebut dengan tobacco atau tembakau (Amen Budiman dan Onghokham, 1987).
Ketika itu, orang Indian telah memiliki
kebiasaan menghisap tembakau pada sebuah pipa panjang, biasa terbuat dari
tulang. Mereka menikmati rokok pada ujung tulang yang sudah diberi tembakau. Pipa
panjang itu disebut tubak. Dari kata tubak, kelak lahir kata tobacco dalam
bahasa Inggris, dan tembakau dalam bahasa Indonesia.
Tembakau menempati peran istimewa bagi masyarakat
Indian di benua Amerika Utara dan Selatan. Tembakau digunakan dalam setiap
ritual keagamaan dan pengobatan. Bangsa Indian yang menempati sebelah timur
pegunungan Rocky Mountain meyakini tembakau sebagai sesaji dan disukai oleh
kekuatan gaib. Bahkan, bangsa Indian Alqoncuia Pusat, memiliki keyakinan bahwa
tidak ada acara keagamaan bisa dimulai, tanpa kehadiran tembakau.
Di Indonesia, kebiasaan menggunakan
tembakau dilakukan suku di sekitar sungai Fly di Irian Timur, berbatasan dengan
Irian Jaya. Mereka memanfaatkan tembakau dengan merokok, tidak mengunyah
seperti kebiasaan orang Indian. Orang Fly menggunakan pipa dari bambu untuk
menikmati tembakau. Di wilayah Irian lainnya, warga menikmati tembakau dengan
cara melintingnya menjadi rokok.
Sebelum mengenal rokok, orang Indonesia
mengunyah sirih dan pinang. Ada kapur, gambir dan tembakau sebagai campuran.
Bahan menginang hampir sama dengan campuran yang terkandung dalam kretek.
Campuran tembakau untuk pinang disebut tembakau sugi. Orang Jawa menyebutnya
mbako susur.
Kebiasaan makan sirih dan pinang itu,
selanjutnya berubah jadi merokok dengan tembakau. Bahan pembungkus tembakau menggunakan
daun jagung kering, daun pisang atau daun palem.
Kebiasaan merokok di Indonesia,
diperkenalkan oleh bangsa Portugis. Selanjutnya, bangsa Belanda semakin
mempopulerkan kebiasaan tersebut.
Kebiasaan merokok juga telah memasuki istana
Keraton di Jawa. Utusan VOC, Dr H de Haen mendiskripsikan pengalamannya, ketika
berkunjung ke Kerajaan Mataram untuk bertemu Sultan Agung.
Ia menuturkan, Sultan termashur yang memerintah antara tahun 1613-1645, merupakan perokok berat. Sultan Agung menggunakan pipa dari perak untuk merokok. Di samping Sultan, selalu ada abdi yang menyalakan rokok dengan upet atau tali api-api, ketika rokok Sultan mati.
Ketika kebiasaan mengisap tembakau masih
di lingkungan keraton, rakyat jelata hanya mengunyah pinang dan sirih. Lalu,
kebiasaan merokok dinikmati rakyat jelata juga. Hal itu termaktub dalam kisah
Roro Mendut dan Tumenggung Wiraguna, semasa pemerintahan Sultan Agung.
Kebiasaan mengisap rokok tersebut,
selanjutnya menyebar dan bisa dinikmati rakyat biasa dengan rokok klobot.
Sebatang rokok dengan tembakau, daun pandan atau daun jagung sebagai
pembungkusnya.
Sama dengan penduduk Indian, rokok juga
digunakan untuk ritual keagamaan atau sajen, bersama bunga mawar, cempaka,
kenanga atau melati.
Awalnya perkebunan tembakau ditemukan di
Bogor, Priangan dan Cirebon. Ketika pemerintah Belanda mulai bangkrut, harus
mendanai perang Diponegoro di Jawa, dan perang Padri di Minangkabau, pemerintah
Hindia Belanda menerapkan tanam paksa. Terutama tanaman dengan komoditas
ekonomi tinggi, seperti tembakau.
Perkebunan tembakau muncul di Kediri,
Rembang, Madiun, Surabaya dan Madura. Perkebunan tembakau juga ditemukan di
sekitar Klaten, daerah Kesultanan, Jember dan Besuki.
Bahkan, tahun 1830, memerintahkan Hindia
Belanda menanam tembakau untuk ekspor Eropa, dengan bibit tembakau Havana dan
Maryland di Jetis dan Probolinggo (saat ini Muntilan), seluas 55 bahu.
