Monday, June 7, 2010

Black Panther Party (Bagian 1-4)

Sang Legenda Tanpa Jejak
Oleh: Muhlis Suhaeri

DRAMA PENYERGAPAN
Sebuah pagi di Oakland, California, Amerika Serikat (AS). Daerah itu, pemukiman kulit hitam. Sebagian besar penghuninya miskin dan termarjinal. Dua belas mobil sedang parkir di sepanjang jalan. Penanggalan menunjuk angka, 6 April 1968.

Pagi itu, David Hilliard dan beberapa pimpinan Black Panther Party (BPP), Bobby Hutton dan Eldridge Cleaver sedang berkumpul dalam suatu kegiatan. Tanpa mereka ketahui, tempat itu telah dikepung ratusan polisi. Aparat memberikan peringatan. Mereka diminta menyerahkan diri.

Hilliard teringat pada bagasi mobilnya. Ada persediaan makanan dan senjata. “Kami selalu bawa senjata, karena memang ada ancaman,” kata Hilliard.

Bersamaan dengan peringatan, polisi mulai menembakkan senjata. Orang yang berkumpul di rumah, segera bubar dan menyelamatkan diri. Polisi terus memuntahkan peluru.

Hilliard meloncat dan keluar rumah. Ia menyeberang ke rumah sebelah. Kebetulan, rumah tersebut milik kerabatnya. Sepupunya sedang di kamar. Ia terkejut. Namun, dia berkata pada Hilliard, supaya tidak keluar rumah karena berbahaya. Hilliard menurut. Dia tak keluar rumah hingga satu jam.

Suasana di luar rumah tegang. Tembakan dan raungan senapan masih mencari sasaran. Polisi mulai membakar rumah. Gas air mata dilempar. Hutton dan Cleaver di ruang dasar rumah. Cleaver tertembak pada bagian kaki. Keduanya berencana keluar rumah. Hutton memutuskan keluar lebih dulu.

Ia keluar rumah dengan telanjang dada. Tangannya diangkat ke atas. Polisi menemukan orang yang dicari. Hutton disuruh berlari meninggalkan rumah. Selepas itu, polisi menembakkan puluhan butir peluru. Ia menjadi martir. Di tubuh Hutton, 15 butir peluru bersarang. Dia mati seketika. Ketika itu, usia Hutton 17 tahun.

Setelah tembakan tak terdengar dan suasana mulai reda, Hilliard keluar rumah. Ia melihat-lihat sekeliling lingkungan. Darah berceceran. Serpihan kaca dan kayu berserakan. Warga mulai membersihkan trotoar.

Hilliard mencari informasi keberadaan anggota BPP lainnya. Dia mendapat kabar, Hutton tewas. Saat melihat-lihat lokasi, dua orang polisi muda bertanya pada dirinya. Warga yang melihatnya mulai diinterogasi berkata, Hilliard warga lokal dan orang baik.

“Jangan ganggu. Dia tinggal di sini dan tak apa-apa,” kata warga.
“Siapa nama Anda?” kata polisi.
“Charles Robbin,” kata Hilliard.

Ia memberikan nama palsu. Polisi melanjutkan pemeriksaan. Lalu, ia disuruh masuk ke mobil dan dibawa ke kantor polisi. Kepala polisi melihat kedatangan Hilliard. Dia langsung berkata pada dua polisi muda tersebut.

“Ih, goblok kalian. Memang kalian tidak tahu, ini salah satu dari pemimpin mereka,” kata pimpinan polisi.

Setelah itu, dua polisi tersebut, mulai memukuli Hilliard. Seorang polisi kulit hitam datang dan melerai. “Dia orang baik, jangan dipukul. Dia teman lama,” katanya.

Tapi, Hilliard tetap saja ditahan selama seminggu. Setelah itu, semua tuduhan dibatalkan. Dan, Hilliard dibebaskan.

