Oleh: Muhlis Suhaeri
Bentuknya kecil, mungil dan imut. Dia seperti tak berdaya. Namun, begitu Anda meremasnya, seketika itu juga leleran airnya akan membuat lidah seolah menari, dan mengikuti jenis masakan yang terhidang. Begitulah, jeruk mungil ini, yang mempunyai nama latin, Ciprus Hystix ABC. Atau, biasa disebut jeruk sambal.
Bagi masyarakat yang hidup di Kalimantan Barat, jeruk sambal merupakan pelengkap makanan. Yang tak dapat dipisahkan dari kehidupan mereka sehari-hari. Untuk memasak, orang butuh jeruk sambal. Untuk melepaskan dahaga, orang juga biasa memeras jeruk sambal.
Begitu juga ketika tenggorokan sakit. Jeruk sambal merupakan salah satu alternatif, dan dijadikan andalan. Perasan jeruk sambal terbukti sanggup mengobati sakit tenggorokan. Sebenarnya, bagaimanakah simungil ini hadir di meja makan, marilah kita lihat faktanya.
Namanya Andi Aswandi (45 tahun). Lelaki ini tinggal di Dusun Tiga, Simpang Banjar, Sungai Rengas, Kecamatan Kakap, Pontianak. Tempat itu biasa dia lalui dengan kendaraan roda dua sekitar satu jam dari Pontianak. Setiap harinya, lelaki berperawakan kurus ini, biasa mangkal di Pasar Flamboyan.
Dia membawa hasil kebunnya ke pasar yang berada di pinggir jalan raya cukup ramai ini. Pasar itu mulai buka pukul 3 subuh hingga 7 pagi. Sorenya, geliat pasar kembali berdenyut pada pukul 3 sore hingga 11 malam.
Dalam sehari, Aswandi biasa membawa jeruk hasil kebunnya sekitar 30-50 kg. Pembeli jeruk sambal biasanya penjual bakso, pemilik rumah makan, dan rumah tangga. Jeruk itu dijual seharga Rp 2000. Tapi, kalau harga jeruk sambal lagi baik, dia bisa menjual seharga Rp 3000. Harga musim jeruk yang baik pada Juni, Juli dan Agustus.
Pada bulan itulah, biasanya matahari bersinar dengan teriknya. Karenanya, orang selalu mencari jeruk, supaya airnya bisa diperas sebagai minuman. Harga jeruk sambal semakin tinggi pada hari menjelang lebaran. Pada momen seperti itu, harga jeruk sambal mencapai Rp 6.000.
Jeruk sambal tidak tergantung pada musim. Tanaman ini selalu berbuah setiap saat. Untuk tumbuhnya tanaman ini, tidak memerlukan berbagai persyaratan khusus. Cara menanam jeruk dengan membuat terumbu terlebih dahulu. Terumbu dibuat dengan menaikkan tanah menjadi sebuah gundukan setinggi 30 cm.
Membuat terumbu biasa dilakukan dengan cangkul. Setelah gundukan terbuat, tanah dibiarkan selama dua minggu. Setelah itu baru dihancurkan dengan cangkul. Selama tanah dibuat terumbu tidak perlu diberi pupuk. “Jeruk sambal kalau diberi pupuk malah cepat mati. Jeruk ini hanya diberi pupuk setahun sekali atau dua tahun sekali,” kata Aswandi.
Bibit jeruk sambal biasanya diperoleh melalui pencangkokan dari dahan pohon yang sudah besar. Harga sebuah cangkokan yang masih menempel di pohon sekitar Rp 2.500. Bila bibit sudah ditambak (dimasukkan plastik yang sudah ada tanahnya), harganya Rp 5000. Bibit yang sudah ditambak biasanya siap untuk ditanam.
Jeruk sambal mulai berbuah pada usia 3 tahun. Begitu muncul buahnya, jeruk muda itu langsung dibuang semua. Tujuannya, supaya buah berikutnya bisa besar. Kalau tidak dibuang, buah selanjutnya akan tumbuh kecil. Pohonnya pun akan cepat mati. Nah, setelah pohon berusia 4 tahun, barulah bisa diambil buahnya.
Tanaman jeruk tidak boleh terlalu banyak air, karena akan mati. Banyaknya hujan yang turun, juga berpengaruh pada kualitas jeruk. Kulit jeruk akan muncul bintik-bintik. Jeruk sambal tak perlu perawatan khusus. Yang pasti, di sekitar tumbuhnya pohon harus bersih dari rumput. Satu pohon bisa menghasilkan 1 kilo perhari.