Bibit itu diberikan secara cuma-cuma
kepada warga. Namun, upaya itu gagal karena letusan Gunung Merapi di Jawa
Tengah. Tahun 1834, penanaman bibit tembakau Manila dan Havana mulai dilakukan.
Sejak 1836 dan 1845, tembakau menjadi tanaman utama ekonomis bernilai tinggi,
selain tebu, kopi dan nila.
Lalu, apa yang membedakan antara rokok
putih dan kretek?
Rokok putih hanya mengandung tiga jenis
tembakau atau American Blend, yaitu; tembakau Virginia, Burley dan tembakau
Oriental yang biasanya jenis Turkish. Sementara itu, dalam sebatang rokok kretek
mengandung belasan hingga 30 tembakau dari seluruh pelosok Indonesia. Racikan
cengkeh, tembakau dan saus itu menghasilkan rasa khas rokok Indonesia, rokok
kretek. (Abhisam, dkk, 2012).
Nama rokok kretek berasal dari nama
ketika rokok itu diisap. Ada bunyi kumretek dalam bahasa Jawa. Bunyi keretek-keretek
ketika serpihan cengkeh dalam rajangan tembakau bertemu dengan api.
Rokok kretek awalnya ditemukan secara
tidak sengaja. Hadji Djamhari menderita sakit dada. Setiap penyakit datang, ia
mengusap dadanya dengan minyak cengkeh. Seketika penyakitnya hilang. Setelah
itu, dia mengunyah cengkeh. (Amen Budiman dan Onghokham, 1997).
Djamhari menggunakan cengkeh sebagai
obat. Caranya, merajang cengkeh dengan halus dan mencampurnya bareng tembakau
sebagai rokok. Lalu, rokok itu dihisapnya dengan tujuan, asap campuran tembakau
dan cengkeh, bisa langsung ke paru-parunya.
Penyakitnya mulai berkurang. Cara itu,
selanjutnya menjadi terkenal di sekitar Kudus. Haji Djamhari membuat kretek itu
dengan jumlah banyak, untuk memenuhi permintaan handai taulan dan orang di
sekitar tempat tinggalnya. Peristiwa tahun 1870 hingga 1880 itu ditandai
sebagai awal penemuan rokok kretek.***
Posted by Muhlis Suhaeri at 7:17 AM 0 comments
Friday, December 8, 2023
Gadis
Kretek, Kota M dan Gempuran Kapitalisme Global
di
Industri Rokok (bagian 1)
Oleh: Muhlis Suhaeri
PONTIANAK, insidepontianak.com - Publik penikmat sinema di Indonesia sedang dibikin kesengsem dengan serial Gadis Kretek di platform streaming Netflik. Gadis Kretek merupakan serial pertama Netflik dari Indonesia.
Serial
Gadis Kretek pertama kali diperkenalkan pada Busan
International Film Festival, 4-13 Oktober 2023. Selanjutnya,
diputar di Netflik sejak 2 November 2023.
Film ini diadaptasi dari novel
berjudul Gadis Kretek, karya Ratih Kumala. Ketika diadaptasi menjadi serial Netflik, Kamila Andini
menyutradarai serial Gadis Kretek. Ada Dian Sastrowardoyo sebagai Dasiyah. Ia tokoh
sentral dalam serial Gadis Kretek. Ada Ario Bayu sebagai Soeraja. Putri Marino (Arum), Arya Saloka
(Lebas), dan lainnya.
Serial
Gadis Kretek berlatar tahun 1960-an di Kota M, sebuah kota imajiner yang
terletak di antara Yogyakarta dan Magelang. Di kota
ini, geliat bisnis, sosial, dan politik, menyatu dalam balutan dialog, adegan
dan plot, serial Gadis Kretek.
Dasiyah,
perempuan introver dan lebih suka menyendiri. Ia tinggal dalam lingkaran bisnis keluarga.
Dasiyah memiliki visi dalam industri rokok kretek. Ia memiliki mimpi,
membuat kretek terbaik. Tapi, di dunia rokok
kretek, perempuan hanya boleh menjadi
pelinting saja.
Padahal, Dasiyah punya ide membuat ide saus baru. Hal itu menimbulkan pertentangan. Ada penolakan. Sebab, perempuan tak boleh berada
di dalam ruang pembuatan saus. Ada mitos,
hal itu membuat rokok menjadi tak enak. Apalagi membuat saus rokok. Jelas saja
mendapat penolakan.