Pada 1970, Hilliard mengikuti seminar di Aljazair. Sepulang dari seminar, polisi lokal dan FBI mengepung dan menahannya di Bandara.

Polisi berdalih, ada bukti baru dan akan menghukumnya. Polisi menemukan senjata dengan sidik jarinya. Mereka menemukan mobil berisi banyak senjata di dekat kantor BPP. Padahal, Hilliard sedang berada di rumah yang diserbu. Saat itu, tidak ada hubungan antara kejadian di rumah dan mobil di kantor BPP.

“Polisi sengaja mencari bukti-bukti baru untuk menjerat kami, agar bisa ditahan,” kata Hilliard. Kemudian, polisi mengusut dan menganggapnya bersalah, karena memukul polisi.

Hilliard diancam hukuman 6 bulan hingga 10 tahun. Ia bertanya, kenapa hukuman selama itu? Padahal, polisi tak punya dasar menghukumnya. Akhirnya, ia menjalani hukuman, tiga tahun sepuluh bulan.

Selama di penjara, anggota FBI mendatanginya. Mereka menawarkan Hilliard uang 50 ribu dollar, dan pembebasan bagi dirinya. Syaratnya, Hilliard harus memberikan informasi kegiatan BPP. Tapi, ia menolak.

Aparat tak putus asa. Mereka menambah uang 10 ribu dollar, kalau Hilliard mau jadi informan. Hilliard kesal dan berkata, “Anda mau tahu apa lagi? Semua sudah Anda ketahui mengenai organisasi ini.”

Hilliard tak mau jadi informan polisi dan menghianati organisasinya. Suatu ketika, anggota FBI datang dan mengatakan, ia bisa pulang. Hilliard dapat keringanan hukuman. Tapi, ia sudah terlanjur mendekam di penjara.

Lalu, ia bertanya, kenapa boleh pulang? Polisi menjawab, karena BPP sudah tak ada kegiatan. Pada 1974, BPP bubar. Jaksa Agung dan Presiden Richard Nixon menyatakan, BPP tak ada lagi.

Hilliard tak tahu, siapa penghianat yang memberitahu polisi, saat mereka berkumpul di rumah tersebut. Mereka dijebak orang dalam salah satu mobil. Sampai sekarang, ia tak tahu siapa dia. “Saya ingin tahu orang itu, “ kata Hilliard.

Penyerbuan itu terjadi, dua hari setelah Dr Martin Luther King dibunuh pada 4 April 1968, di Memphis, Tennessee.

Rumah yang diserbu polisi, masih berdiri hingga sekarang. Orang yang punya rumah, tahu sejarah dan kejadian tersebut. Dia tak memperbaiki rumah itu seluruhnya. Ada bagian-bagian yang kena peluru, dibiarkan apa adanya. Dulu, rumah itu banyak lubangnya.

“Ada sekitar 1.300 butir peluru bersarang di rumah itu,” kata Hilliard.


SEJARAH BERDIRINYA BPP
Black Panther Party (BPP) berdiri di Oakland, San Francisco, California, 15 Oktober 1965. Nama awalnya, The Black Panther Party for Self-Defense. Black Panther untuk mempertahankan atau menjaga diri. Pendirinya, Huey P. Newton dan Bobby Seale. Struktur awal organisasi partai, diisi Huey P. Newton sebagai Presiden. Bobby Seale, Wakil Presiden. Eldrigde Cleaver menjabat Menteri Informasi. David Hilliard sebagai Ketua Staf Organisasi.

“Kalau Partai Republik punya simbol gajah. Partai Demokrat punya simbol keledai. Kita sebagai partai juga butuh simbol,” kata Hilliard.

Simbol BPP, macan hitam atau panther. Binatang yang suka menyerang. Artinya, menyerang untuk mendapatkan makanan dan mempertahankan diri. Panther memiliki makna, garang dan agresif.