Biasanya jeruk tidak bisa langsung dipetik semua. Pada minggu berikutnya, jeruk baru bisa dipetik lagi. Aswandi mempunyai 400 pohon jeruk sambal. Dalam sebulan, dia bisa menghasilkan 500 kg.
Biasanya jeruk dijual langsung oleh para petani ke pasar. Pasar Flamboyan dan Sentral di Pontianak, merupakan pasar yang biasa digunakan untuk memasarkan jeruk sambal. Menurut Aswandi, jeruk ini jarang dibawa langsung oleh petani ke berbagai daerah. Di Sungai Rengas tak ada koperasi yang menampungnya. Ada sekitar 5 orang yang menanam jeruk sambal di Sungai Rengas. Dalam sebulan, daerah itu bisa menghasilkan 3 ton jeruk sambal.
Musim jeruk sambal tidak pernah putus. Setiap hari selalu ada. Kalau harga jeruk dianggap menguntungkan, biasanya pedagang akan langsung mencari ke sentra jeruk di Sungai Rengas. Pedagang akan berbondong-bondong membawa jeruk.
Namun, bila harga jeruk dianggap murah, mereka tidak akan mengambil jeruk. Harga jeruk yang murah hanya memberatkan ongkos transportasi, sehingga pedagang merugi. Rata-rata pedagang di Pasar Flamboyan dan Sentral, campur dalam berjualan sayur dan tidak menjual jeruk saja.
Berapa langganan Aswandi?
“Tidak ada langganan. Pelanggannya siapa saja,” ungkapnya. Dalam sehari, dia biasanya menghabiskan 10-15 kg untuk dijual.
Jeruk yang bagus tidak ada bintik pada kulitnya. Bintik itu tidak masuk sampai ke dalam buah. Bintik muncul karena banyaknya hujan yang terjadi. Pembeli tidak bisa memilih jeruk yang mereka beli. Penjual biasanya memberikan jeruk sambal secara acak. Jeruk sambal tahan hingga 3 hari. Yang kulitnya kuning, hanya tahan 1-2 hari saja. Kalau jeruk tidak laku, maka akan langsung dibuang.
Sebagian besar masyarakat mengkonsumsi jeruk sambal. Contoh saja Hamidun (53 tahun), seorang tukang bakso di Pasar Flamboyan. Dalam sehari, dia biasa membeli jeruk satu hingga satu setengah kg untuk dagangannya. Jeruk itu dia beli dengan harga berkisar Rp 3000-4000 perkilo. Harga jeruk memang tak tetap.
Hamidun selalu menyediakan jeruk sambal untuk baksonya. Kenapa?
”Sebab orang Pontianak memang begitu. Meskipun di meja sudah ada cuka, orang masih tanya jeruk,” jawab lelaki kelahiran Purwodadi, Jawa Tengah, ini. Namun, sekarang ini Hamidun tidak pernah lagi menyedian cuka pada meja baksonya.
Hal itu dibenarkan Setianto (31 tahun). Bila makan bakso, dia selalu memeras jeruk sambal pada kuah baksonya. Menurut pria yang tinggal di Sungai Raya Dalam ini, “Jeruk berfungsi menghilangkan rasa amis dan bau lemak. Jeruk juga mengandung asam, sehingga merangsang orang untuk makan.”
Setianto juga selalu menggunakan jeruk sambal ketika sakit tenggorokan. Menurutnya, perasan air jeruk sambal bagus untuk sakit tenggorokan. Begitu pun ketika batuk mulai menimpa. Dia akan mengambil 5 butir jeruk sambal dan memerasnya. Perasan itu akan langsung diminum, tanpa dicampur air terlebih dulu.
Dia mengaku tidak mengalami kesulitan mendapatkan jeruk sambal di Pontianak. Namun, saat berada di pedalaman, terutama di kecamatan, dia merasa susah mendapatkan jeruk sambal. Setianto biasa membeli jeruk dengan harga Rp 4000-5000 perkilo.
Jeruk sambal lebih diminati sebagai penambah rasa dari pada cuka. Yang dengan konsentrasi zat kimia tertentu. Cuka diencerkan dengan air untuk mengurangi rasa keasamannya. Tapi, untuk daerah lain, seperti Singkawang, tampaknya orang masih tertarik menggunakan cuka sebagai zat penambah rasa. Masyarakat merasa lebih aman makan bakso dengan jeruk sambal dari cuka. Tak heran jika sekarang ini, pemilik warung jarang menyediakan cuka di meja rumah makannya.