Saus
rokok merupakan kunci bagi kenikmatan sebatang rokok. Ketrampilan mengolah
berbagai ramuan rempah, menjadi ciri tersendiri. Saus rokok adalah karakter
dari peracik saus.
Kemunculan saus dalam rokok kretek, mencirikan kebiasaan masyarakat Indonesia yang suka dengan memasukkan perisa apa saja ke mulut, ketika makan atau minum. Misalnya, menambahkan gula ke teh atau kopi. Menambahkan sambal atau kecap pada makanan.
Alasan pemakaian saus pada kretek ada
dua. Pertama, faktor pemasaran. Setiap rokok harus punya karakter dan
cita rasa berbeda. Kedua, tembakau kering sebagai bahan dasar kretek tak
langsung siap saji. Alasannya? Kadar alkoholnya tinggi. Saus punya peran
menetralisir rasa tembakau yang kasar, dan menjaga menstabilkan konsistensi
rasanya (Abhisam DM, dkk, 2012).
Karenanya,
ketika Dasiyah memiliki kesempatan memasuki ruang saus di perusahaan rokok
keluarganya, ia bereksperimen dan meracik berbagai bahan dan rempah,
menciptakan saus terbaru.
Saus terbaru itulah yang menguatkan
indusrtri rokok keluarga Idroes Moeria (Rukman Rosadi), ayah Dasiyah. Moeria adalah rangkaian gunung di wilayah Kabupaten Kudus,
Jepara dan Pati.
Namun,
keberhasilan dan bisnis rokok keluarga Idroes, membuat iri pengusaha rokok
lainnya, Soedjagad (Verdi Solaiman). Keduanya
terlibat dalam persaingan sengit. Soejagad ingin mengalahkan Idroes dengan cara
apa pun. Hal itu tak lepas dari masa lalu keduanya, ketika bersaing untuk mendapatkan Roemaisa (Sha Ine Febrianti),
istri Idroes.
Bahkan,
Soedjagad memasukkan Idroes dalam daftar hitam peristiwa 1965. Tentara mendatangi rumah Idroes. Ia ditangkap dalam peristiwa tsunami besar
politik,
sepanjang sejarah bangsa Indonesia.
Perusahaan rokok Idroes tutup.
Keluarganya tercerai berai. Dasiyah sempat ditahan dalam kamp atau tahanan
perempuan selama dua tahun. Meski tak disebutkan namanya, publik bisa saja
menduga, kamp tahanan perempuan yang menjadi tempat bagi orang yang dianggap
terlibat dalam peristiwa 1965, adalah kamp Plantungan di Kendal, Jawa Tengah.
Dalam buku berjudul “Gerwani, Kisah
Tapol Wanita di Kamp Plantungan, Amurwani Dwi Lestari, 2011, kamp
Plantungan menjadi saksi bagi organisasi perempuan di bawah underbow PKI
tersebut. Namun, banyak juga dalam kamp Plantungan, mereka hanya menjadi korban
kecurigaan dan prasangka saja. Di kamp Plantungan, jiwa dan raga para perempuan
itu dilecehkan, rusak dan dihancurkan. Oleh penjaga lelaki yang sebagian besar
tentara.
Dibebaskan dari penjara, Dasiyah kembali
ke rumah orang tuanya. Tak ada keluarga yang tersisa. Hanya rumah yang kotor
dan berserak. Ia mencoba bangkit, menghidupkan industri rokok rumahan milik
orang tuanya. Resep saus menjadi kunci. Namun, catatan saus kretek ada di buku
jurnal miliknya.
Jurnal itu disimpan Soeraja yang telah menjadi menantu Soedjagad. Melalui resep saus
milik Dasiyah, Soeraja membangun bisnis rokok hingga tingkat nasional. Kesuksesan
yang dirah Soeraja, menyisakan derita pada keluarga Idroes, terutama Dasiyah.
Melalui
plot maju-mundur, kondisi sekarang-dulu, serial Gadis Kretek membawa pemirsanya
memasuki alam pikiran, sejarah dan konflik, yang dimainkan dengan apik oleh
para pemainnya. Bernas dan bertenaga, namun menyayat.(Muhlis Suhaeri)
Posted by Muhlis Suhaeri at 7:03 AM 0 comments