Thursday, March 8, 2007

Terkecoh Telepon "Pak Sekjen"

Majalah Gatra, Rubrik Hukum

Zulkifli Hasan (Dok. GATRA/Astadi Priyanto)Gonjang-ganjing "rapelan anggota DPRD" akhirnya makan korban. Maaf, bukan korban secara politik. Tapi, ini yang agak malu-maluin, korban aksi penipuan. Kebetulan yang terkena apes semuanya kader Partai Amanat Nasional (PAN). Setidaknya ada enam kader, dengan kerugian Rp 100-an juta.

Para korban tersebar di beberapa daerah, seperti Sulawesi Selatan, Kalimantan Barat, dan Jawa Barat. Mereka tertipu pada pertengahan Februari silam, dan baru diungkapkan Sekretaris Jenderal (Sekjen) PAN, Zulkifli Hasan, Kamis pekan lalu. "Oknum penipu itu beroperasi dengan cara menguras saldo," kata Zulkifli Hasan, geregetan.

Modus tipu-tipu ini sebetulnya sudah lawas. Yakni menguras rekening korban melalui panduan telepon. Korban disuruh ke ATM (anjungan tunai mandiri) terdekat, lalu mulailah dipandu sedemikian rupa sehingga tanpa sadar korban kemudian mentransfer duitnya ke rekening penipu.


Menariknya, kali ini penipu beraksi dengan membonceng isu pengembalian uang rapelan anggota DPRD, terkait Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 37 Tahun 2006 yang tengah direvisi itu. Si penipu, mengaku petinggi PAN, mengatakan akan memberi dana kompensasi bagi kadernya yang telah mengembalikan rapelan tersebut.

Besarnya kompensasi disebutkan sampai Rp 38 juta. Siapa yang tak ngiler? Umumnya korban merasa surprised sehingga manut saja dikomando si penipu. Simaklah pengalaman Muchlis Panaungi, anggota DPRD Sulawesi Selatan dari Fraksi PAN. Mula-mula telepon selulernya dihubungi seseorang yang mengaku Sekjen PAN di Jakarta.

Lewat telepon seluler, "Pak Sekjen" itu mengabari bahwa Muchlis bakal mendapat dana kompensasi Rp 38 juta. Selagi Muchlis bengong, si penelepon mencecarnya dengan mengatakan, "Harus diterima sekarang juga karena harus segera dilaporkan apakah sudah menerima dana tersebut," tutur Muchlis, yang menerima rapelan sekitar Rp 100 juta.

Guna meyakinkan korban, si penelepon meminta nomor rekening Muchlis berikut saldonya. Si penelepon terus mengejarnya, meski Muchlis sempat mengatakan bahwa ia berada di kantor polisi hendak melaporkan kecurigaannya itu. Muchlis malah dianjurkan mengecek ATM, apakah dana dimaksud sudah masuk atau belum.

Diliputi penasaran, Muchlis meluncur juga ke salah satu ATM BNI di kota Makassar. Ketika di dalam ruang ATM, komando lewat telepon selulernya itu terasa makin kuat. "Saya sepertinya disihir," tutur Muchlis. Tanpa sadar, ia bukannya memencet menu cek saldo, melainkan malah menu transfer, termasuk nomor rekening si penelepon.

Alhasil, duitnya Rp 14 juta melayang lewat tiga kali transfer saat itu. Si penipu betul-betul menguras isi rekening korbannya. "Saya baru sadar, ketika mengecek saldo, ternyata tinggal beberapa puluh ribu rupiah," ujar Muchlis, kecut. Kalang kabut ia melapor ke Bank BNI. Terlambat. Duit di rekening penampung itu sudah ditarik.

Di "kota anging mamiri" itu, kader PAN yang kecolongan bukan hanya Muchlis. Rekannya, Nurlinda Aziz, Wakil Ketua DPW PAN Sulawesi Selatan, malah lebih buntung. Duitnya Rp 69 juta melayang ke rekening penipu lewat ATM BNI dan ATM Bank Mandiri. Si penipu berlagak hendak memberikan dana bantuan pemberdayaan perempuan.

Cerita apes yang mencatut nama sekjen partai berlambang matahari terbit ini juga terjadi di beberapa daerah lain. Di Kalimantan Barat, misalnya, tiga kader PAN menjadi korban dengan total kerugian Rp 65 juta. Mereka adalah Abdusamad, Syarif Izhar Azuri, dan Dedi Iswadi.

Sekjen PAN, Zulkifli Hasan, yang dicatut namanya, jelas geram. Ia bertekad melaporkan kasus itu ke polisi untuk diusut siapa pelakunya. Muchlis dan Nurlinda rupanya sudah bergerak duluan, melapor ke kepolisian di Makassar. Toh, hasilnya belum tampak.

Kabid Humas Kepolisian Daerah Sulawesi Selatan, Komisaris Besar Joko Subroto, menyatakan masih mengusut kasus itu. Ia menyesalkan orang setingkat anggota DPRD atau pengurus partai besar begitu mudah teperdaya. "Seharusnya mereka mengecek dulu benar tidaknya informasi itu," kata Joko. Iya tuh.

Taufik Alwie, Anthony, dan Muhlis Suhaeri (Pontianak)
[Hukum, Gatra edisi 16 Beredar Kamis, 8 Maret 2007]

Baca Selengkapnya...