Pergerakan BPP mulai ada, ketika ada sebuah gereja dibom pada 1965 di Birmingham, Alabama, AS. Zaman itu penuh dengan kekerasan. Karena itu, pergerakan berdiri demi kesetaraan ekonomi dan sosial.

Tujuan awal BPP berdiri, memperjuangkan hak dan kebebasan berbicara. Menghilangkan diskriminasi. Peluang mendapatkan pekerjaan bagi orang kulit hitam. Melindungi warga dari kebrutalan polisi dan rasisme.

“Pergerakan kami muncul, karena adanya ketidaksetaraan pada warga kulit hitam,” kata Hiliiard. Mereka yang terlibat kebanyakan anak muda. Umurnya, tak ada yang lebih dari 20 tahun.

Orang kulit hitam harus bangkit dan berjuang. Ada tiga penyebab ketertinggalan. Secara sistem, hukum dan budaya. Ada sistem yang tidak berubah. Ada ketidakadilan. Ada kemalasan. Ketiganya, jadi penyebab.

Secara budaya, orang kulit hitam datang sebagai budak. Kemudian dipaksa mengikuti dan mengadopsi budaya orang kulit putih atau barat. Mereka mungkin tidak siap. Dan, ini menjadi masalah secara kultur. Yang membuat orang kulit hitam, tak bisa menghadapi situasi dan kondisi budaya barat yang masuk.

Apalagi makin banyak komunitas dan bangsa yang menempati AS, semakin membuat orang kulit hitam sulit berkembang. Persaingan ketat membuat mereka semakin terjepit. “Sistem ini kelihatan ada perubahan, namun tidak. Banyak generasi muda tak bisa sekolah dan melanjutkan kuliah,” kata Hilliard.

BPP punya sepuluh program. Intinya, mendapatkan tanah, makanan, perumahan, pendidikan, dan pakaian yang layak. Menentukan nasib sendiri, keadilan dan perdamaian.

Salah satu kegiatannya, membagikan makanan gratis pada anak-anak. Terkadang sampai 10.000 ribu paket. Selama lima tahun, BPP bisa memberikan makan gratis pada 200 ribu anak. Pemeriksaan kesehatan juga dilakukan. Misalnya, tes keracunan timah. BPP lakukan cek darah hingga 500 ribu orang.

“Padahal BPP tidak punya uang dan fasilitas. Namun, kami bisa lakukan itu semua,” kata Hilliard.

Pada waktu bersamaan, pemerintah AS melakukan perang di Vietnam. Miliaran dollar terkuras. Hilliard menganggap, pemerintah tak melakukan tanggung jawab pada anak-anak itu.

BPP punya terbitan sendiri, The Black Panther. Koran itu menyebar hingga ke delapan negara. Pimpinan redaksinya, Eldridge Cleaver. Sirkulasinya bisa mencapai 250 ribu. “Media-media mainstream punya berita dan cerita sendiri. Media kita juga punya cerita dan berita sendiri,” kata Hilliard.

Koran juga dipasarkan di Oakland. Banyak orang membaca. Warga merasa lebih dekat. Pasalnya, koran bicara persoalan mendasar warga.

Setelah berdiri di Oakland, BPP terus merambah dan buka cabang di beberapa kota di AS. Pada 1968, terbentuk cabang di Los Anggeles, San Diego, Chicago, Boston, Pittsburgh, Detroit, Denver, Cleveland, Baltimore, Washington D.C., Newark, New York City, Seatle dan lainnya. Ada sekitar 45 kantor cabang. Awal pendirian anggotanya sekitar 400 orang. Lalu, terus berkembang lebih dari 5.000 orang.

Ada beberapa hal penting dalam gerakan ini. Mereka tak mau disebut black power, karena anggotanya tidak hanya orang kulit hitam. Juga tak mau disebut black militan, karena konotasinya negatif dan suka ciptakan kerusuhan. Mereka lebih senang disebut pejuang kebebasan.