Bagaimana peran pemerintah dalam melihat potensi jeruk sambal?
“Jeruk sambal merupakan tumbuhan yang gampang tumbuh, tidak perlu lahan luas, dan merupakan tanaman khas Kalbar. Saya keliling hampir di seluruh Indonesia, tapi tidak pernah mendapatkan jeruk ini di lain tempat,” kata Ida Kartini, Kepala Disperindag, Kalbar.
Menurutnya, jeruk sambal juga enak dijadikan sirup. Dia mengaku paling suka dengan sirup jeruk. Dalam berbagai kesempatan di dapur, perempuan berjilbab ini selalu menggunakan jeruk sambal bagi setiap masakannya.
Misalnya, untuk membuat sambal, menghilangkan berbagai bau makanan, dia selalu menggunakan jeruk sambal. Ketika memasak udang, dia pasti menggunakan jeruk sambal dari pada cuka. Alasannya, “Kalau pakai cuka, mungkin saja bisa sakit maag. Kalau jeruk ini alami. Dan bisa membuat ikan terasa enak,” katanya.
Menurut Ida, wilayah Kalbar memang cocok bagi pengembangan bisnis agrobisnis. Dengan pemgembangan itu diharapkan mulai muncul peluang bisnis. Memang perlu kerja sama bagi semua pihak dalam menangani masalah itu. Selain masalah dana, harus ada bimbingan teknis, juga lahan untuk produksinya.
“Dan disinilah diharapkan ada pengusaha besar yang bermitra dengan pengusaha kecil. Sehingga dengan cara itu, produksi bisa dipasarkan dalam negeri dan ekspor,” kata Ida.
Namun, Ida mengaku tidak ada angka pasti mengenai berapa areal, dan produksi jeruk sambal di Kalbar. Jeruk sambal masih sebatas konsumsi lokal saja. Kerja sama dalam hal ini bisa dilakukan dengan dinas lainnya, seperti Dinas Pertanian. Misalnya, berapa lahan dibutuhkan, kapasitas lahan, dan lainnya.
“Dalam rapat kordinasi dengan dinas lain, terutama Dinas Pertanian, saya sering menanyakan angka yang real, dan bisa diterima calon investor/pengusaha, yang bisa mengolah itu,” tutur Ida.
Bila orang hendak membuat suatu industri, seperti sirup jeruk, tentu harus tahu berapa jumlah dari suatu bahan atau produk. Jangan sampai mesin menganggur, karena tidak ada bahan baku. Harus ada hitungan, dan membuat informasi tentang jeruk sambal yang akan dibuat sirup. Dengan hal itu, seorang pengusaha akan berpikir sesuai dengan kapasistas dan kemampuannya.
Yang menjadi pertanyaan adalah, seandainya ada seorang pengusaha ingin menanamkan uangnya pada produk ini, sejauhmana Disperindag akan menfasilitasi?
“Jangankan Disperindag. Semua dinas-dinas lain juga akan memberikan berbagai kemudahan. Pemerintah akan menfasilitasinya,” jawabnya dengan sungguh-sunguh.
Apalagi bagi jeruk sambal yang tidak diatur tata niaganya, dan bebas diperdagangkan. Dan kalau perlu untuk ekspor, atau antarpulau, tentu saja harus ada SIUP (Surat Ijin Usaha Perdagangan). “Dan itu gampang mengurusnya,” ujar perempuan itu memberi semangat
Yang pasti, pengusaha harus lebih proaktif untuk mengetahui, apa yang dibutuhkan pasar. Dia berharap, pengusaha besar mau bermitra dengan pengusaha kecil. Karena pengusaha besar inilah, yang menguasai modal, pasar, informasi dan lainnya.
Memang demikianlah seharusnya fungsi pemerintah. Menjembatani semua peluang bisnis yang ada, melalui berbagai kebijakan dan peraturan. Kita semua berharap, ungkapan itu tidak hanya manis di slogan saja. Tapi juga manis dipelaksanaan.
Ibaratnya, sesegar sirup jeruk, yang terhidang pada sebuah siang nan terik dan dahaga. Semoga.***
Foto by Lukas B. Wijanarko, "Pasar Malam Tradisional."
Edisi Cetak, minggu ketiga, November 2005, Matra Bisnis
Wednesday, November 16, 2005
Si Mungil yang Setia Menemani Hidangan
Subscribe to:
Post Comments
(
Atom
)
No comments :
Post a Comment