Baca Selengkapnya...
Posted by Muhlis Suhaeri at 11:08 AM 0 comments
Posted by Muhlis Suhaeri at 6:59 AM 0 comments
Oslo merupakan ibu kota Norwegia. Sebuah negeri nan eksotik di bagian utara Eropa atau Scandinavia. Negeri para suku pengembara, Viking.
Film diadaptasi dari kisah nyata. Sebuah keluarga di Norwegia, menfasilitasi pertemuan antara orang kepercayaan Yasser Arafat, dan orang kepercayaan Perdana Menteri Israel, Yitzhak Rabin.
Meski bergenre film sejarah dan politik, ada banyak kisah-kisah unik dan lucu, dibalut dengan umpatan dan strereotip, ketika mempertentangkan identitas, asal-usul tanah Palestina, politik, keamanan dan lainnya.
Adalah Mona Juul (Ruth Wilson), pejabat di Kementerian Luar Negeri Norwegia dan suaminya, Andrew Scott (Terje Rød-Larsen), sosiolog dari Norwegia. Pasangan itu jadi mediator pertemuan Palestina dan Israel. Pertemuan tak resmi. Tak tercatat dalam agenda politik. Tak terpantau oleh pihak mana pun, berlangsung hingga enam bulan. Gambaran landscape bersalju hingga musim panas, tergambar dari film. Terlihat apik dan epik.
Israel tak mengakui keberadaan Organisasi Pembebasan Palestina (PLO), dipimpin Yasser Arafat. Karenanya, dalam perundingan itu, tidak bisa dilakukan secara langsung antara Perdana Menteri Israel dan Pimpinan PLO. Maka, PLO mengutus para pimpinan yang bisa mewakili Arafat. Demikian juga dengan Israel, mengutus orang yang mewakili pemerintah Israel.
Ahmed Qurie (Salim Daw), Menteri Keuangan PLO dan Hassan Asfour (Waleed Zuaiter) penghubung PLO, mewakili Yasser Arafat dari pihak Palestina. Dari pihak Israel, Uri Savir (Jeff Wilbusch), Direktur Jenderal Kementerian Keuangan Israel, dan para ekonom Israel sebagai juru runding.
Pertemuan dua pihak saling berseteru tersebut, menghadirkan berbagai macam adegan mencekam. Unik, terkadaing lucu, melalui dialog dan perdebatan yang seolah tak kunjung habis. Suasana itu, tentu saja membuat pasangan Mona dan Terje, terkena imbas dari kepedulian mereka, menfasilitasi dua pihak tersebut.
Tak hanya piawai menfasilitasi pertemuan, Mona, melalui diplomasi kulinernya, sanggup meredam dua pihak yang alot berdebat. Misalnya, ketika dua pihak sudah semakin keras dalam berdebat dan keluar umpatan, Mona segera menyuruh petugas rumah tangga, menyajikan kuliner khas Norwegia.
Kuliner dengan resep nenek tersebut, sanggup mencairkan dua pihak yang sedang berseteru. Lumer dalam rasa khas kuliner. Tertawa, dan dialog pun kembali dimulai.
Tak hanya itu. Perseteruan dan perdebatan, juga diikuti dengan kelahi fisik. Terje terpukul secara tidak sengaja oleh Qurie. Dan, Qurie dengan sangat menyesal minta maaf. Bahkan, dia dengan gentle, bakal menurut apa pun yang bakal diminta Terje, demi memuluskan perundingan alot tersebut.
Mona dan Terje rela bekerja keras menulis drat kesepakatan dua pihak. Tak hanya sekali, namun draf dibuat hingga lebih dari sembilan kali. Mona dan Terje harus kembali mengetik, draf yang kembali disobek, secara terus menerus, karena kesepakatan yang terus berubah dan dinamis. Jangan dibayangan saat itu sudah ada komputer, begitu ganti draf, tinggal memperbaiki file barunya. File selalu diketik dari awal, begitu draf baru disepakati.
Tak hanya berimbas pada Palestina dan Israel, perundingan alot itu, turut membuat hubungan pasangan Norwegia tersebut, sempat berada di ujung tanduk. Mereka tertekan secara psikologis. Hampir mendekati titik nadir. Sangking tak kuasa menghadapi dua pihak yang sedang berseteru.