Anggota dan pendiri BPP kaum terpelajar. Huey P. Newton pernah belajar di berbagai kampus terkenal di Amerika. Semisal, Universitas Stanford. Ia seorang doktor. Bobby Seale kuliah di Oakland City College. Hilliard lulusan Universitas Connecticut, jurusan filosofi dan agama.

“Jadi, kami bukan anak-anak jalanan atau punya latar belakang keras, seperti yang biasa digambarkan,” kata Hilliard.

Anggota BPP biasa berkumpul di rumah Bobby Hutton atau anggota lainnya. Mereka diskusi banyak hal mengenai permasalahan di Africa, Eropa, Asia, dan lainnya.

Untuk menjalankan organisasi, mereka mencari rumah sebagai kantor. Caranya? BPP mengerahkan anggotanya jual buku The Little Red Book. Buku itu mengenai revolusi merah di China yang dipimpin Mao Tse-tung.

Mereka menjual ribuan buku dalam dua hari. Buku dijual dan tawarkan pada teman-teman di kampus. “Kalian harus baca buku ini, karena ada 400 juta orang di China yang ikut gerakan sosialis yang dilancarkan Mao Tse-tung,” kata mereka.

Kantor pertama BPP, sekarang untuk berjualan roti. Pemiliknya, anak yang sering dapat makanan gratis dari program BPP.

Hilliard mengklaim, BPP organisasi pertama dari AS yang diundang ke China. BPP jadi semacam duta besar bagi Mao Tse-tung. Gerakan BPP memang mengarah ke China. Sebab, revolusi China merupakan contoh revolusi yang berhasildan efektif. Karenanya, BPP dengan negara dan orang China keturunan Amerika, menjadi kawan.

BPP tak jadikan revolusi di Iran sebagai contoh. Meski di negeri Mullah tersebut, juga contoh revolusi yang berhasil. Mereka lebih banyak mengambil contoh di China, Kuba, Afrika, dan Amerika latin. Alasannya, ideologinya berbeda.

Ideologi BPP, merupakan sejarah panjang sejarah dan perjuangan bangsa kulit hitam di Amerika, yang diterjemahkan melalui suatu kontradiksi dari alat proses produksi. Hal itu tak lepas dari sejarah panjang penindasan dan perbudakan, terhadap orang kulit hitam.

Kegiatan BPP melintasi berbagai belahan dunia. Ke China, Korea, Cuba, Afrika dan lainnya. “Dan, itu mengancam pemerintah AS. Oleh sebab itu, kami dianggap berbahaya oleh pemerintah,” kata Hilliard.

Karenanya, BPP dianggap musuh pemerintah, FBI, polisi lokal, dan CIA. Bahkan, seorang Direktur FBI, J. Edgar Hoover mengatakan, BPP merupakan ancaman nomor satu dalam negeri AS. Pada November 1968, FBI membentuk COINTEPRO, suatu badan kontra intelejen yang bertujuan melumpuhkan BPP.

Dalam masa pergerakannya, sebanyak 28 anggota BPP terbunuh dalam tembak menembak dengan polisi. Atau, penyergapan yang dilakukan. Ada anggota BPP dipenjara 40 tahun.

Hilliard punya alasan ikut organisasi. Ia percaya dengan pemikiran, orang muda yang bisa mengubah dunia. Ia punya teladan dan kagum pada tokoh gerakan. Semisal, Malcom X, Che Guevara dan Nelson Mandela. Hilliard kenal Malcom X. Setiap sore sepulang sekolah, ia biasa ketemu dengannya.

Selama beraktivitas di BPP, ia pernah ketemu banyak tokoh dunia. Salah satunya, pemimpin PLO, Yasser Arafat.

Banyak pengalaman menegangkan dalam hidup Hilliard. Ancaman pembunuhan. Pernah baku tembak dengan polisi. Di penjara tanpa alasan jelas. Dan, kenapa ia masih hidup sampai sekarang, ia pun tidak tahu.

“Mungkin Tuhan selamatkan nyawa saya,” kata Hillard, “yang pasti, kita sangat berkorban mendirikan organisasi ini.”


AKSI ANGGOTA BPP
Ada dua bangunan mendominasi Oakland. Gereja dan toko minuman keras. Dulu, sebagian besar rumah dan tanah di Oakland, dimiliki orang kulit hitam. Sekarang, banyak rumah di pinggir jalan dibeli orang kulit putih. Setelah dimiliki orang kulit putih, harga rumah dan tanah jadi mahal.

“Itu yang membuat orang kulit hitam merasa, ini sesuatu yang tidak adil,” kata Hilliard.

Begitu pun dengan bisnis dan kegiatan ekonomi di Oakland. Sebelum tahun 1970-an, hampir semua toko minuman keras dimiliki orang kulit hitam. Mereka punya 5-6 toko minuman. Yang dijual aneka minuman keras. Seperti, liquer dan liqour, bir, wine, sampagne, dan lainnya.

Walau toko-toko itu dimiliki orang kulit hitam, tapi supplier atau perusahaan pemasok minuman keras, tak mau pekerjakan orang kulit hitam. Oleh sebab itu, para pemilik toko berunding dengan pimpinan BPP, Huey P. Newton.

Newton mendatangi perusahaan dan bernegosiasi. Intinya, orang kulit hitam dipekerjakan. Pemasok minuman menolak. Anggota BPP melakukan protes, saat truk supplier datang bawa minuman ke Oakland. Orang BPP berkata, “Hei, jangan kirim barang ke sini. Kami tidak akan menerimanya.”

Kemudian, truk-truk itu kembali ke perusahaan mereka. Sopir katakan pada perusahaan, mereka tak bisa antar barang, karena didemo anggota BPP. Orang perusahaan pemasok menelepon wakil para pemilik toko.

“Anda mau apa?”
“Kami mau orang kulit hitam dipekerjakan.”
Dan, perusahaan supllier akhirnya menyetujui.

Newton berkata pada para pemilik toko, mereka mesti sumbang untuk program makanan gratis, bagi anak-anak di Oakland. Ada sekitar 170 toko minuman keras di Oakland. Mereka memberikan uang. Besarnya berfariasi.

Ada yang berikan 500 dollar. Newton ingin uang itu dikurangi. Sebab, selama masih ada anak-anak kekurangan makan, mereka akan buat program makanan gratis. Tapi, pemilik toko berkata, tidak apa-apa.

Ada satu toko tak berikan uang. Toko itu diboikot selama enam bulan, hingga hampir bangkrut. Pemilik toko datang ke BPP, memberikan uang bagi program makanan gratis. Newton berkata pada pemilik toko, supaya mendengarkan BPP. Bila tidak, mereka akan memberikan dampak politik ke pemilik toko.

Meski untuk kegiatan sosial, aksi BPP menuai protes. Ada yang tak setuju. Mereka anggap aksi BPP, ganggu bisnis orang kulit hitam juga. BPP tidak melihat, hal itu ada kaitannya dengan masalah rasial. Mereka tidak melihat orang kulit hitam, putih, coklat, atau lainnya.

“Sebab kalau mereka sudah mengekploitasi komunitas, harus kembalikan sedikit ke komunitas,” kata Hilliard.

Pada awal 1970-an, orang Arab mulai masuk ke Oakland. Sebagian besar dari Yaman. Mereka bawa uang. Banyak toko minuman keras dibeli. Orang kulit hitam hanya bisa bilang, “Ya, sudah, kalau memang kamu punya duit banyak dan bisa membeli toko, kita juga akan berikan.”

Hal ini menuai protes. Kenapa sebagai orang muslim, menjual minuman keras? Para pemiliki toko menjawab, mereka hanya menjual apa yang warga Oakland butuhkan. Begitu juga sebagian besar toko minuman keras di San Francisco, pemiliknya orang Lebanon.