Lalu, kenapa pasangan itu mau melakukan ‘kerja nekat’ dan memfasilitasi dua musuh bebuyutan itu, duduk satu meja?
Mona bercerita, ketika dia sedang ke Israel bersama dengan Terje, keduanya secara tidak sadar, melewati jalan-jalan berkelok. Jalan itu berakhir di sebuah perkampungan. Keduanya dilihatin banyak orang. Tapi mereka tak mendapatkan suatu kekerasan.
Kebetulan ia bukan orang Israel atau Palestina. Jadi, mereka diselamatkan takdir. Bagaimana dengan orang Israel atau Palestina? Mereka selalu berhadapan sehari-hari dengan kekerasan, kata Mona.
Akhirnya, dua pihak menyepakati drat. Apakah sudah selesai? Belum. Draf itu dibawa ke penasehat Hukum Kementerian Luar Negeri Israel, Joer Singer (Igal Naor).
Dan, Joel dengan pongahnya, datang ke pertemuan dengan didampingi juru runding sebelumnya, dengan 200 pertanyaan. Perundingan mulai dari awal dengan berbagai macam perdebatan. Semakin alot dan keras.
Ketika menemui jalan buntu, dan dua pihak akan meninggalkan ruang pertemuan, juru runding Israel dengan terburu-buru menemui Mona. Dia minta Mona, jadi bagian dari pertemuan itu. Tak sekedar memediasi. Mona diminta dua pihak berunding lagi. Mona awalnya menolak. Tapi ketika dua pihak akan keluar dari pintu ruangan, dia berkata dengan tegas.
Mona minta dua juru runding memikirkan lagi, tentang masa depan Palestina dan Israel. Israel bisa tenang tak diganggu masalah keamanan. Palestina bisa menempati wilayah Gaza dan Tepi Barat. Akhirnya, dua pihak bisa menyelesaikan draf kerja sama. Sudah selesai? Ternyata belum.
Draf itu harus didiskusikan lagi, antara Menteri Luar Negeri Israel, Shimon Peres (Sasson Gabay) dengan Yasser Arafat. Perundingan hanya menggunakan telepon, di suatu ruangan Istana Kerajaan Oslo, Slottet. Perundingan berlangsung tengah malam, hingga pagi hari. Berlangsung alot. Bahkan, Perez sempat tidur ke kamar. Tak kuasa lagi menahan kantuk.
Pada akhir cerita, Arafat dan Peres menyepakati draf perjanjian. Mona dan Terje lega. Peres hendak meninggalkan ruangan. Dia bertanya, ada suara apa di telepon itu. Kenapa ada suara seperti orang ribut.
Mereka menangis. Mereka semua bahagia, tak menyangka bisa menyaksikan momen itu dalam hidupnya, kata Terje kepada Peres. Dan, Peres meninggalkan ruangan dengan wajah cool.
Film ditutup dengan adegan penandatanganan perjanjian di Washington, antara Wakil Palestina, Yasser Arafat, Wakil Israel, Yitzhak Rabin dan Presiden Amerika, Bill Clinton sebagai pihak penengah.
Perjanjian Oslo mengakhiri drama kekerasan selama 40 tahun, antara Palestina dan Israel. Namun, akibat perjanjian tersebut, Perdana Menteri Israel, Yitzhak Rabin, dibunuh oleh ekstrimis Yahudi, yang tak setuju perjanjian damai antara Palestina dan Israel.
Dunia butuh orang-orang berani, untuk membawa jalan damai. Meski, nyawa jadi ujung dari sebuah drama, perdamaian itu sendiri.
Kini, Palestina dan Israel, tak lagi memiliki para pemimpin, pembawa jalan damai. Akankah, perdamaian menemukan jalannya sendiri? Entahlah. Film yang ditayangkan HBO, Minggu (30/5/2021), memberikan gambaran besarnya. (Muhlis Suhaeri)
#filmoslo
#muhlissuhaeri
#palestina
#israel
#norway
#scandinavia
#yasserarafat
#yitzhakrabin
#simonperes
#billclinton
Tulisan telah terbit di media siber: https://insidepontianak.com
Posted by Muhlis Suhaeri at 8:55 AM 0 comments
Posted by Muhlis Suhaeri at 7:53 AM 0 comments
Posted by Muhlis Suhaeri at 8:09 AM 0 comments
Posted by Muhlis Suhaeri at 7:48 AM 0 comments