Ketika Anda mengunjungi Oakland, di persimpangan lampu merah Jalan Market, St 5500 dan 55 St 900, akan terlihat plang berwarna kuning. Plang terbuat dari lempengan besi, ukuran 30 kali 30 cm. Plang berisi peringatan, pernah ada empat anak tertabrak mobil. Keempatnya meninggal. Di persimpangan itu, digantungkan sepatu anak korban tabrakan di atas lampu merah tersebut.

Hilliard beserta simpatisan warga di sana, melakukan demontrasi dan berkeliling wilayah itu. Mereka membuat petisi. Sebanyak 1.000 tanda tangan terkumpul. Isinya, pemerintah memasang plang tersebut. Usaha itu tak gampang. Hingga satu tahun lamanya, petisi itu baru disetujui pemerintah.

Tak hanya masalah sosial, aktivitas BPP pada bidang politik, juga besar pengaruhnya. Pada 1973, Bobby Seale calonkan diri sebagai Walikota Oakland. Lawannya, walikota yang masih menjabat dari Partai Republik. Sebanyak 70 persen suara orang kulit hitam, memilih dalam pemilihan walikota yang pernah dilakukan. Dalam berbagai pemilihan sebelumnya, tak sampai demikian besar keikutsertaan orang kulit hitam.

Meski kalah, Seale masih sanggup meraup 43.710 atau 40 persen suara. Dan, nomor dua dari sembilan kandidat. Seale menjadi calon dari Partai Demokrat. Hasil itu jadi kejutan tersendiri. Sebab, hampir 110 tahun, Oakland dikuasai Partai Republik.

Begitu juga ketika Hilliard mencalonkan diri anggota Dewan Kota di Oakland, 2006. Ia kalah. Pemenangnya perempuan Yahudi. “Yang menarik, saya tidak memakai uang sama sekali dalam kampanye. Saya hanya memakai warisan sejarah,” kata Hilliard.

Hilliard berkata, bila orang mau terjun sebagai politikus di AS, harus punya uang banyak untuk kampanye. Sekarang tak ada lagi BPP. Ada yang calonkan diri, tapi tak wakili BPP.

Pada 1974, BPP dinyatakan bubar. Tapi, pada 1989, muncul kelompok menamakan diri New Black Panther Party (NBPP) di Dallas, Texas. Pemimpinnya, Khalid Abdul Muhammad. Namun, kelompok ini tak diakui keberadaannya, dan dianggap tidak representatif menggunakan nama BPP, oleh para pendiri BPP.


AKHIR YANG TRAGIS

Dua orang keluar dari sebuah rumah, pada sebuah penghujung pagi, 22 Agustus 1989. Beberapa orang mengiringi. Dua orang itu, seorang anak muda dan pria setengah baya. Huey P. Newton keluar rumah bersama Tyrone Demetrius Robinson (22 tahun).

Begitu keluar dari rumah, Tyron tiba-tiba memukul kepala Newton dengan senjatanya. Saat pelatuk ditarik, senjata itu macet. Ia segera meraih senjata temannya. Saat mau ditembak, Newton masih sempat berkata, “Silakan bunuh saya. Tapi, semangat untuk kebebasan, tidak akan bisa hilang.”

Senjata meletus dua kali. Newton tersungkur ke tanah. Dua lubang menembus dinding kepala. Dia mati seketika. Selepas itu, anak-anak muda tadi, segera meninggalkan tempat kejadian. Jasad Newton ditinggal sendirian. Akhir yang tragis. Jalan West Oakland bersimbah darah.

Ketika BPP dinyatakan bubar, para anggota dan pemimpinnya, tak lagi berkecimpung di gerakan. Mereka terpencar dalam berbagai aktivitas dan usaha menyambung hidup. Mantan pemimpin BPP, Huey P. Newton jadi pecandu narkoba.

Lingkungan Oakland sangat mendukung aktivitasnya. “Tak adanya pekerjaan membuat sebagian besar pemuda menjual narkoba,” kata Hilliard.

Karenanya, Hilliard selalu bicara pada generasi muda, narkoba sangat berbahaya dan bisa merenggut nyawa. Mengenai pembunuhan tersebut, Hilliard berpendapat, terkadang di wilayah tersebut, orang bisa saja membunuh tanpa alasan. Lain halnya dengan Tyrone, dengan membunuh Newton, ia akan mendapat kehormatan di komunitasnya. Karena membunuh orang yang pernah jadi legenda.

Mumia Abu Jamal dalam bukunya berjudul Memberangus Keadilan menulis, menurut laporan, Huey dan Tyrone meributkan 14 ampul kokain dan 160 dollar. Tragisnya lagi, Tyrone adalah anggota Black Guerilla Family (BGF), sebuah cabang BPP yang berbasis di penjara. Semasa remaja, Tyrone sering sarapan di salah satu lokasi Program Sarapan Gratis BPP di Bay Area.

Tyrone dihukum 36 tahun. Dia mendekam di penjara Pelican Bay SHU, di mana ia mendapat kesempatan membaca tulisan-tulisan Huey, dan terilhami oleh kata-kata orang yang telah dibunuhnya.

Huey sanggup berdiri diri di masa yang kelam itu. Ia melawan kekuatan-kekuatan bersenjata, dan bertahan hidup. “Tindakannya merupakan teladan yang patut ditiru. Caranya menemui ajal adalah tragedi yang memilukan, caranya menjalani hidup sangat luar biasa,” kata Mumia.

Mumia jurnalis radio. Dia dihukum dengan tuduhan pembunuhan yang tak pernah dilakukannya. Tahun 1969, dia turut mendirikan dan menjadi menteri informasi di Cabang BPP di Philadelphia. Mumia pernah bekerja di penerbitan koran BPP di Oakand.

Sekarang ini banyak orang mengklaim, mereka pendiri BPP. Hilliard tak memedulikan itu. Ia terus berjuang dengan caranya sendiri. Ia dosen sejarah di Universitas Albuquerque, New Mexico. Hilliard menulis tujuh buku mengenai BPP, dan sejarah lainnya.

Yang ia inginkan dengan mengajar dan menulis buku, memberitahu sejarah yang pernah terjadi. “Kami tidak akan lupakan sejarah gerakan itu, tapi tidak akan meratap. Sebab mempelajari sejarah adalah sesuatu yang penting,” kata Hilliard.

Jadi, sejarah itu penting. Dengan melakukan penelusuran sejarah yang mereka alami, hal itu penting bagi pelajaran kedepan.

Sekarang ini kondisi makin buruk, karena tidak ada lagi gerakan seperti Martin Luther King. Tidak ada organisasi atau kelompok yang suarakan kepentingan mereka. Organisasi yang memberikan pendidikan, kesehatan, tergantung pada orang-orang tertentu.

Mengenang gerakan yang pernah menyuarakan mereka, tentu saja sesuatu yang baik. Tapi, hal itu juga tidak dengan tinggal diam, dan hanya meratapi masa lalu. Jadi, ia akan terus berjuang menghapus ketertinggalan. Salah satu cara, mendirikan Newton Foundation, memberikan pendidikan sejarah dengan mengadakan tour.

BPP pernah melegenda. Namun, ia tak meninggalkan jejak lanjutan dan semangat pembebasan, bagi generasi muda kulit hitam di Amerika. “Sekarang ini tak ada kesinambungan gerakan, antara orang tua dan generasi muda. Yang tinggal dari gerakan kita adalah budaya kekerasan,” kata Hilliard.

Sayang memang. Partai berlambang macan hitam tersebut, tak lagi terdengar dan diingat generasi muda di Amerika. Legenda yang menghilang. Tanpa jejak.

Dimuat di Voice of Human Right (VHR). Foto-foto oleh Muhlis Suhaeri

No comments :